Sword Art Online Jidil III Bab IV (Bagian II)



“Sial!”

Lyfa tanpa sadar mengutuk keras keras, dan melompat dari tempat persembunyian ke tanah di tengah tengah jalan. Sihir Persembunyian terlepas di saat yang sama dan Kirito juga berdiri dengan kebingungan.

“Hei, hei, apa yang terjadi?”

“Itu sihir Pelacak Jejak Level tinggi! Kita harus menghancurkannya dengan cepat!”

Sambil berteriak keras, Lyfa merentangkan tangannya dan mulai merapal mantra. Setelah mantra yang cukup panjang, ujung jarinya melepaskan sejumlah jarum emerald berkilauan. Viii, bersuara di udara seiring jarum jarum itu menyerbu ke arah targetnya.

Kelelawar yang beterbangan di udara dengan perlahan mencoba menghindari serangan, namun karena ada begitu banyak jarum, ia tertusuk oleh banyak jarum. Ia jatuh ke tanah, terselimuti api merah, dan lenyap. Mengkonfirmasi serangannya, Lyfa menoleh ke arah Kirito dan berteriak:

“Lekas berlari ke arah kota, Kirito-kun!”

“Oh, tak lagi bersembunyi?”

“Musuh akan segera tahu kalau pelacak mereka dihancurkan. Mereka mungkin akan mengirim banyak pelacak, jadi hampir mustahil untuk bersembunyi. Pet sihir itu memiliki banyak properti. Ini artinya party yang mendekat adalah.......”

“Salamander!”

Kirito mengernyit setelah menunjukkan pengetahuannya. Sembari mereka berbicara, suara berderak derak bercampur langkah kaki semakin mendekat. Lyfa berbalik dan melihat cahaya merah dari kejauhan.

“Ayo pergi!”

Mengangguk, keduanya mulai berlari.

Sembari mengecek peta saat berlari, jalan lurus ini akan segera berakhir, dan di depan akan terdapat danau bawah tanah raksasa. Cara untuk melintasi danau adalah melalui jembatan, dan di seberang merupakan pintu masuk ke kota pertambangan, Ruger. Itu adalah kota netral sehingga serangan tak diperbolehkan di dalamnya, tak peduli berapa banyak orang yang mereka miliki, mereka takkan bisa melakukan apa apa.

Namun kenapa ada kelompok besar Salamander disini?

Lyfa menggigit bibirnya. Memakai Pelacak artinya sejak awal bermaksud memburu kita. Setelah meninggalkan Sylvian, karena kekuatan pencari dari Yui, seharusnya mereka tak mungkin punya kesempatan untuk memasang sihir itu. Satu satunya kemungkinan adalah mereka memakai sihir itu selagi kita berada di jalanan Sylvian.

Jumlah Sylph yang bisa menggunakan sihir api itu bukan nol. Tiap tiap ras memiliki bakat atribut sihir tersendiri, angin untuk Sylph, tanah untuk Gnome, dll. Dan atribut mantra yang lain bisa dipelajari melalui latihan keras dan peningkatan skill.

Namun, kelelawar merah yang mereka bunuh bisa mengikuti dan melacak target, dan mencari target yang bersembunyi, adalah sihir level sangat tinggi yang memerlukan skill sihir api yang hampir mustahil untuk diperoleh ras lain selain Salamander. Dengan kata lain—

‘Ada Salamander di Sylvain?’

Lyfa memikirkan itu selagi berlari. Kalau ini benar, tak mudah melakukannya. Meski Sylvian terbuka bagi pengembara dari ras lain, namun karena hubungan sengit dengan Salamander, bea masuk mereka sangat ketat dan dibatasi. Kalau Penjaga NPC yang kuat menemukan Salamander, mereka akan segera menyerang. Melewati semua itu tidaklah mudah.

“Oh, danau!”

Berlari ke kanan di depannya, suara Kirito menginterupsi pikiran Lyfa. Lyfa mengangkat kepalanya dan melihat jalan pegunungan berbatu berubah menjadi jalan batu yang rata di depan sana, ruang menjadi lebih terbuka, dan air hijau gelap danau bersinar dengan cahaya pucat.

Jembatan batu membentang di tengah tengah danau, di seberangnya terdapat gerbang besar yang mencapai atap. Itu adalah kota tambang, pintu Ruger. Sekali melewati pintu itu, kamilah yang menang dalam permainan petak umpet ini.

Ini memberi sedikit ketenangan pikiran bagi Lyfa dan ia melirik dari bahunya. Dari belakang cahaya merah masih ada sejumlah jarak. Karena sudah begini – keduanya berlari pada kecepatan tinggi menuju lintasan batu.

Saat mereka melalui jembatan, temperatur di sekitar mulai jatuh drastis. Mereka menembus udara beraroma air, dan mempercepat lari di atas jembatan.

“Sepertinya kita lolos.”

“Jangan cepat lengah. Ada monster raksasa di dalam air.”

Selagi berbicara dengan Kirito, mereka sampai di tengah jembatan yang merupakan area observasi bundar, dan pada saat itu.

Melewati kepala mereka dalam kegelapan, dari belakang muncul dua titik cahaya berkecepatan tinggi. Itu adalah efek cahaya dan suara yang menunjukkan kalau itu serangan sihir. Itu pasti dari Salamander yang mengejar mereka, namun akurasinya sangat buruk.

Karena itu akan mengenai di depan mereka, mereka hanya perlu melambat. Setelah melambat, cahaya mendarat sekitar sepuluh meter di depan.

Ia meledak seperti yang diduga, Lyfa mengangkat tangannya untuk menutup wajahnya, namun yang terjadi berikutnya sama sekali tak diduga. Humming! Dinding batu besar naik dari jembatan dan memblokir seluruh jalan. Lyfa merengut oleh masalah tak terduga dan bersumpah;

“Ini gawat......”

“Apa?”

Mata Kirito melebar, namun terus berlari maju dan mencabut pedangnya untuk menebas dinding.

“Ah, Kirito-kun!”

‘Sia sia saja’ tak punya waktu untuk keluar dari mulutnya. Pedang Kirito mengenai dinding batu, GOUN! Suara keras datang dari serangan itu dan kekuatan pantulannya membuat Kirito jatuh terduduk di atas jembatan. Dinding batu cokelat itu tak menampakkan goresan sama sekali.

“.....Ternyata percuma.”

Lyfa terbang ke sisi Kirito dan berhenti, sambil mengatakan itu. si pemuda Spriggan berdiri dengan tatapan mencela.

“Seharusnya kamu katakan itu sejak tadi.”

“Kamu terlalu ceroboh. Ini perisai sihir tanah, serangan fisik takkan bisa merusaknya. Hanya sihir dalam jumlah besar yang bisa menghancurkannya........”

“Kita tak punya waktu untuk itu.......”

Mereka berbalik bersamaan, kelompok yang mengenakan armor, bersinar dengan warna darah, tengah mendekat di depan jembatan.

“Terbang mengitarinya......takkan mungkin. Bagaimana kalau menyelam ke dalam danau?”

Lyfa menggeleng kepalanya oleh saran Kirito.

“Tidak bisa. Sudah kukatakan tadi, sepertinya ada monster Naga air berlevel sangat tinggi tinggal di dalam danau. Tanpa bantuan Undine, bertarung di dalam air sama saja bunuh diri.”

“Jadi, tak ada pilihan selain bertarung kan?”

Menoleh pada Kirito yang memegang pedangnya dalam postur anggun, Lyfa menggigit bibirnya dan mengangguk.

“Kita tak punya pilihan.......tapi ini mungkin buruk......sampai Salamander memakai sihir elemen tanah sekuat itu, pasti ada Mage handal dalam kelompok itu.”

Jembatan itu tidak lebar, jadi kondisi terburuk mengalami pengepungan bisa dihindari. Bahkan dengan ini, dua belas lawan dua sama sekali tidak adil, dan penerbangan tidak dimungkinkan di dalam dungeon ini. Keahlian Lyfa dalam pertarungan udara tak bisa dipakai disini.

Itu semua bergantung pada keefektifan bertarung musuh.

.....Tapi kita tak boleh terlalu mengharapkan itu.

Menggumamkan itu dalam hatinya, Lyfa berdiri di samping Kirito dan mencabut katananya. Dengan suara logam berat, musuh yang mendekat mulai terlihat jelas. Di depan terdapat tiga Salamander besar, berdandan dalam armor yang lebih berat dari Salamander yang dia lawan kemarin, tangan kiri memegang tongkat besar atau senjata satu tangan lain, dan tangan kanan dilengkapi perisai logam yang besar.

Melihat ini, Lyfa untuk sesaat hampir kehabisan akal. Didalam ALO tangan yang dominan sama dengan di dunia nyata, jadi pemain bertangan kidal pasti sangat sedikit.

Sebelum Lyfa bisa menyuarakan keraguan itu, Kirito menatapnya dan berkata:

“Tolong jangan salah paham, tapi bisakah kamu menjadi supportku?”

“Eh?”

“Kuharap kamu bisa menyembuhkanku dari belakang. Maka aku bisa bertarung tanpa mempedulikan tubuhku.”

Lyfa menatap pedang bermata dua Kirito. Memang di jembatan sempit ini, tembakan teman akan dimungkinkan dan menghindarinya akan sulit. Menyembuhkan bukan keahliannya, namun Lyfa menganggukkan kepalanya dan mundur tepat di depan dinding batu. Tak ada waktu untuk berdebat.

Kirito membungkuk dan menarik pedangnya dari belakang. Ia mengirim gelombang tekanan ke arah tiga Salamander. Tubuh Kirito tidak besar, jadi dia nyaris tak membuat suara saat bergerak. Matanya bersinar oleh akumulasi energi. Jarak diantara kedua sisi semakin mengecil seiring Lyfa melihatnya—

“—Ha!”

Dalam satu tarikan nafas, kaki kiri Kirito melangkah ke depan, cahaya efek spesial biru muncul seiring ia mengayunkan pedangnya secara horizontal ke arah tentara besar merah. Dengan suara keras udara yang terpotong, jembatan berguncang; itu adalah ayunan pedang terkuat yang Lyfa pernah lihat, namun—

“Eh!?”

Mata Lyfa terbuka lebar karena terkejut. Ketiga Salamander menarik mundur senjata mereka, dan mengarahkan perisai mereka ke depan, menyembunyikan tubuh mereka dibalik dinding perisai.

GANG! Disertai suara keras, pedang Kirito menghantam dinding perisai dalam sekali ayunan dan menyisakan goresan horizontal. Udara berguncang dan gelombang besar menyebar sepanjang danau. Namun para petarung berat itu hanya terdorong mundur, sembari memblokir serangan Kirito.

Lyfa buru buru mengamati HP mereka. Mungkin lebih dari sepuluh persen berkurang, namun itu hanya untuk sesaat, karena tak lama kemudian lafal mantra terdengar dari belakang mereka, dan cahaya biru pucat menutupi ketiga penjaga depan. Itu adalah sihir pemulihan, karena HP mereka pulih dalam sekejap. Kemudian, dari belakang.....

Dari belakang dinding perisai baja yang kuat, banyak bola api merah jingga kemerahan ditembakkan, mengikuti jalur parabol sepanjang udara, dan meledak di posisi Kirito.

Ledakan itu cukup kuat hingga membuat permukaan danau memantulkan pria berbaju hitam yang terselimuti warna merah.

“Kirito-kun!”

Lyfa berteriak dengan keras, hampir dalam keputusasaan. Bar HP Kirito menurun drastis, dan mendekati area kuning peringatan. Tidak, dalam sistem ALO yang seluruhnya berbasis skill, HP meningkat sangat pelan, sehingga cukup ajaib kalau Kirito tak tewas dalam sekejap. Ini semua adalah rangkaian serangan sihir yang intensif. Lyfa segera menyadari hasrat membunuh dari musuh.

Kelompok musuh ini jelas memahami tentang Kirito dan kekuatan serangan fisiknya, jadi mereka memakai cara penanganan semacam ini.

Tiga pelindung dengan armor penuh akan memblokir serangan Kirito, memakai perisai berat untuk pertahanan. Tak peduli sekuat apapun serangan Kirito, kalau ia tak bisa mengenai tubuh mereka secara langsung, mereka takkan bisa dilukai. Sembilan orang yang lain mungkin adalah Mage. Beberapa akan menyembuhkan pelindung garis depan, dan yang lain memakai sihir api untuk menyerang. Ini adalah formasi yang dipakai untuk melawan monster boss dengan serangan fisik yang kuat.

Tapi kenapa ada begitu banyak orang digerakkan untuk menyerang Kirito dan Lyfa?

Meninggalkan keraguannya, Lyfa memulai pelafalan sihir penyembuhannya. Akhirnya api menipis, dan saat tubuh Kirito mulai terlihat, Lyfa memakai mantra penyembuhan level tinggi yang dia miliki. Kemudian bar HP Kirito mulai terisi, namun Lyfa tahu kalau itu takkan bertahan lama.

Kirito juga menyadari taktik musuh. Karena pertarungan jangka panjang itu tidak menguntungkan, ia mengangkat pedangnya dan menyerbu ke arah barisan prajurit berperisai.

“Woo oh!”

Pedang hitamnya membentur perisai, dan percikan cerah berkilapan.

Namun—disini pertarungan berubah menjadi permainan angka.

Serangan yang diberikan oleh Kirito akan disembuhkan oleh para Mage di belakang. Setelah itu, Mage yang lain akan melafalkan sihir serangan dan Kirito dihantam oleh ledakan lagi.

Tak ada ruang untuk skill individual; Lyfa paling membenci gaya bertarung semacam ini. Sekarang pertarungan ditentukan oleh MP Mage dan HP Kirito, yang mana yang habis lebih dulu. Namun hasilnya sudah sangat jelas.

Tak terhitung bola api mulai meluncur dan menghujani Kirito. Ledakan bertubi tubi menghantam Kirito dan tubuh babak belurnya terlempar dan menghajar tanah.

Karena ini adalah Game, tubuh dalam ALO takkan merasakan «sakit», namun menahan ledakan sihir secara langsung bisa memberi dampak buruk. Suara ledakan mengguncang otak, rasa panas membakar kulit, dan dampak itu akan merusak keseimbangan. Efek efek ini akan ditransfer ke realita pada daging si pemain, setelah Log Out semua efek ini masih akan tersisa selama beberapa jam dalam bentuk mual dan pusing.

“Uuu......oooh!”

Namun tak peduli berapa kalipun Kirito dihajar oleh api dia terus berdiri dan mengayunkan pedangnya. Sambil melafalkan mantra penyembuhan, Lyfa tak ingin terus melihatnya kesakitan. Ini adalah Game. Dalam situasi ini, hampir semua orang akan menyerah. Meski kegagalan sangat disesalkan, dibawah aturan yang ditetapkan Game, ini adalah perbedaan kekuatan bertarung yang tak bisa diganggu gugat. Meskipun begitu, mengapa—

Lyfa tak lagi tahan melihat Kirito terus seperti itu, sehingga dia berlari beberapa langkah di belakang Kirito dan berteriak:

“Cukup Kirito-kun! kita hanya perlu terbang beberapa jam dari Sylvain lagi! item yang tercuri dari kita bisa kita beli kembali, tolong menyerahlah!”

Namun Kirito menggeleng kepalanya dan berkata dalam nada tegas.

“Tidak!”

Matanya mencerminkan api merah brilian yang mengelilingi mereka.

“Selagi aku hidup, takkan kubiarkan anggota partyku mati. Aku pasti takkan membiarkan itu!”

Lyfa, kehabisan kata kata, hanya bisa berdiri membisu.

Pada waktu keputusasaan itu, pemain berbeda akan bereaksi dengan beragam cara. Ada orang orang yang akan mentertawakan «Momen ini», ada orang orang yang matanya akan terbuka lebar dan jatuh dalam ketakutan, dan ada juga orang orang yang terus melawan sampai akhir. Namun dalam kasus ini, mereka semua memakai simulasi «kematian». Pengalaman ini tak bisa dihindari dalam memainkan Game VRMMO, dan harus diterima. Kalau tidak takkan bisa «menikmati» permainan «Game» ini.

Namun cahaya di mata tajam Kirito adalah sesuatu yang Lyfa belum pernah lihat sebelumnya. Berusaha keras melawan situasi mustahil, mati matian mencoba mencari cara untuk bertahan hidup, Lyfa merasa terpana. Pada momen ini, Lyfa lupa kalau ini hanyalah Game, sebuah dunia ilusi.

“Woo-ah-ah-ah-ah-ah-ah-ah!!”

Kirito yang berdiri dan berteriak, mengguncang udara dengan suaranya. Saat tembakan api berhenti untuk sesaat, ia tiba tiba menyerbu ke depan, mengabaikan dinding perisai di depannya. Merendahkan pedangnya di tangan kanannya, tangan kiri kosongnya memegang sudut perisai dan mencoba mendorongnya terbuka. Tindakan tak terduga ini mengacaukan garis pertahanan Salamander. Saat dinding pertahanan mereka retak, Kirito memaksakan pedangnya masuk.

Untuk mematahkan dinding pertahanan dengan para Mage di belakangnya adalah sesuatu yang bahkan pemain veteran seperti Lyfa belum pernah lihat sebelumnya. Juga, tindakan itu bahkan bukan serangan, jadi takkan bisa melukai musuh. Namun, karena tindakan edan Kirito, pria yang memegang perisai berteriak dalam kebingungan;

“Sial, apa yang salah dengan orang ini!?”

Pada saat ini, suara kecil mencapai telinga Lyfa.

“Sekarang satu satunya kesempatan!”

Melihat sekelilingnya, entah sejak kapan, Yui menggantung di bahu kanannya.

“Kesempatan?”

“Satu satunya ketidakpastian adalah kondisi mental pemain. Gunakan semua MP-mu yang tersisa, tolong blokir serangan sihir berikutnya!”

“Ta...tapi, bahkan dengan melakukan itu.....”

Seperti menuangkan air di atas batu panas, Lyfa menahan apa yang hendak dia ucapkan. Ia ia melihat dengan serius pada AI yang seharusnya simpel, Yui, dan melihat keteguhan yang sebanding dengan Kirito.

Lyfa menganggukkan kepalanya, dan mengacungkan kedua tangannya ke depan. Mage kelompok musuh sudah melafalkan mantra bola api, namun demi mencocokkan waktu peluncuran, itu terjadi dalam kecepatan cukup lambat. Lyfa melafalkan kalimat mantranya dengan kecepatan tinggi seperti biasa. Kesalahan dalam pelafalan sama artinya kegagalan, ia melafalkan mantranya secepat mungkin, hanya malu pada garis bahaya.

Lyfa menyelesaikan mantranya sedikit lebih cepat dari mereka. Dari tangannya muncul tak terhitung kupu kupu kecil yang beterbangan, mengelilingi tubuh Kirito.

Setelah itu, musuh menyelesaikan mantra mereka juga. Dengan suara melengking, bola api para Mage tertembak ke langit. Api demi api menghantam Kirito, yang mencoba menembus dinding pertahanan.

“Ha!”

Tangan Lyfa yang merentang mengalami tekanan balik dari ledakan, dan ia menggertakkan giginya. Bidang sihir pertahanan di sekitar Kirito hancur oleh ledakan, dan MP-nya jatuh dengan efek suara buk-buk. Potion pemulih MP bahkan takkan bisa memulihkannya dengan cepat. Apa artinya bertahan dari serangan seperti itu, pikir Lyfa, kemudian.

Berdiri di bahu Lyfa, Yui berteriak dengan keras:

“Papa, lakukan sekarang!”

Kirito berkedip kedip dengan agak bingung. Dalam api merah seperti teratai, ia mengangkat pedangnya dan berdiri. Lyfa bisa mendengar suara mantra yang halus. Lyfa mencocokkan fragmen kata kata mantra itu dengan indeks dalam memorinya.

‘Mantra ini.......atribut ilusi!?’

Lyfa menahan nafasnya untuk sesaat – kemudian menggertakkan giginya. Mantra yang Kirito ucapkan adalah sihir ilusi yang membuat pemain nampak seperti monster. Namun sihir itu tak berguna dalam pertarungan sungguhan. Karena bentuknya bergantung pada skill bertarung pemain, biasanya hasilnya adalah monster lemah, tanpa perubahan kemampuan, karena kebanyakan orang menyadari ini hal itu takkan membuat mereka takut.

Lyfa mulai kehilangan MP dengan cepat, hingga hanya 10% tersisa. Ia memutuskan berjudi pada ide Yui, namun nampaknya dadu telah mengkhianati mereka.

Namun, apa boleh buat. Mengetahui «Kekuatan» Game diperlukan untuk mendukung kekayaan pengetahuan. Bagi Kirito yang baru mulai bermain beberapa hari yang lalu, memaintanya memahami tiap tiap kalimat mantra itu terlalu kejam.

Selagi memikirkan ini, Lyfa memusatkan kekuatan terakhirnya untuk melindungi Kirito. Gelombang serangan akhir musuh akhirnya berhenti, tepat saat perisai pertahanan Lyfa menghilang. Pusaran api berputar, dan perlahan musnah—

“Eh!?”

Di dalam dinding api, bergerak sebuah bayangan. Untuk sesaat, Lyfa merasa kalau ia hanya salah lihat. Karena benda itu terlalu besar.

Berdiri di hadapan Salamander adalah raksasa dua kali ukuran mereka. Meragukan pandangannya, itu terlihat seperti raksasa yang membungkuk.

“Kirito-kun, apa itu kamu?”

Dia bertanya dengan tak percaya. Ia tak bisa memikirkan hal hal yang lain. Ini adalah perubahan bentuk Kirito memakai mantra ilusi, namun ukurannya kelewat besar.

Di depan mata Lyfa, bayangan itu melotot. Sosok itu tidak seperti raksasa. Kepalanya seperti kambing, dengan tanduk melengkung memanjang ke belakang kepalanya. Mata bundar bersinarnya berkilau, dan gigi diluar mulutnya menghembuskan api ke udara.



Tubuh bagian atasnya sangat berotot dengan kulit berwarna gelap, lengan panjangnya hampir mencapai tanah. Punggungnya memiliki ekor seperti cambuk. Untuk mendekripsikan sosok tak dikenal itu dalam satu kata, hanya «Iblis» yang cocok.

Semua Salamander membeku di tempat. Melihat mereka seolah olah roh mereka dibawa pergi, si Iblis hitam mengangkat kepalanya tinggi tinggi.

“Roarrrrrrr-----------!!”

Raungan seperti halilintar menggema, dan mengguncang seluruh gua. Dari bagian terdalam tubuh, rasa takut muncul secara instingtif.

“Omong kosong! Itu hanya tipuan!”

Salamander di garis depan berteriak sambil mundur beberapa langkah. Dalam sekejap, si Iblis bergerak dengan kecepatan mengerikan. Cakar tangan kanannya merobek dinding perisai yang terbuka, dan jarinya mengoyak tubuh prajurit yang tertutup armor – momen selanjutnya, muncul End Frame, dan si Salamander lenyap.

“Woo ah ah ah!”

Melihat partnernya dibunuh dalam satu hantaman, dua pelindung yang tersisa berteriak bersamaan. Mereka menjatuhkan perisainya, tangan kiri mereka membuang senjata, dan mundur ketakutan.

Dari kelompok Mage, seseorang yang menjadi pemimpin mereka berteriak dalam kemarahan:

“Bodoh, jangan kacaukan formasi! Dia hanya bisa mencapai apa yang dia lihat, kalau kalian menjadi kura kura kalian takkan terluka!”

Namun kata kata itu tak mencapai telinga para prajurit. Si Iblis hitam mengaum dan melompat maju, ia membuka mulut besarnya dan menggigit kepala prajurit di sebelah kanan dan mencengkeram prajurit di sebelah kiri dengan cakar besinya. Ia dengan kejam mengguncang dan merobek robek avatar! Warna merah terus menerus terpercik, hampir sama dengan pertumpahan darah.

Tiga pelindung depan dihancurkan dalam sepuluh detik. Pemimpin mereka pulih dan memerintahkan kelompok Mage, dan mereka mulai merapal mantra. Namun tanpa armor dan hanya mengenakan jubah, kelompok Mage terlalu rapuh dibandingkan para penjaga depan. Dengan nafas memburu, si Iblis yang berdiri jauh lebih mengerikan dari efek sihir ilusi. Kecepatan pelafalan mantra mereka menjadi lebih lamban dari sebelumnya.

Sebelum pelafalan selesai, si Iblis mengangkat tangan kanannya ke arah para Mage dan mengayun secara horizontal. Dua Mage di depan terpukul dan terlempar jauh, mereka berubah menjadi api merah di udara, dan melebur kemudian lenyap. Teriakan dan suara kaca dipecahkan, efek suara bergeretak mengisi udara. Itu diakibatkan oleh lengan raksasa seperti batang pohon yang menghantam dua Salamander lain, yang kemudian lenyap.

Mage level tinggi yang mengenakan jubah armor kualitas tinggi menjadi kebingungan dan salah melafalkan mantranya. Mantra sihirnya menjadi senjata makan tuan dan membakar tangannya dan boom, ia lenyap dalam kabut gelap.

Kirito, dalam wujud Iblisnya, berjalan ke depan dan mengaum lagi. si pemimpin Salamander berteriak ‘Hiii!’ dan mengayunkan tangannya ke samping.

“Mundur! Segera mundur! Semuanya mundur.....”

Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya—

Si Iblis dalam sekejap berjongkok, kemudian melompat ke depan secara signifikan. Mendarat di tengah tengah musuh, mengirimkan gelombang kejut ke seluruh jembatan. Setelah apa yang terjadi, itu tak bisa disebut pertarungan lagi.

Seiring cakar si Iblis mengayun, beberapa End Frame tercipta. Beberapa yang berani mencoba untuk melawan balik dengan tongkat mereka, selagi mengayunkan senjata mereka, gigi si Iblis menggigit kepala mereka, dan mereka kehilangan nyawa dalam sekejap.

Kabur dari badai, si pemimpin mencapai sisi terjauh jembatan. Dengan suara percikan air dia melompat ke danau, dan berenang dengan kecepatan tinggi ke seberang.

Dalam ALO saat jatuh ke air, kalau bobot perlengkapan tak melebihi jumlah tertentu kau tidak akan tenggelam. Beruntungnya Mage memiliki perlengkapan yang sangat ringan, dan tak lama kemudian dia sudah jauh dari jembatan – saat tiba tiba, bayangan besar muncul dari bawahnya.

Tak lama kemudian, pemimpin itu diseret ke dalam air dengan suara percikan. Menyisakan gelembung gelembung kecil, dia tenggelam ke dalam danau, dan sebelum dia menghilang, sejumlah titik cahaya merah buram bisa terlihat.

Si Iblis yang merupakan Kirito sepertinya tak peduli pada kematian pemimpin musuh, ia mencengkeram Mage terakhir yang tak beruntung. Pada tubuh yang berteriak, ia memusatkan kekuatan di tangannya untuk meremas......

Kesadisan adegan ini membuat Lyfa berguncang, pada saat itu dia akhirnya kembali ke akal sehatnya dan berteriak:

“Ah, Kirito-kun! biarkan orang itu hidup!”

‘Itu sangat mengesankan’, selagi Yui mengatakan ucapan tak berdasar itu dari bahunya, Lyfa berjalan mendekat. Si Iblis berhenti dan menoleh, dan dengan suara tak senang melepaskan si Salamander ke udara.

Pria itu jatuh di atas tanah dengan suara berdebum, tubuhnya yang sudah lepas bernafas tersengal sengal. Lyfa datang di depannya, dan mengacungkan pedang panjang di tangan kanannya diantara kaki pria itu. dengan suara logam saat pucuk pedangnya mengenai jembatan, pria itu menggigil.

“Sekarang, beritahu kami siapa yang mengirim kalian!”

Lyfa mencoba menakutinya, namun itu membangkitkan si pria dari shocknya, dengan wajah pucat, dia menggeleng kepalanya.

“Kalau kau mau membunuhku, lakukan saja!”

“Kenapa kau......”

Pada saat itu, si Iblis memandang ke bawah dari atas, kabut hitam mengelilinginya, dan tubuh raksasanya mulai lenyap. Lyfa melihat ke atas, dari pusat kabut, sosok kecil melompat keluar dan mendarat di atas jembatan.

“Oh, amukan bagus.”

Kirito mengguncang kepalanya dan berujar dengan nada santai, sambil menaruh kembali pedang ke punggungnya. Dia berjalan ke arah si pria yang dengan blank membuka mulutnya dan berjongkok di sampingnya, sambil menepuk bahunya.

“Yo, pertarungan bagus.”

“Apa.....?”

Kirito menatap si pria yang masih tercengang, dan dengan nada cerah nan jelas melanjutkan:

“Itu taktik bertarung bagus. Kalau itu hanya aku, aku pasti sudah kalah dengan cepat!”

“Tu.....Tunggu, Kirito-kun......”

“Tak apa, santai saja.”

Oleh ucapan tak senang Lyfa, Kirito berbicara sambil berkedip.

“Baiklah, mari mengobrol tentang item denganmu.”

Kirito membuka jendela trade dan kemudian menunjukkan dan menunjukkan daftar itemnya pada pria itu.

“Ini semua item dan uang yang kudapat dari menghabisi kelompokmu. Aku hanya berpikir, kalau kau mau menjawab pertanyaan kami, mungkin semua ini akan kuberikan buatmu.....”

Mulut si pria itu terbuka lebar dan menutup beberapa kali, kemudian menatap Kirito dengan senyum licik. Dia melihat ke sekelilingnya, mungkin mengkonfirmasi kalau waktu telah habis bagi Salamander yang sudah mati, dan mereka sudah dipindah balik ke «Save Point», lalu dia kembali menatap Kirito.

“Sungguh?”

“Sungguh, sungguh.”

Melihat keduanya tersenyum, Lyfa menghela nafas panjang.

“Laki laki benar benar—“

“Ya, mereka sudah tak tertolong lagi—“

Yui yang duduk di bahunya melontarkan komentar. Kedua wanita itu melontarkan kalimat ketidakpuasan, dimana kedua laki laki saling mengangguk untuk menandai kesuksesan negosiasi.




Si Salamander, sekali mulai berbicara, mengujarkan banyak hal;

“Sore ini, Jitakusu-san, ah, dia adalah pemimpin dari kelompok Mage yang tadi, dia mengontakku dengan e-mail ponsel, aku lagi makan malam jadi aku ingin menolak tapi dia memaksaku berkumpul. Saat aku sampai disana ternyata ada sepuluh orang ingin memburu dua orang, kupikir mereka ingin menindas seseorang, tapi mereka bilang itu adalah orang yang Kagamune-san hadapi kemarin, jadi aku paham.....”

“Siapa itu Kagemune-san?”

“Dia adalah kapten kelompok tombak. Dia adalah pemburu Sylph terkenal, tapi kemarin dia mengalami kekalahan total total yang langka dan mundur. Kalian yang menghabisinya kan!?”

Mendengar tentang perburuan Sylph membuat Lyfa merengut, dia dan Kirito saling bertukar tatap. Dia pasti pemimpin kelompok Salamander yang mereka tendang tadi malam.

“Jadi, kenapa Jitakusu-san itu ingin memburu kami?”

“Perintah sepertinya datang dari pemain berperingkat lebih tinggi dari Jitakusu-san. Katanya kalian sudah ikut campur dalam «Strategi» mereka atau apalah itu.”

“Strategi apa?”

“Para petinggi Salamander nampaknya merencanakan sesuatu. Mereka takkan memberitahu tentara junior sepertiku, tapi aku tahu kalau mereka mengejar hal besar. Hari ini, saat aku pertama Log In, aku melihat beberapa dari mereka terbang ke utara.”

“Utara.......”

Lyfa meletakkan jari di bibirnya, dan berpikir. Ibukota Salamander «Gadan» adalah bagian paling selatan dari Alfheim, kalau terbang lurus ke utara, mereka akan melalui jalur pegunungan yang saat ini tengah kita lintasi. Sedikit ke barat terdapat koridor Ruger, dan di sebelah timur di kaki pegunungan adalah «Lembah Naga». Jalur manapun yang mereka ambil, setelah itu adalah kota pusat Aarun, dan kemudian World Tree.

“Apa mereka ingin menyerbu World Tree?”

Mendengar pertanyaan Lyfa, si pria hanya menggeleng kepalanya.

“Tak mungkin. Kami masih memulihkan diri dari kekalahan total sebelumnya, paling banter kami hanya bisa melengkapi pasukan dengan peralatan berperingkat senjata kuno sehingga kami bisa menyimpan uang. Untuk alasan itu rutinitas normal kami sangat keras. Meskipun begitu kami hanya bisa memperoleh setengah dari jumlah uang yang ditargetkan.”

“Oh?”

“Yah, itu saja yang bisa kukatakan. Apa perjanjian kita tadi masih berlaku?”

Kemudian dia bertanya pada Kirito.

“Aku tak pernah bohong soal perjanjian.”

Si pemuda Spriggan mengoperasikan jendela pertukaran. Si Salamander melihat daftar item yang ditransfer padanya dan menjadi senang sambil menggerakkan jarinya kemana mana.

Lyfa menatap pria itu dengan ekspresi tak percaya dan bertanya;

“Hei kamu, ini semua barang barang kawan kawanmu kan? Apa kamu nggak merasa bersalah?”

Setelah mendengar ini, si pria mengangkat suaranya;

“Kau tak paham apa apa. Orang orang itu suka seenaknya memamerkan item langka mereka, yang membuatku ingin balas dendam pada mereka. Tentu saja aku merasa tak enak kalau merampas semua jatah mereka, mungkin akan kujual semua ini dan membeli rumah.”

‘Aku bisa bersantai selama beberapa hari sebelum kembali ke wilayah Salamander’. Dengan meninggalkan kata kata itu, si Salamander berjalan ke arah ia datang dan kemudian mulai menghilang dari pandangan.

Rasanya situasi hidup dan mati sepuluh menit yang lalu terasa seperti bohongan, Lyfa menatap wajah Kirito yang sudah kembali normal.

“Eh? Apa?”

“Ah, anu......Setan yang membabi buta tadi, itu Kirito-kun kan?”

Mendengar ini, Kirito menengadah sambil menggaruk pipinya.

“Ya, mungkin saja.”

“Mungkin saja? Bukankah itu taktik untuk mengelabui para Salamander dan mengacaukan mereka dengan monster?”

“Nggak, aku nggak berpikir sejauh itu.......kadang kadang itu terjadi padaku. Saat bertarung aku kehilangan kendali, dan tak ingat apa apa.......”

“Woo ah, seram.”

“Yah, tapi aku masih ingat pertarungan tadi. Aku memakai sihir yang Yui sarankan, dan menjadi raksasa. Karena pedangku menghilang, aku harus memakai tanganku.......”

“Juga dengan gigitan yo ~”

Di atas bahunya, Yui menambahkan dengan senang.

“Ah, bicara soal itu. pengalaman menjadi monster itu menyenangkan.”

Melihat Kirito tersenyum dan tertawa, Lyfa tiba tiba ingin mengetahui sesuatu, ia kemudian dengan mantap membuka mulutnya.

“Apa kamu.....mencicipinya? Salamander itu......”

“.....Rasanya seperti rasa BBQ gosong dan tekstur......”

“Waa, cukup, jangan diteruskan!”

Ia mengibaskan tangannya pada Kirito. Tiba tiba tangannya ditangkap.....

“Gaoou!”

Meneriakkan itu, Kirito membuka mulutnya dan menutupnya di jari Lyfa.

“Kyaaaaaa------------!”

Lyfa berteriak, setelah itu suara hantaman menggema hingga menggetarkan permukaan danau.




“Ouch, itu sakit.”

Sambil menyeka wajahnya yang baru ditampar oleh Lyfa, Kirito berjalan perlahan.

“Itu salah Papa!”

“Itu benar. Kamu benar benar nggak sopan.”

Mendengar Lyfa dan Yui di bahunya mengatakan itu, Kirito terlihat seperti anak rewel dan menimpali.

“Aku mencoba menurunkan ketegangan bertarung dan menambah energi, dengan sedikit gurauan.....”

“Lain kali kamu melakukan itu, aku akan mencincangmu.”

Lyfa menutup matanya dan membuang wajahnya, sambil mempercepat langkahnya.

Di depannya terdapat gerbang batu raksasa yang menjangkau langit langit. Ini adalah gerbang dari kota pertambangan Ruger.......

Untuk mensuplai ulang dan mengumpulkan informasi, lebih baik bermalam di kota. Pertarungan tak terduga telah banyak membuang waktu mereka, jadi di dunia nyata saat ini mungkin sudah larut malam.

Pada waktu ini Alfheim Online akan mulai sibuk, namun Lyfa masih seorang siswa, jadi dia tak boleh tidur lebih larut dari jam 1 pagi. Dia memberitahu Kirito tentang ini, Kirito mempertimbangkan sejenak kemudian mengangguk paham.

Melewati gerbang berdampingan, bukannya BGM, namun orkestra NPC yang memainkan drum dengan riang gembira menyapa kedatangan mereka berdua.

Skala jalanan disini tidak besar, namun di wilayah tengah, toko untuk senjata dan armor, semua macam material, wine, makanan, dan semua jenis toko yang lain, berdesakan bersama di tempat itu. jumlah pemain disini lebih banyak dari yang dibayangkan. Dibawah situasi normal akan jarang bisa menemui peri musik (Pucas), goblin blacksmith (Leprechaun), dan etnis lain berkumpul disini, sambil bercakap cakap dengan akrab.

“Oh.....jadi ini Ruger.”

Lyfa baru kali pertama ini melihat kota bawah tanah yang begitu sibuk, dan hanya bisa melepaskan nada gembira. Dia menuju ke toko terdekat, dan mengecek tampilan pedang disana. Bahkan di toko sederhana seperti ini, membeli barang barang adalah hal yang menyenangkan baginya.

“Ngomong ngomong.......”

Selagi Lyfa mulai memainkan pedang perak panjang, Kirito di belakangnya dengan nada santai mengatakan itu.

“Apa?”

“Sebelum serangan Salamander, bukannya kamu mendapat pesan? Apa isi pesan itu?”

“...Ah.”

Lyfa membuka mulutnya lebar lebar, dan berbalik.

“Aku lupa.”

Ia buru buru membuka jendela, dan mengecek daftar pesan masuk. Membaca pesan Recon lagi, isinya masih tak bisa ia pahami. Mungkin pesannya terpotong karena masalah koneksi, namun sepertinya tak ada kelanjutan dari pesan itu.

Kalau memang begini, dia hanya perlu membalas pesannya, namun nama Recon di daftar temannya nampak abu abu. Itu berarti dia sedang offline.

“Apa? Apa dia sudah tidur?”

“Bagaimana kalau mengontaknya di sisi lain?”

Lyfa merenungkan saran dari Kirito.

Jujur saja, Lyfa tak suka membawa bawa event di dunia ALO ke dunia nyata. Dia tak pernah mengikuti situs komunitas ALO, dan jarang mengobrol dengan Recon – yakni, dengan Shinichi Nagata tentang hal hal yang berkaitan dengan Game di dunia nyata.

Namun isi pesan yang membingungkan itu membuatnya semakin penasaran.

“Kalau begitu, aku mau log off dan mengeceknya, Kirito-kun, tunggu aku. Tolong urus tubuhku......Yui-chan.”

Lyfa kemudian menatap Yui di bahunya dan menambahkan.

“Ya?”

“Kamu harus mengawasi Papamu. Jangan biarkan dia mengambil keuntungan dari tubuhku.”

“Paham!”

“Hei!”

Kirito menggeleng kepalanya dengan bergurau dan tersenyum, Lyfa duduk di bangku terdekat, dan melambaikan tangan kanannya.

Ia menekan tombol log out, dan membawa seluruh jiwanya ke dunia nyata. Dengan perasaan vertigo, inderanya kembali ke dunia nyata yang sangat jauh.




“Fuu....”

Dia belum pernah log in selama itu baru baru ini, sehingga hal itu membuatnya sedikit kelelahan. Ia mengambil nafas panjang.

Selagi mengenakan Amusphere, ia bergulung di ranjang dan melihat ke jam alarm. Tak lama lagi Midori akan pulang ke rumah. Setidaknya lebih baik menemuinya......

Sembari memikirkan itu, ia mengambil ponselnya di atas laci lemari. Panel EL di bagian luar ponsel menampilkan panggilan yang diterima selagi dia masih log in.

“Apa ini?”

Mata Suguha melebar. Dua belas missed call, dan semuanya dari Nagata Shinichi. Kalau anggota keluarga, polisi, rumah sakit, atau panggilan darurat memanggil, program koneksi di Amusphere akan log out secara otomatis, namun nomor Nagata tidak ada dalam daftar itu, jadi panggilannya diabaikan. Kenapa dia menelepon selarut ini?

Ia membuka ponselnya, bersiap membalas panggilan, namun panggilan masuk ke tiga belas menyala nyala di layar ponselnya dengan warna biru sapphire. Suguha menekan tombol penjawab, dan menaruh ponsel ke telinganya.

“Hello, Nagata-kun? Ada apa?”

“Ah! Akhirnya kamu membalas juga! Saat ini sudah terlambat, Suguha-chan!”

“Apa maksudmu sudah terlambat? Aku lagi sibuk di dalam sana!”

“Masalah besar! Sigurd si brengsek itu menjual kita semua. Bukan cuma kita, tapi Sang Raja, Sakuya, juga dijual. Dia menjual kita semua!”

“Menjual kita semua!? Apa maksudmu? Jelaskan dari awal.”

“Hmm, nggak ada waktu......begini, saat kita diserang di Hutan kuno kemarin oleh para Salamander, Suguha-chan tidakkah kamu merasa kalau ada yang mencurigakan?”

Nagata kembali ke kebiasaannya dalam memanggil Suguha. Saat berbicara secara langsung, kalau ia memanggilnya dengan nama terlalu familiar Suguha-chan, Suguha akan segera menghajarnya secara fisik, karena dia tak bisa melakukan itu melalui telepon, ia harus menerimanya dengan kesal.

Mengatakan itu, Suguha kaget kalau itu baru terjadi sehari sebelumnya. Rasanya sudah seperti dahulu sekali sejak dia menemui Kirito.

“Eh? Mencurigakan? Apa yang terjadi?”

Jujur saja, kesannya tentang Kirito adalah terlalu kuat, sampai dia tak bisa mengingat pertempuran udara sebelumnya.

“Sejak awal, saat kita diserang oleh delapan Salamander, Sigurd bermaksud menjadi umpan dan mengalihkan perhatian tiga dari mereka kan?”

“Ah, itu mengingatkanku. Tapi dia juga nggak berhasil lolos kan?”

“Itu benar. Tapi pikirlah baik baik sekarang, itu sama sekali bukan cara Sigurd. Kapanpun party harus berpencar, dia selalu berposisi sebagai pemimpin, dan membuat anggota yang lain sebagai umpan.”

“Ah. Itu memang benar.......”

Sigurd adalah pemimpin bertarung yang handal, namun dia kelewat percaya diri, dan takkan puas kecuali dia berada di posisi tertinggi. Memang, kalau dia menjadi umpan untuk membiarkan anggota yang lain kabur, gaya pengorbanan diri ini sama sekali bukan caranya.

“Tapi, sebentar sebentar, apa maksudnya itu?”

“Seperti yang kukatakan.”

Naga berujar seolah baru menelan makanan tidak enak.

“Pria itu, berkomplot dengan para Salamander. Mungkin sejak dulu sekali.”

“Apa!?”

Hal ini membuatnya kaget setengah mati, dan dia meremas ponselnya sembari berteriak.

Penulis : Rulli Rhamananda ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Sword Art Online Jidil III Bab IV (Bagian II) ini dipublish oleh Rulli Rhamananda pada hari Senin, 19 November 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Sword Art Online Jidil III Bab IV (Bagian II)
 

0 komentar:

Posting Komentar