Sword Art Online Jilid IV BAB VII (Bagian II)



Aku merasa tubuhku akan hancur menjadi ribuan potongan karena tercabik-cabik ketidaksabaran ini, dan kemudian aku menghantam pembatas itu dengan tangan kananku. Tinjuku dibalikkan dengan gaya tolak yang mirip dengan magnet berkutub sama yang didekatkan, dan terciptalah riak air berwarna-warni yang menyebar diudara.

“Ada apa ini... Benda ini...!”

Kataku dengan terbata-bata dan berketak gigi.

Akhirnya - Aku bisa sampai sejauh ini. Penjara yang menahan jiwa Asuna ada didepan sana. Namun, jalanku ini dihalangi oleh kode-kode program yang terdapat didalam «Sistem Game».

Sebuah dorongan yang dapat merusak diri sendiri mengalir ke seluruh tubuhku dengan kuat, dan menyebarkan semangat yang membara.

Setelah login ke dalam ALfheim selama 2 hari, aku menahan rasa ketidaksabaranku dan datang kesini dengan mengikuti peraturan permainan ini, tetapi kejengkelan yang terus terakumulasi didalam hatiku tak bisa ditahan lagi dan akhirnya meledak . Dengan memperlihatkan taringku yang seperti taring anjing, aku menggenggam gagang pedangku dengan tangan kananku.

- Pada saat itu.

Jauh diatas api putih yang ada dalam pandanganku, ada sebuah cahaya kecil yang bersinar.

“...Apa itu...?”

Aku melupakan kemarahanku dengan sekejap dan kemudian menatap cahaya itu. Sesuatu yang bersinar dengan terang jatuh perlahan-lahan ke arahku. Bagaikan salju yang turun ditengah musim panas, seperti bulu halus dandelion yang menjalani perjalanan panjang, benda itu jatuh kearahku.

Sambil mengambang di udara, aku melepaskan gagang pedangku dari genggaman, dan kemudian menjulurkan tanganku kearah cahaya itu. Setelah beberapa detik yang terasa sangat lama, cahaya putih itu perlahan jatuh ke dalam tanganku. Dengan perasaan hangat yang kurindukan, aku membuka tanganku dengan perlahan didepan dada.

Yui melihat dari sisi kiriku dan Lyfa melihat dari sisi kananku. Aku menatap diam pada benda yang ada digenggaman tanganku ini.

“...Sebuah kartu...?” Gumam Lyfa. Benda itu adalah kartu berbentuk persegi panjang kecil. Benda itu memiliki permukaan berwarna perak transparan tanpa tulisan maupun hiasan. Berputar ke arah Lyfa, aku berkata:

“Lyfa, apakah kamu tahu benda apa ini...?”

“Tidak... Aku tidak pernah melihat benda seperti ini. Mengapa kita tidak mencoba mengklik benda itu?”

Mengikuti sugesti Lyfa, aku mengklik permukaan kartu itu dengan ujung jariku. Sebuah klik pada item didalam game akan membuat sebuah jendela pop-out keluar, tapi tidak ada apa-apa yang muncul.

Yui membungkuk dan menyentuh ujung kartu itu, kemudian berseru:

“Ini... Ini kode akses menuju manajemen sistem!!”

“!?...”

Aku menahan nafasku, selagi melihat kartu yang ada di tanganku.

“...Jadi, jika aku mempunyai ini, aku dapat menggunakan kewenangan Game Master?”

“Tidak... Papa dapat mengakses sistemnya, tapi hal ini hanya bisa dilakukan melalui konsol yang sesuai... Bahkan aku tidak dapat memangil keluar menu sistem...”

“Ah begitu... Tapi barang seperti ini tidak akan jatuh tanpa ada alasan. Mungkin ini...”

“Benar, aku pikir Mama menyadari keberadaan kita dan menjatuhkan kartu itu.”

“...”

Aku menggenggam kartu itu dengan lembut. Belum lama ini, Asuna yang memegang kartu itu. Aku pikir, aku secara samar-samar dapat mengerti niatnya itu.

Asuna jg sedang bertarung. Dia melawan sekuat tenaga untuk keluar dari dunia ini. Aku pun mempunyai hal-hal yang harus aku lakukan

Aku menatap Lyfa, kemudian berkata:

“Lyfa, beritahu aku. Dimana gerbang yang menuju World Tree?”

.”Eh... Gerbang itu ada di kubah yang ada dipangkal pohon ini...”

Kata Lyfa dengan khawatir.

“Tapi, ini tidak mungkin. Tempat itu dilindungi oleh pasukan penjaga, tidak peduli seberapa besar kelompok yang masuk, mereka tidak bisa melewatinya.”

“Meskipun begitu, aku harus tetap pergi kesana.”

Aku memasukin kartu itu ke dalam saku dadaku dan menggapai tangan Lyfa.

Setelah dipikir-pikir, gadis Sylph ini selalu membantuku. Ketika aku sedang terburu-buru dan tidak tahu apa-apa mengenai dunia ini, dan akhirnya sampai disini. Itu semua berkat pengetahuan yang dimilikinya dan senyumannya yang menyemangatiku untuk sampai sejauh ini. Suatu hari nanti, aku akan menjelaskan situasi ini dan berterima kasih padanya di dunia nyata... Sambil memikirkan hal itu, aku membuka mulutku.

“Terima kasih banyak untuk selama ini, Lyfa. Dari sini, aku akan pergi sendiri.”

“...Kirito-kun...” Aku memegang erat tangan Lyfa, yang tampakny sebentar lagi akan menangis, kemudian melepaskannya. Kemudian Yui duduk diatas pundakku ketika aku mundur.

Akhirnya, setelah melihat gadis dengan rambut ikat ekor kudanya yang bergoyang pada saat dia terbang untuk terakhir kalinya, aku membungkukkan badanku. Kemudian membalikkan tubuhku.

Setelah menutup sayapku, aku menaiki dorongan yang kudapat dari laju jatuhku pada saat melesat tepat kepangkal World Tree.

Pusing, setelah menerjunkan diri selama berpuluh-puluh detik, pangkat World Tree dan kota berliku-liku yang mengelilinginya, Aarun, mulai terlihat. Terdapat beranda yang sangat besar diantara akar World Tree dan Aarun, aku pun memulai persiapan untuk mendarat.

Aku mengembangkan sayapku sepenuhnya untuk mengerem sambil mengarah menuju titik pendaratan. Aku menjulurkan kakiku, dan mencoba berhenti pada saat kakiku membentur jalanan.Suara yang kencang bergema disekitar, suara itu berasal dari gelombang udara yang menyertai pendaratanku. Beberapa player yang ada di beranda untuk melihat pemandangan sekitar langsung mengalihkan pandangannya padaku dan terlihat terkejut.

Menunggu mereka berpaling ke arah lain, aku berbicara kepada Yui yang masih duduk di pundakku dengan suara rendah.

“Yui, apakah Kamu tahu jalan menuju kubah itu?”

“Ya, gerbang tersebut tepat diatas tangga itu. Tapi, apakah ini akan baik-baik saja, Papa? Menurut informasi yang ada, sangat sulit untuk menerobos gerbang itu.”

“Kita hanya bisa untuk memaksakannya. Bahkan jika hal itu gagal, bukan berarti aku akan mati.”

“Itu benar, tapi...”

Aku mengulurkan tanganku dan dengan lembut mengusap kepala Yui.


“Bagaimanapun juga, aku merasa bisa menjadi gila jika aku membuang-buang waktuku walaupun itu hanya satu detik lagi. Bahkan Yui ingin secepat mungkin bertemu dengan Mama bukan?”

“...Iya.”

Yui mengangguk dan menggosokkan hidungnya pada pipiku selagi aku menaiki tangga.

Tampaknya kami sudah mencapai puncak kota Aarun, pada saat kami mendekati puncak tangga. Akar-akar yang berbentuk kerucut besar itu berkumpul di satu batang yang berada didepan kami. Yang hanya dapat dilihat dari sana adalah dinding sederhana yang melengkung, diameter kubah itu sangat besar.

Didekat tembok itu, terdapat dua patung ksatria peri yang berdiri tinggi, tingginya hampir 10 kali dari tinggi player. Diantara kedua patung itu terdapat sebuah gerbang batu yang dihias dengan sangat baik. Gerbang ini adalah titik awal dari quest utama, dan tidak ada player lain yang terlihat disini. Mungkin saja, cerita bahwa quest ini «impossible to breakthrough»sudah menjadi pengetahuan umum.

Tapi aku harus melewati gerbang ini, melewati para penjaganya dan mencapai gerbang yang ada di dalamnya.

‘- Tunggu aku, Asuna. Aku akan kesana sekarang juga...”

Itu adalah janji yang ku ukir didalam hatiku.

Setelah berjalan beberapa meter kedepan, aku berdiri didepan gerbang itu, ketika itu pula, patung yang berada disebelah kanan bergerak dan mengeluarkan suara rendah yang bergema. Tidak terduga, patung itu melihat kesekelilingnya, kemudian muncul cahaya berwarna pucat di kedua mata patung itu. Patung itu melihat kebawah ke arahku dan membuka mulutnya. Muncul suara membosankan yang bergema bagaikan batu besar yang berguling-guling.

“Apakah Kau yang tidak mengetahui tingginya surga, ingin mencapai istana raja?” Pada saat yang sama, muncul jendela pop-out didepanku, bertanya kepadaku apakah aku ingin menerima tantangan terakhir itu. Untuk memastikan kehendakku, muncul dua buah tombol: [YES] dan [NO]. Tanpa ragu-ragu lagi, aku menekan tombol [YES].

Kali ini, patung yang berada di kiri mengeluarkan suara keras.

“Mulai dari sini dan seterusnya, Kau akan mendapatkan kekuatan tanpa batas untuk menggunakan sayapmu.”

Sebelum suara gemuruh yang menggema itu hilang, gerbang yang ada disana terbelah menjadi dua dari tengah. Tanah disekitarnya bergetar ketika pintu gerbang itu terbuka ke dalam kiri dan kanan.

Suara gemuruh ini, mengingatkan aku saat akan melawan boss monster ditiap lantai Aincrad. Hawa dingin mengalir menuruni tulang belakangku, ketegangan yang bangkit kembali ini membuatku lupa untuk bernafas.

Di dunia ini, mati bukan berarti akan benar-benar mati, kataku terhadap diri sendiri, kemudian menyingkirkan pemikiran itu. Ini adalah perjuangan untuk memperoleh kebebasan Asuna, dalam beberapa aspek, pertempuran ini lebih penting daripada semua pertempuran yang pernah aku alami.

“Kita mulai, Yui. Pastikan Kamu bersembunyi dengan baik.”

“Papa... Lakukan yang terbaik.”

Aku menepuk kepala Yui disaat dia masuk ke dalam saku dada bajuku, kemudian aku menarik pedangku.

Suara gemuruh itu berhenti ketika gerbang batu itu sepenuhnya terbuka. Di dalamnya sangat gelap, aku berpikir untuk menggunakan sihir Night Vision. Belum aku mengangkat tangan kananku, tiba-tiba muncul cahaya yang menyilaukan mata dari arah atas. Tanpa sadar aku langsung menyipitkan mataku.

Ruang didalamnya ternyata cukup besar. Kubah ini mengingatkanku pada ruangan boss di lante 75 Aincrad dimana aku bertarung dengan Heathcliff, hanya saja, diameternya lebih besar beberapa kalinya.

Bagian dalam kubah ini ternyata mirip bagian dalam pohon, akar-akar besar tersusun satu sama lain membentuk lantai. Tanaman merambat tumbuh dari lantai dan menutupi dinding-dindingnya hingga puncak.

Kubah tersebut memiliki kanopi berbentuk setengah lingkaran yang bening, tanaman merambat yang tumbuh keatas itu melilit satu sama lain dan membentuk pola bagaikan kaca berwarna, yang menjadi tempat masuknya cahaya.

Di dekat puncak kanopi, aku melihat sebuah gerbang. Gerbang berbentuk cincin itu dihiasi dengan hiasan-hiasan yang indah dan sebuah tanda salib membagi pintu itu menjadi empat bagian. Jalan menuju puncak pohon pasti ada dibalik gerbang itu.

Dengan memegang Greatswordku dengan kedua tanganku, aku mengambil nafas. Sambil menempatkan tenaga dikaki, aku mengembangkan sayapku.

“- Maju!!”

Teriakku dengan keras kepada diriku sendiri, kemudian menendang tanah dengan kuat.

Sebelum aku sempat terbang untuk satu detik, terlihat satu keanehan pada cahaya yang masuk melalui kanopi diatas. Satu bagian dari jendelanya itu brubah menjadi putih dan berbuih seakan mendidih, tampaknya akan terjadi sesuatu. Dalam sekejap, bagian itu jatuh dan mengambil wujud seperti manusia, dan mengembangkan empat sayap bercahaya sambil mengaum.

Badan penjaga yang besar itu ditutupi sepenuhnya dengan armor berwarna perak, kepalanya ditutupi dengan topeng bagaikan cermin, sehingga mukanya tidak terlihat. Tangan kanannya memegang pedang yang lebih besar dari milikku. Tidak diragukan lagi, ini adalah penjaga yang Lyfa katakan.

Ksatria penjaga itu memalingkan wajahnya padaku yang sedang terbang keatas dengan cepat, dan kemudian menukik turun dengan berteriak sebagai ganti suara manusia yang tidak dimilikinya.

“Jangan halangi aku!!”

Aku berteriak dan mengayunkan pedangku. Jarak diantara kami pun hampir tidak ada, muncul perasaan dingin yang memainkan otakku, perasaan lancar itu adalah perasaan yang selalu kurasakan pada saat aku bertarung hingga batas kemampuanku di dunia itu. Wajahku terpantul di topengnya pada saat aku berhadapan dengannya, lalu aku mengayunkan pedangku kebawah tanpa ragu-ragu.

Pedang ksatria penjaga itu dan milikku bersilangan satu sama lain ditengah udara, dan ruangan itu terguncang oleh cahaya yang bagaikan petir. Ksatria itu mengangkat pedangnya yang terpantul ke atas kepalanya dan bersiap untuk menyerang kembali, tapi aku membiarkan pedangku bergerak dengan sendirinya dan menyerang dada ksatria itu. Aku menangkap leher ksatria yang lebih besar dua kali dariku dengan tangan kiriku, sambil menjaga jarak yang dekat dengannya.

Pada saat melawan monster yang dikendalikan oleh komputer, aku akan mencari tahu seberapa jauh jarak serangannya dan kemudian menjaga jarak agar selalu berada diluar jarak serangannya, tetapi untuk kasus monster yang berukuran besar, sering kali kelemahannya muncul pada saat yang tidak tepat. Tentu saja, sangat berbahaya untuk mempertahankan posisi itu untuk waktu yang lama, tapi akan ada waktu dimana dia akan mencoba untuk pulih setelah kuda-kudanya hancur.

Dengan menggunakan pedang ditangan kananku, aku menusuk bagian leher ksatria yang tidak terlindungi apa-apa.

“Raaa!!”






Aku mengepakkan sayapku dengan kencang, dan mengalihkan seluruh berat tubuhku untuk mendorong pedangku. Gatsu!! Pedangku menembus leher ksatria itu dengan suara benda keras yang pecah.

“Gogaaaaa!!”

Tidak seperti penampilannya yang mengagumkan, ksatria itu mengeluarkan auman yang liar, kemudian menjadi kaku. Setelah itu, badan besarnya diselimuti oleh «End Frame», dan hancur dengan cepat.

“- Aku dapat melakukannya!!”

Hatiku bersorak gembira. Status ksatria penjaga itu masih lebih rendah dari pada boss monster yang ada disetiap lantai SAO. Dalam pertarungan satu-lawan-satu, aku mempunyai keuntungan.

Aku mengibaskan api putih yang masih menempel pada ku dan melihat ke arah gerbang diatas. Aku melihat pemandangan yang membuat senyum senyum diwajahku seakan membeku.

Kanopi yang besar itu seperti berada dalam keadaan yang kacau balau, muncul banyak ksatria yang ditutupi armor silver dari Stained Glass yang ada diatas sana. Mereka ada lusinan - tidak, mereka ada ratusan.”

“- Uoooooo!!”

Aku menyadarkan diriku yang gentar sesaat dan kemudian berteriak. Tidak peduli seberapa banyak yang datang, aku hanya perlu memmbunuh mereka semua. Aku mengepakkan sayapku dan kemudian melesat kencang.

Beberapa dari ksatria yang baru saja lahir, menuruni kanopi dan berusaha menghadangiku. Aku membidik ksatria yang berada didepan dan menggerakkan pedangku.

Kali ini, aku berusaha untuk menghindari hilangnya keseimbangan yang disebabkan bersilangnya pedang ku dengan pedang ksatria itu, dan memusatkan konsentrasiku pada ujung pedang milik lawan, aku memutar tubuhku, dan kemudian menghindarinya. Tidak berhasil menghindari serangan itu sepenuhnya, pedang musuh menggores pundakku dan menyebabkan damage yang kecil, tapi aku mengabaikannya, dan memfokuskan diri untuk menyerang musuhku.

Pedang ku yang besar bergerak dalam garis lurus, membentur topeng musuh, dan membunuh musuh keduaku. Api putih keluar dari dalam badannya, sebelum efek itu hilang, ksatria lain datang dan menggantikan posisinya.

Ksatria itu memulai serangannya, aku menggertakkan gigiku. Setelah memutuskan bahwa aku tidak mempunyai cukup waktu untuk menghindarinya, aku mengangkat tangan kiri ku dan menghadangnya dengan armorku.

Aku melihat HP barku berkurang 10% disisi kiri penglihatanku, hal ini disebabkan oleh serangan yang seakan membentur tulang itu. Tapi ayunan pedang musuh itu teralihkan oleh tangan kiriku, sehingga kuda-kudanya hancur. Sambil membidik lehernya, ku ayunkan pedang yang ada ditangan kananku.

Tapi kali ini kecepatanku berkurang, sehingga aku tidak bisa membunuhnya dalam satu serangan. Terlebih lagi, muncul satu ksatria yang melesat dari samping kanan. Aku memutarkan tubuhku kearah kanan dan menendangkan kaki kiriku pada kepala ksatria yang sudah rusak itu.

Memiliki status «Swordsman» Kirito terbawa kedunia ini adalah sebuah keberuntungan bagiku, termasuk keterampilan bertempur tanpa senjata yang kukira tidak akan berguna disini. Tendanganku menghabiskan sisa HP ksatria itu. Badannya yang besar diselimuti api putih, dan mengeluarkan teriakan yang terganggu oleh efek itu.

Aku menghalang pedang ksatria ketiga dengan pedang ku pada saat-saat terakhir.

“Seaaaa!!”

Sambil berteriak, aku mengepalkan tangan kiriku dan meninju topeng cerminnya. Krack!! Dengan suara itu muncul retakan pada tempat yang mengalami benturan dan ksatria itu mengeluarkan teriakan seakan menderita.

“Pergi!! Pergi dari hadapanku!!”

Teriakku. Perasaan ini tidak seperti pada saat melawan pasukan Undine di Jötunheimr, melainkan sebuah dorongan kuat untuk menghancurkan menguasai ku. Pedang di tangan kananku menebas leher ksatria itu, kemudian aku meninju ksatria itu dengan tangan kiri ku terus -menerus.

Itu benar - Aku pernah tinggal di dunia ini. Berkelana sendirian dibagian paling dalam dungeon, bertarung disamping kematian untuk menempa jiwaku, aku menggunakan mayat-mayat monster itu untuk membangun kuburanku dan terus mengayunkan pedangku.

Tinjuku akhirnya berhasil menghancurkan topeng ksatria itu, dan menyemburkan cahaya yang terang benderang. Aku masih dikuasai oleh keinginan untuk menghancurkan itu, kemudian aku menikamkan tangan kiriku ke arah cahaya itu. Ketika tanganku berhasil menembus kepalanya, badan ksatria itu meleleh dan hancur, kemudian api putih menyelimuti tubuhku.

Pada saat itu, hatiku terasa sekeras dan segersang batu. Menyelesaikan game atau membebaskan pemain tidak penting lagi bagiku. Aku menolak orang lain dan kemudian mendorong diriku ke petermpuran berikutnya.

Empat atau lima ksatria itu mengangkat pedangnya yang bercayaha, kemudian mereka menjatuhkan diri dengan suara bagaikan burung yang memberitahukan pertanda buruk. Senyuman yang bengis muncul di wajahku, dan aku meleset kearah ksatria-ksatria itu dengan sayapku yang membelah udara. Semua syaraf ditubuhku bergetar saking cepatnya, getaran listrik yang menghubungkan badanku dengan otakku menjadi percikan putih yang melintasi penglihatanku.

“Uoooaaaaa!!”

Dengan teriakan yang menggelora, aku mengayungkan pedang yang kupegang dengan dua tangan ini secara horizontal. Aku menangkis pedang ksatria-ksatria itu. Kemudian berputar seperti kincir angin, aku melesat cepat hingga kebatas kemampuanku dan membidikkan pedangku pada leher ksatria-ksatria itu.

Chop, Chopp!! Setelah mengeluarkan suara yang tumpul, kedua kepala yang memakai topeng kaca itu terbang diudara. Api yang muncul pada saat terakhir mereka, membentuk mawar putih yang kemudian membasuhi kewarasanku , dan mengirimkan lebih banyak rasa panas ke seluruh tubuhku.

Aku bisa melihat nyawaku yang berada di dekat kematian. Melempar diriku sendiri ke dalam menit-menit akhir pertempuran, dengan semangat yang membara sampai akhir, kemudian gagal dan jatuh, aku pikir itu adalah satu-satunya jalan untuk menebus orang-orang yang mati didepan mataku.

Aku berbalik, dan tanpa mengurangi kekuatan putaranku, aku menggunakan ujung kaki kananku untuk menyerang seperti bor. Kakiku menghantam bagian dada ksatria itu, kemudian aku merasakan kelembaban yang lembut pada saat kakiku menembus badan ksatria itu dengan suara yang tidak enak didengar. Pada saat badanku sedang berhenti ditengah «End Frame» ksatria yang baru saja kukalahkan, muncul dua pedang yang mendekatiku dari arah kiri dan kanan seperti sebuah gunting. Aku menghadang pedang yang ada diarah tanganku dengan pedangku, dan pedang yang ada kiriku dengan tangan ku, kemudian aku membalasnya tanpa memperhatikan HP bar milikku.

Dengan cepat, aku menangkap pergelangan tangan ksatria yang ada di samping kanan ku,

“Guuuuooooo!!”

Sambil berteriak, aku mengayunkan ksatria yang kanan keatas kepalaku dan menabrakkannya dengan ksatria yang ada di kiri. Kemudian aku menikam kedua ksatria yang sedang dalam posisi terkunci itu, dan memberikan mereka damage yang fatal.

Aku pikir, aku dapat terus bertarung dan membantai semua musuh yang muncul. Pada saat itu, aku membakar diriku dengan api seorang pembunuh, kemudian menempa hati menjadi sekeras batu -.

Tidak - bukan seperti itu...

Ada pula orang-orang yang tanpa putus asa menyiramkan air pada hatiku yang gersang. Klein, Agil, Silica, Lisbeth, dan Asuna.

Aku... Aku akan menolong Asuna, aku datang kesini, untuk membuat dunia itu benar-benar berakhir -

Aku mengangkat kepalaku dan berputar ke arah kanopi diatas, aku melihat gerbang batu yang ternyata sudah cukup dekat.

Saat aku berjuang terbang kesana, sesuatu menusuk kakiku.

Itu adalah anak panah yang dingin, dan bercahaya. Seakan mereka sudah menungguku untuk berhenti bergerak, anak panah berjatuhan bagaikan hujan. Aku terkena dua, tiga panah berturut-turut, dan HPku berkurang sangat banyak.

Aku tidak tahu sejak kapan, tetapi pada saat aku melihat ke sekelilingku, ksatria-ksatria penjaga itu sudah mengepungku dari jauh, mereka semua menunjuk ku dengan tangan kiri mereka, dan melantunkan mantra-mantra sihir dengan suara yang aneh. Kemudian gelombang kedua anak panah cahaya terbang kearahku dengan suara nyaring.

“Uooooo!”

Aku mengayunkan Greatswordku disekitarku, memblokir banyak anak panah, tetapi masih ada beberapa yang mengenaiku, membuat HP ku jatuh ke dalam zona kuning. Aku mengangkat wajahku, dan melihat gerbang itu.

Sangat sulit untuk mengalahkan musuh jarak jauh sendirian. Aku terbang kedepan, mencoba untuk menerobos dan mencapai gerbang itu. Anak-anak panah cahaya itu terus menusuki badanku, tapi tujuanku ada di depan sana. Menahan serangan-serangan itu, aku menjulurkan tangan kiriku untuk menyentuh gerbang batu itu.

-

- Tapi.

Beberapa detik yang lalu, aku merasakan benturan yang keras di punggungku. Pada saat aku berbalik, seorang ksatria penjaga mendekat dengan senyuman ku yang rusak bentuknya melihat kearahku, dia telah menusukkan pedangnya ke punggungku. Postur terbangku hancur dan percepatanku turun.

Lalu, bagaikan sekelompok burung berwarna putih yang menukik untuk memangsa, lusinan ksatria penjaga itu melesat maju dari segala arah. Dengan suara Dotsu-dotsu, badanku ditusuk pedang demi pedang. Aku tidak sempat memeriksa HPku.

Tiba-tiba penglihatanku terisi oleh api hitam yang terang. Butuh waktu agak lama untuk menyadari bahwa api itu adalah «End Frame»ku sendiri. Di atas api itu, terdapat tulisan berwarna ungu yang muncul. [You are dead].

Beberapa saat kemudian, terdengar suara datar dan badanku menghilang.

Seperti mematikan saklar satu demi satu, aku tidak bisa merasakan badanku lagi.

Ketika aku terbunuh pada pertarungan terakhir melawan Heathcliff di lantai 75 Aincrad. Aku mengingatnya dengan jelas ketika aku jatuh. Ketika ingatan akan hal itu terputar ulang di dalam kepalaku, perasaan terror yang hebat menyelimutiku.

Tapi tentu saja, kesadaranku tidak terganggu. Apakah aku setengah sadar? Aku pernah merasakan «mati di dalam game», tapi tidak pernah merasakannya lagi setelah masa beta test SAO.

Perasaan ini sangat aneh. Penglihatanku mulai kehilangan warnanya dan memudar menjadi ungu monoton. Di tengah-tengah penglihatanku terdapat huruf-huruf berwarna seperti warna peringatan sistem yang berbunyi [Remaining Revival Time] dengan angka yang terus berkurang di samping kanannya. Di sisi jauh penglihatanku, terlihat para ksatria penjaga yang tampaknya puas setelah membunuhku dan kembali ke kanopi yang berada di atas.

Aku tidak dapat merasakan tangan dan kakiku. Aku tidak dapat bergerak, yang tersisa dari diriku hanyalah bara api dari Remain Light milikku, seperti milik player lain yang kubunuh di dunia ini. Aku tersesat dalam ketidak berdayaan, kesedihan, dan ketidak berhargaan.

Ya - Aku sangat menyedihkan. Mungkin di suatu tempat di dalam hatiku, aku masih merasa bahwa ini hanyalah sebuah game, dan mungkin ini adalah ganjaran karena aku merasa seperti itu. Bagaimanapun juga, kekuatanku hanyalah angka-angka yang berada di data statusku. Namun, diatas batas-batas game, melebihi batas-batasan itu , aku berpikir aku dapat melakukan segalanya.

Aku ingin bertemu Asuna. Aku ingin memeluknya dengan tanganku, untuk melepaskan pikiran dan perasaan ini dan merasa terobati. Tapi saat ini, tanganku tidak dapat mencapainya.

Detik yang ditunjukkan terus berkurang. Aku bertanya-tanya, apa yang akan terjadi ketika detik itu menjadi nol, aku tidak bisa ingat.

Tidak peduli apapun yang terjadi, hanya ada satu hal yang dapat aku lakukan. Aku akan merangkak kembali ketempat ini dan menantang ksatria-ksatria penjaga itu lagi. Tidak peduli berapa kali aku gagal, bahkan jika aku tidak bisa menang - bahkan hingga jiwa ku lelah, sampai aku hilang dari dunia ini - …

Pada saat itu, muncul sebuah bayangan hitam melintasi pandanganku yang melihat kebawah.

Seseorang masuk ke dalam kubah yang terbuka ini dan terbang kearahku dengan kecepatan yang luar biasa.

‘Jangan kesini’, aku berusaha untuk berteriak, tapi suaraku tidak keluar. Melihat ke arah kanopi yang berada diatasku, aku melihat kanopi itu sekali lagi mengeluarkan warna putih dan memproduksi ksatria-ksatria penjaga itu lagi.

Raksasa putih itu berteriak saat mereka melewati sisi ku dan melesat tepat ke arah penyusup itu. Dari pengalamanku sebelumnya, aku sudah tahu bahwa satu orang saja tidak akan bisa menghadapi mereka. ‘Cepat, pergi dari sini’, aku berdoa dengan sungguh-sungguh, tapi bayangan itu melesat cepat tepat kearah ku.

Ksatria-ksatria penjaga yang berada dibarisan depan mulai menggenggam pedang mereka dan turun secara berurutan untuk menyerang. Dengan gerakan yang cepat dan tajam, penyusup itu menghindari serangan mereka, tapi serangan yang tertunda waktu itu akhirnya menyentuh sang penyusup. Badannya yang lemah itu jatuh dan terguling.

Tapi penyusup itu memanfaatkan hal ini untuk maju lebih jauh, menyelinap melewati barisan ksatria-ksatria itu dan terus terbang keatas. Saat penyusup itu sudah mulai mendekati ku, muncul lebih banyak ksatria yang mencoba menghentikannya, dengan berpaduan suara yang aneh, mereka terbang disekitar.

Tangan kanan bayangan itu memegang sebuah Katana, tapi dia hanya menggunakannya untuk bertahan. Menghindari kelompok-kelompok musuh dan menangkis dengan gerakan yang mempesona, dia semakin dekat. Dia terbang mati-matian kesini.

Pada saat dia tiba didepanku, air matanya bertaburan dan kemudian berteriak:

“- Kirito-kun!!”

Dia adalah Lyfa. Gadis Sylph itu kemudian menjulurkan tangannya dan memelukku dengan erat menggunakan kedua tangannya.

Kami berdua sudah sangat dekat dengan gerbang itu, tetapi ksatria-ksatria itu tidak membiarkan kami untuk maju lebih jauh, mereka berkumpul di langit, dan menciptakan tembok tebal berlapis-lapis yang terbuat dari makhluk hidup. Tapi, setelah mengamankanku, Lyfa berbalik dan terbang dengan cepat, kali ini mengarah lurus menuju pintu keluar.

Dari arah belakang, mantra-mantra bagaikan kutukan mulai diucapkan. Seketika, anak-anak panah terbang kemari. Lyfa terbang kesana-kemari, menghindari bidikan musuh, tapi anak panah yang jatuh sangat banyak sehingga tidak mungkin untuk menghindari semuanya. Satu dari anak panah yang banyak itu mengenainya, bahkan Aku merasakan goncangannya.

“Ug...!!”

Lyfa tersedak, tetapi kecepatan menukiknya tidak berkurang sama sekali. Tubuh Lyfa tertusuk anak-anak panah secara berurutan. Dalam pandanganku, HPnya berkurang setengah dengan cepat.

Tidak hanya anak panah cahaya yang mengejar kami. Ada dua ksatria penjaga yang mengejar dengan cepat dan marah. Aku dapat melihat pedang turun dari kiri dan kanan membentuk tanda silang.

Lyfa berputar dengan cepat, menghindari satu pedang, tapi, pedang yang lain mengenainya tepat di punggungnya.

“Ah...”

Lyfa berteriak, kemudian terlempar seperti bola, lalu jatuh ketanah. Setelah melambung beberapa kali, kami meluncur diatas tanah, dan kemudian berhenti. Setelah itu, beberapa ksatria turun untuk memberikan serangan akhir.

Lyfa mendorong tubuhnya keatas dengan tangannya yang bergetaran, dan kemudian mengepakkan sayapnya sekali lagi. Hal itu membuatnya berguling kedepan - cahaya yang terang tiba-tiba memenuhi penglihatanku. Kami berdua sudah ada di depan kubah.

Penulis : Rulli Rhamananda ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Sword Art Online Jilid IV BAB VII (Bagian II) ini dipublish oleh Rulli Rhamananda pada hari Kamis, 22 November 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Sword Art Online Jilid IV BAB VII (Bagian II)
 

0 komentar:

Posting Komentar