Asuna selalu menyetel alarm paginya ke pukul tujuh lewat lima puluh.
Jika kamu bertanya mengapa pada pukul tersebut, ini karena alarm pagi Kirito yang berbunyi tepat pada pukul delapan.
Pagi ini, Asuna sekali lagi terbangun dengan suara lembut dari instrumen tiup kayu dan terus berbaring, menatap wajah tidur Kirito sambil merebahkan kepalanya di atas tangannya.
Dia jatuh cinta setengah tahun yang lalu. Mereka menjadi partner clearing dua minggu yang lalu. Dan baru enam hari berlalu semenjak mereka menikah dan pindah ke tempat ini, di dalam hutan lantai ke dua puluh dua. Meskipun sebagai pasangan tercintanya, masih banyak hal tentang Kirito yang tidak dia ketahui. Sempat, sambil mengintip wajah tidurnya, dia pelan-pelan menjadi ragu akan usianya.
Baru beberapa waktu lalu, karena sifatnya yang tidak peduli dan suka menyendiri, ia menduga bahwa dia seharusnya lebih sedikit tua darinya. Namun, melihat kirito, lelap dalam tidur, dengan kepolosan yang begitu naif, membuat dirinya hanya dapat dilihat seperti anak yang masih kecil, tidak lebih tua dari dia.
Menanyakan hal seperti usia mungkin— bukanlah masalah. Namun, melanggar batas ke permasalahan di dunia nyata kuranglah disukai, dan lagipula, keduanya telah menjadi suami istri. Daripada usia, bertemu lagi setelah kembali ke dunia nyata, bertukar informasi dari nama dan alamat asli sampai ke rincian kontak, akan lebih meyakinkan.
Namun tetapi, Asuna kurang cukup berani untuk mengatakannya dengan suara keras.
Dia takut kalau membicarakan permasalahan dunia nyata, «kehidupan pernikahan» ini akan terasa hanyalah seperti khayalannya yang bukan-bukan. Untuk Asuna yang sekarang, satu kenyataan yang paling penting baginya, adalah hari-hari lembut di rumah hutan ini; bahkan jika tidak bisa lari dari dunia ini, dengan tubuh mereka yang di dunia nyata menyambut kematian, ia masih akan tetap puas, dapat terus hidup seperti ini sampai akhir, meninggalkan dunia ini tanpa penyesalan.
Itulah sebabnya dia enggan untuk bangun dari mimpi ini dulu— Berpikir demikian, Asuna perlahan mengulurkan tangannya dan membelai wajah tidur Kirito.
Biarpun begitu, wajah tidur itu memanglah kekanak-kanakan.
Pada saat ini, sudah memang sewajarnya kemampuan Kirito tidak perlu diragukan. Dengan jumlah pengalaman yang sangat besar dari saat bermain pada masa beta test, serta status numerik yang didapat lewat pertempuran yang tidak ada hentinya, dan menggunakan semua itu secara efektif, penilaian dan tekad. Dia mungkin kalah kepada pemimpin Knight of the Blood, «Holy Sword» Heathcliff, tapi Kirito adalah pemain terkuat yang pernah di kenal Asuna. Meski bagaimanapun meburuknya kondisi di medan perang, dia tidak akan pernah merasa takut dengannya yang berada di sisinya.
Namun, saat ia menatap Kirito yang baring tergelung, entah bagaimana ada satu perasaan yang dengan begitu kuat berusaha untuk keluar dari dadanya bahwa dia hanya seperti adik kecil yang naif dan rapuh. Perasaan bahwa ia harus melindunginya.
Sambil bernafas dengan lembut, Asuna membungkuk, menyelubungi tubuh Kirito dengan tanganya. Dengan pelan dia kemudian berbisik.
“Kirito… Aku cinta kamu. Tinggallah bersamaku selamanya, oke?”
Pada saat itu, Kirito bergerak dengan pelan, dan perlahan membuka kelopak matanya. Pasangan itu saling bertukar pandang, dengan wajah mereka yang didepan satu sama lain.
“Waa!!”
Asuna segera mundur dengan panik. Mengalihkan dirinya ke sikap berlutut pada tempat tidur, dia kemudian berbicara dengan wajah yang tersipu malu.
“Se-Selamat Pagi, Kirito, …Apakah kamu… dengan yang baru aku bilang…?”
“Selamat pagi. Tadi… eh, emang ada apa?”
Menghadap Kirito yang bangkit dan menjawab sambil menahan menguap, Asuna dengan kuat menggoyangkan-goyangkan tangannya.
“T-Tidak, tidak ada apa- apa!”
Menyelesaikan sarapan pagi telor ceplok tengan roti gandum, salad dan kopi dan merapikan meja dalam beberapa detik, Asuna kemudian menepuk kedua tangannya.
“Baiklah! Kemana kita akan bermain hari ini?”
"Oh, kamu."
Dan Kirito tersenyum kecut.
"Jangan membicarakan hal itu dengan begini,"
"Tapi setiap hari telah sangatlah menyenangkan!"
Ini adalah pemikiran Asuna yang nyata dan murni.
Berpikir kebelakang hanyalah membawa duka, tetapi dalam satu setengah tahun, dari saat ia menjadi tawanan SAO sampai ia jatuh cinta dengan Kirito, Asuna telah menempa dan mengeraskan hatinya.
Mengorbankan tidur untuk meningkatan skillnya, dipilih menjadi sub-leader dari clearing guild, Knights of the Blood, dia telah terjun ke banyak labirin dengan begitu cepatnya bahkan cukup untuk membuat anggotanya menyerah pada sesekali.
Semua yang ada dihatinya itu hanyalah semata mata untuk menyelesaikan game ini dan melarikan diri; sehingga ia berkesimpulan bahwa semua aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan itu adalah sia sia.
Dengan pemikiran yang seperti ini, Asuna tidak bisa berbuat apa apa kecuali menyesal tidak bertemu Kirito lebih awal. Hari- hari setelah bertemu dengan Kirito sangatlah berwarna, penuh dengan begitu banyak kejutan yang bahkan melewati kehidupannya yang lalu di dunia nyata. Jika bersama Kirito, semua waktu yang telah dihabiskan disini dapat dianggap sebagai pengalaman yang langka.
Itulah sebabnya bagi Asuna, akhirnya bisa mendapakatkan hari dimana mereka berdua dapat menghabiskan waktu bersama, tiap tiap detik dapat dianggap perhiasan berharga dengan sendirinya. Dia ingin pergi, sebagai pasangan, ke banyak dan lebih banyak tempat lagi bersama dan membicarakan banyak hal yang berbeda.
Asuna meletakkan tanganya di pinggang dan berbicara sambil cemberut.
“Apakah Kirito-kun tidak ingin pergi ke suatu tempat dan bermain?”
Dalam menanggapi itu, Kirito tersenyum lebar dan melambaikan tangan kirinya, memanggil peta. Mengubahnya menjadi modus visible, dia menunjukkannya kepada Asuna
"Tepat disekitar ini."
Apa yang ditunjuk adalah sudut hutan, tidak terlalu jauh dari rumah mereka.
Menjadi salah satu dari lantai bawah, Lantai ke-dua puluh dua cukuplah luas. Diameter dari seluruh wilayah ini mungkin lebih dari delapan kilometer. Sebuah danau raksasa berada di tengah dan sampai ke pantai selatan, disana terdapat kota utama, «Coral» Village. Di pantai utara terdapat labyrinth. Sisa dari wilayah tersebut ditutupi oleh hutan konifera yang indah. Rumah kecil milik Asuna dan Kirito berada di dalam sebuah area di tepi selatan lantai ini, dan apa yang sekarang ditunjuk Kirito sekitara dua kilometer jauhhnya, di arah timur laut.
"Ini adalah tentang rumor yang aku dengar di desa kemarin.. Dibagian ini, dimana hutan menebal...”itu” tampaknya akan keluar."
"Hah?"
Kepada Kirito yang sedang tersenyum halus, Asuna dengan ragu menjawab.
"Apanya?"
"...H-Hantu."
Asuna diam sejenak, dengan takut dia bertanya
"...Itu berarti, seekor monter dari tipe Astral?Sesuatu seperti roh atau banshee?"
"Bukan, ini hantu asli. Seorang player... jadi, roh manusia. Sepertinya seorang wanita."
"Aah..."
Asuna tanpa sadar menjengit. Mengarah ke topik seperti ini, Asuna hanya yakin bahwa dia akan terpengaruh jauh lebih buruk dari rata-rata orang. Dia cukup tidak baik dengan itu bahkan sampai memikirkan alasan yang sembarangan untuk tidak mengikuti clearing labirin kastil tua, membentangi lanti enam puluh lima dan enam puluh enam yang terkenal karena tema horornya.
“T-Tapi lihat, ini adalah dunia maya permainan. Sesuatu seperti— hantu keluar, sesuatu seperti ini tidak akan pernah terjadi.”
Memaksa dirinya untuk tetap tersenyum, dia mulai memprotes dengan suara keras.
“Paling cuma sedikit dari itu yang benar, ya…”
Namun untuk Kirito, yang tahu bahwa Asuna lemah terhadap hantu, ia dengan antusias lanjut menyerang.
“Misalnya… Seorang pemain yang mati dengan penyesalan, merasuki NervGear yang masih dipakai dan aktif… mengeluyuri wilayah, malam demi malam…”
“Hentik--!”
“Wahahaha, maaf, ini hanya lelucon buruk. Yah, aku ragu kalau roh akan benar-benar muncul, tapi kalau kita mau pergi ke suatu tempat, lebih baik menuju ke tempat yang lebih tinggi memiliki kemungkinan untuk terjadi sesuatu, kan?”
“Aaah…”
Mengerutkan bibirnya memberi muka masam, Asuna mengganti fokusnya ke luar jendela.
Meskipun musim dingin yang mendekati, cuacanya sangat baik. Sinar matahari terasa hangat dan lembut, membasuh halaman kebun. Waktu yang paling tidak cocok untuk acara seperti penampakan hantu. Karena bagaimana Aincrad terancang, meskipun tidak mungkin untuk melihat matahari secara langsung kecuali pada awal pagi dan sore, berkat pencahayaan sekitar yang memadai, wilayahnya jelas ternyala.
Asuna berbalik ke arah Kirita dan menjawab, dengan kepalanya yang terangkat tinggi.
“Baiklah, Mari kita pergi. Untuk membuktikan kalau sesuatu seperti hantu tidaklah nyata.
“Jadi begitu, --Kalau kita tidak menemukannya hari ini, lain kali kita akan pergi di tengah malam, oke?”
“Tidak mungkin!! ….Aku tidak akan membuatkan makanan untuk orang yang jahat seperti itu.”
“Gah, lupakan itu. Kau tidak mendengar apa-apa.”
Bercemberut kepada Kirito untuk terakhir kalinya, Asuna kemudian tersenyum lebar dan tertawa.
“Nah, mari kita selesaikan persiapan. Aku akan memanggang ikan, jadi Kirito-kun potong rotinya, oke?
Dengan cepat memasukkan kotak makan siang dengan burger ikan,sekitar jam sembilan pagi ketika mereka meninggalkan rumah.
Melangkah ke rumput di kebun, Asuna berbalik kembali ke Kirito dan berbicara.
"Hei, biarkan aku naik di bahumu."
"Biarkan kamu naik di bahuku!?"
Kirito menjawab liar, kembali bertanya.
"Kau lihat, selalu melihat dari ketinggian yang sama serasa membosankan seharusnya menjadi lebih mudah dengan status kekuatan fisik Kirito-kun, kan?."
"Baiklah, mungkin itu benar ... Ya ampun, berapa umurmu ..."
"Usia tidak ada hubungannya dengan itu Bukankah itu benar? Lagipula tidak ada yang melihat."
"Ba-baiklah, kurasa .."
Terkejut, Kirito berjongkok dan berbalik ke arah Asuna sambil geleng-geleng kepala. Mengangkat roknya, dia mengangkat kakinya ke bahu.
"Di sana kita pergi. Tapi aku akan pastikan untuk memukulmu jika kamu melihat ke belakang, Ok.."
"Bukankah jadi tidak masuk akal ...?"
Menggerutu tentang situasi, Kirito dengan gesit berdiri, sehingga tampak kenaikan dalam sudut pandang.
"Waa! Lihat, kamu bahkan dapat melihat danau dari sini!"
"Aku tidak bisa melihatnya!"
"Kalau begitu aku akan melakukannya untukmu nanti juga."
"..."
Menempatkan tangannya di atas kepala Kirito, yang telah merosot lebih karena kelelahan atas kejadian tersebut, Asuna berbicara.
"Sekarang, saatnya untuk berangkat!"
Tertawa riang kapal bahu Kirito, yang terus berjalan ke depan, Asuna mampu memahami betapa berharganya hari ini, mampu hidup bersama. Dia sepenuh hati bisa percaya bahwa ini adalah saat ia merasa paling «hidup» di semua tujuh belas tahun dari hidupnya.
Berjalan di sepanjang jalan-Kirito adalah satu-satunya yang benar-benar berupaya, tapi-Setelah sekitar sepuluh menit, salah satu danau yang menghiasi lantai dua puluh dua akhirnya datang di hadapan. Mungkin tergoda akan cuaca lembut, sudah ada beberapa player yang berada di sana sejak pagi, casting ke danau, umpan menggantung di air. Jalan meringkuk di sekitar danau, menuju tanjakan, cukup jauh dari tepi danau. Tapi saat mereka mendekat, melihat player yang berpaling ke arah mereka dan melambaikan tangan. Tampaknya setiap orang yang mereka lihat tersenyum pada mereka dan beberapa bahkan tertawa keras.
"... Ini tidak seperti yang banyak orang lihat!"
"Ahaha, sehingga ada orang-orang di sekitar ... Hei, Kirito-kun, lambaikan tangan pada mereka juga."
"Tidak ada cara aku akan melakukannya."
Meski mengeluhkan, Kirito tidak menunjukkan tanda-tanda ingin membiarkan Asuna turun. Asuna mengerti bahwa dia benar-benar geli oleh pergantian peristiwa.
Jalan ke bawah yang miring, ke arah kanan, menuju ke dalam hutan. Tentu melalui celah antar pohon konifer besar yang menyerupai cedar, menjulang di atas segalanya, mereka berjalan beriringan. Gemerisik daun, dan kicau burung kecil terdengar di sungai kecil. Semua suara ini menjabat sebagai pelengkap untuk pemandangan hutan, yang menjadi satu dalam warna-warna musim gugur.
Asuna berpaling matanya ke arah puncak pohon, yang lebih dekat daripada biasanya.
"Pohon itu pasti besar ... Hei, apakah kamu pikir kamu bisa mendaki itu ...?"
"Hm ... Mm ..."
Dalam menanggapi permintaan Asuna tersebut, Kirito memikirkannya untuk sementara waktu.
"Ini mungkin dalam batas-batas dari sistem ... Ingin mencobanya?"
"Nah, mari kita tinggalkan itu untuk waktu berikutnya-Sekarang. Aku berpikir tentang mendaki."
Asuna membentangkan tubuhnya yang berada pada bahu Kirito dan memandang ke arah tepi luar Aincrad, melalui celah-celah di antara pepohonan.
"Hal-hal di sekitar tepi, orang-orang yang terlihat seperti mendukung, mereka terhubung sepanjang jalan ke lantai berikutnya, benar? aku bertanya-tanya ...? Apa yang akan terjadi jika kita naik dari situ?"
"Ah, aku pernah mencoba itu sebelumnya."
"Eeh!?"
Mengendalikan tubuhnya, dia berbalik dan menatap Kirito.
"Kenapa kau tidak mengundangku juga."
"Yah, itu ketika kita tidak mengenal satu sama lain dengan baik."
"Apa, itu hanya karena Kirito-kun terus melarikan diri."
"... A-Apakah aku benar-benar melakukan hal tersebut?"
"Itu benar aku selalu mencoba mengundangmu,. Tapi kau bahkan tidak mau menemaniku untuk minum teh."
"I-Itu ... Ba-baiklah, jika seperti itu."
Kemudian percakapan yang mulai aneh kembali ke topik semula, Kirito melanjutkan.
"Jika kau menilai berdasarkan hasil murni, itu adalah kegagalan. Memanjat dari bagian batu-batu yang kasar sangat mudah,. Tapi setelah naik sekitar delapan puluh meter, pesan kesalahan muncul, 'Anda tidak bisa melampaui daerah ini' dan membuatku jengkel. "
"Ah ha ha, jadi seperti yang diharapkan, kecurangan tidak bekerja, ya."
"Ini bukan bahan tertawaan, tanganku tergelincir. terkejut dan aku jatuh dari ketinggian ...."
"E-Eh!? Bukankah kamu bisa mati karena sesuatu seperti itu?"
"Ya. Aku pikir aku akan ditakdirkan mati dan tertulis dalam daftar pemain yang tewas dalam aksi, akan tetapi aku dengan segera menggunakan kristal teleport.."
"Ya ampun, itu berbahaya. Pastikan dirimu tidak mengulanginya, Ok?."
"Itulah yang ingin kukatakan!"
Berjalan-jalan sambil bertukar percakapan tanpa tujuan, hutan berangsur-angsur menjadi lebih padat. Bahkan teriakan burung yang mulai samar-samar, serta sinar matahari melalui pepohonan mulai memudar.
Asuna memandang berkeliling sekali lagi, ia mempertanyakan Kirito.
"Hei, itu ... tempat dalam rumor, apakah jalan itu?"
"Yah, itu ..."
Kirito melambaikan tangannya, memeriksa posisi mereka di peta.
"Ah, kita cukup dekat dengan tujuan kita dan akan mencapainya dalam beberapa menit.."
"Hmm ... Hei, tentang kasus ini, apakah ada rincian tentang hal tersebut?"
Dia tidak benar-benar ingin mendengar tentang hal itu, tapi tidak tahu apa yanng membuatnya seperti gelisah, dan mendorong dia untuk bertanya.
"Nah, sekitar seminggu yang lalu, seorang pengrajin kayu (woodcraft) telah datang ke sini untuk mengumpulkan beberapa kayu. Kayu yang dapat dipanen dari hutan ini adalah kualitas yang cukup bagus,. Dan sementara pemain sibuk dalam tugasnya , hari mulai gelap ... Pemain bergegas untuk kembali, tetapi tertutup oleh naungan pohon-pohon ... dan ada pemandangan sekilas putih. "
"..."
Ini sudah batas untuk Asuna, namun Kirito tanpa ampun melanjutkan.
"Pemain tersebut bingung, berpikir bahwa itu adalah rakasa, tapi rupanya bukan, itu itu adalah manusia, atau lebih tepatnya, seorang gadis kecil, dengan ciri-ciri yang di sebutkan.. E"Hmm ... Hei, tentang kasus ini, apakah ada rincian tentang hal itu?"
Dia tidak benar-benar ingin mendengar tentang hal itu, tapi tidak tahu apa-apa membuatnya seperti gelisah, mendorong dia untuk bertanya.
"Nah, sekitar seminggu kembali, seorang pengrajin kayu (woodcraft) pemain tampaknya telah datang di sini untuk mengumpulkan beberapa log The kayu yang dapat dipanen dari hutan ini adalah kualitas yang cukup baik,. Dan sementara pemain asyik dalam tugas , hari mulai gelap ... Pemain bergegas untuk kembali, tetapi tertutup oleh naungan pohon-pohon ... ada pemandangan sekilas putih. "
"..."
Ini sudah batas untuk Asuna, namun Kirito tanpa ampun terus.
"Pemain mendapat bingung berpikir bahwa itu adalah sebuah rakasa, tapi rupanya, bukan itu itu adalah manusia, atau lebih tepatnya, seorang gadis kecil, sebagai pemain telah disebutkan.. Panjang, rambut hitam pada pakaian putih. Perlahan berjalan menuju rumpun pohon. Kalau bukan rakasa, itu hanya bisa menjadi pemain, pemain berpikir, menatap padanya. "
"..."
"-Tidak ada kursor."
"Ee ..."
Sebuah teriakan lembut sengaja bocor keluar dari tenggorokannya.
"Tidak ada cara yang mungkin Meskipun berpikir bahwa, pemain semakin dekat.. Dan bahkan memanggilnya. Melakukan hal itu, gadis itu berhenti semua gerakan ... dia secara bertahap berbalik ke arahnya ..."
"Th-Th-Itu e-eno ..."
"Lalu, pria itu akhirnya melihat Gadis itu,. Sebagai cahaya bulan bersinar turun ke baju putihnya, pohon-pohon di sampingnya-bisa dilihat langsung melalui dirinya."
"-!!"
Menyesakkan jeritan, Asuna mencengkeram rambut ke Kirito erat-erat.
"Ini adalah akhir dari saya jika dia berbalik, dia berpikir dan lari. Akhirnya mendapatkan pergi cukup jauh untuk melihat cahaya dari desa, ia menduga bahwa ia aman dan berhenti ... mengi, ia berbalik untuk melihat ke belakang .. . "
"- H!?"
"Dan tidak ada siapa pun di sana Dan dia hidup bahagia selamanya.."
"... Ki-Ki-Kirito-kun, idiot-!!"
Melompat turun dari bahunya, dia mengangkat tinjunya, serius bersiap-siap untuk melepaskan pukulan di punggungnya-saat itu.
Jauh di dalam kedalaman hutan, suram, meskipun itu masih tengah hari, pada jarak dari pasangan, sesuatu yang putih mengintip mereka dari sisi batang pohon konifer.
Diserang oleh aura menyenangkan, Asuna menjadi membeku ketakutan. Bahkan jika itu tidak sebanyak itu Kirito, keterampilan persepsi Asuna itu juga, agak disempurnakan melalui pengalaman. Pasif Toggling penggunaan keterampilan, dia bisa meningkatkan kejelasan apa pun yang dia berfokus pada.
Sesuatu putih tampak berkibar tertiup angin. Itu bukan tanaman. Atau batu. Tapi kain. Atau dengan kata secara rinci, itu adalah salah satu bagian gaun dengan garis-garis yang berbeda. Mengintip keluar dari hem dua ramping, panjang kaki.
Gadis itu masih berdiri. Hampir sama Kirito telah dijelaskan, dia adalah seorang gadis muda mengenakan gaun satu potong putih, tidak bergerak, diam-diam menatap pasangan.
Merasa pingsan karena kesadarannya luntur, Asuna agak berhasil membuka mulutnya. Dia membiarkan keluar bisikan serak.
"Ki ... Kirito-kun, di sana."
Kirito segera diikuti tatapan Asuna itu. Segera, dia juga, membeku.
"Th-Ini harus menjadi kebohongan ..."
Gadis itu tidak bergerak. Berdiri kira-kira sepuluh meter dari pasangan, tatapannya tertuju pada mereka. Pada saat itu, Asuna menguatkan dirinya sendiri, berpikir bahwa ia pasti akan pingsan jika gadis itu datang lebih dekat.
Tubuh gadis itu bergoyang-goyah. Seperti boneka mekanis yang telah kehabisan energi, ia jatuh ke tanah, dengan gerakan seperti itu dari makhluk hidup. Sebuah bunyi cahaya lembut bergema keluar.
"Ada ..."
Saat itu, Kirito menyipitkan matanya.
"Tidak ada cara seperti itu hantu!"
Dan berlari sambil berteriak.
"Wa-Tunggu, Kirito-kun!"
Meskipun permohonan untuk berhenti dari Asuna yang tertinggal, Kirito bergegas menuju gadis jatuh, bahkan tanpa melihat ke belakang.
"Ya ampun!"
Asuna enggan berdiri dan mengejarnya. Meski hatinya masih gemetar, ia belum pernah mendengar tentang hantu yang bisa pingsan dan jatuh. Itu tidak bisa apa-apa kecuali pemain.
Terlambat beberapa detik, setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon konifera, dia menemukan gadis itu sudah membuai dalam lengan Kirito itu. Dia masih tak sadarkan diri. Matanya, dinaungi oleh bulu mata yang panjang, masih ditutup, dengan tangan lemah tergantung lurus ke bawah. Menatap dengan sungguh-sungguh atas sosoknya, dibungkus gaun, bagian satu Asuna menegaskan kembali bahwa itu tidak tembus dengan cara apapun.Rambut hitam panjang dengan pakaian putih. Perlahan berjalan menuju rumpun pohon. Jika bukan rakasa, itu hanya salah seorang player, player berpikir, dan melihat padanya. "
"..."
"-Tidak ada kursor."
"Ee ..."
Sebuah teriakan lembut sengaja keluar dari tenggorokannya.
"Tidak ada cara untuk memastikan. Meskipun berpikir, player tersebut semakin dekat.. Dan memanggilnya. Melakukan hal tersebut, membuat gadis itu ... dam dia secara bertahap berbalik ke arahnya ..."
"I-I-Itu cu-cuku ..."
"Lalu, pria itu akhirnya melihat Gadis itu,. Sebagai cahaya bulan bersinar turun ke baju putihnya, pohon-pohon di sampingnya-bisa dilihat langsung melalui dirinya."
"-!!"
Asuna mencengkeram rambut ke Kirito erat-erat.
"Ini adalah akhir dariku jika dia berbalik, dia berpikir dan lari. Akhirnya setelah pergi cukup jauh untuk melihat cahaya dari desa, ia menduga bahwa ia aman dan berhenti ... Kemudian, ia berbalik untuk melihat ke belakang .. . "
"- H!?"
"Dan tidak ada siapa pun di sana Dan dia hidup bahagia selamanya.."
"... Ki-Ki-Kirito-kun, idiot-!!"
Melompat turun dari bahunya, dia mengangkat tinjunya, bersiap-siap untuk melepaskan pukulan di punggungnya saat itu.
Jauh di dalam kedalaman hutan, yang suram, meskipun itu masih tengah hari, pada jarak dari pandangan, sesuatu yang putih mengintip mereka dari sisi batang pohon konifer.
Diserang oleh aura tidak menyenangkan, Asuna menjadi membeku ketakutan. Walaupun itu tidak seperti Kirito, keterampilan persepsi Asuna juga agak disempurnakan melalui pengalaman. Ketika <<Pasif Toggling>> digunakan , dia bisa meningkatkan kejelasan apa pun yang dia berfokus pada.
Sesuatu berwarna tampak berkibar tertiup angin. Itu bukan tanaman. Atau batu. Tapi kain. Atau dengan kata secara rinci, itu adalah salah satu bagian gaun dengan garis-garis yang berbeda. Sambil mengintip keluar dari hem sepasang kaki.
Gadis itu masih berdiri. Hampir sama sperti yang Kirito jelaskan, dia adalah seorang gadis muda mengenakan gaun satu potong putih, tidak bergerak, diam-diam menatap pasangan tersebut.
Merasa pingsan karena kesadarannya luntur, Asuna agak berhasil membuka mulutnya. Dia membiarkan keluar bisikan serak.
"Ki ... Kirito-kun, di sana."
Kirito segera diikuti tatapan Asuna itu. Segera, dia juga, membeku.
"I-Ini pasti bohongan ..."
Gadis itu tidak bergerak. Berdiri kira-kira sepuluh meter dari mereka, tatapannya tertuju pada mereka. Pada saat itu, Asuna menguatkan dirinya sendiri, berpikir bahwa ia pasti akan pingsan jika gadis itu datang lebih dekat.
Tubuh gadis itu bergoyang-goyah. Seperti boneka mekanis yang telah kehabisan energi, ia jatuh ke tanah. Sebuah bunyi cahaya lembut bergema keluar.
"Itu ..."
Saat itu, Kirito menyipitkan matanya.
"Tidak mungkin itu hantu!"
Dan berlari sambil berteriak.
"Tu-Tunggu, Kirito-kun!"
Meskipun permohonan untuk berhenti dari Asuna yang tertinggal, Kirito bergegas menuju gadis yang jatuh itu, bahkan tanpa melihat ke belakang.
"Ya ampun!"
Asuna dengan enggan berdiri dan mengejarnya. Meski hatinya masih gemetar, ia belum pernah mendengar tentang hantu yang bisa pingsan dan jatuh. Itu tidak mungkinkecuali pemain.
Terlambat beberapa detik, setelah mencapai tempat teduh di bawah pohon konifera, dia menemukan gadis itu sudah membuai dalam lengan Kirito itu. Dia masih tak sadarkan diri. Matanya, dinaungi oleh bulu mata yang panjang, yang tertutup, dengan tangan lemah tergantung lurus ke bawah. Menatap dengan sungguh-sungguh atas sosoknya, dibungkus gaun, dan Asuna menegaskan kembali bahwa itu tidak tembus dengan cara apapun.
0 komentar:
Posting Komentar