Sword Art Online Jilid IV Bab V (Bagian I)



"Achoo!"

Lyfa, seorang gadis swordman dari ras Sylph, dengan cepat menutupi mulutnya dengan kedua tangan setelah mengeluarkan bersin yang bagaikan ledakan dan tidak wajar bagi seorang gadis.

Dia memandang menghadap pintu masuk kuil, takut bila dewa-jahat mendengar bersinnya dan meyodok wajah besarnya masuk.

Untungnya, satu-satunya yang melayang masuk hanyalah salju. Salju yang jatuh mendekati nyala api lalu menjadi kepulan uap dan menghilang. Lyfa meringkukkan badannya di dinding belakang sambil mengelus kerah bulu tebal di mantelnya.

"Haa..."

Sambil menghela nafas, Lyfa mulai menghangatkan dirinya di dekat nyala api. Dia merasa lebih nyaman dan dengan segera mendapati dirinya terkantuk-kantuk untuk tidur.

Di kuil batu kecil dimana mereka berada memiliki panjang, lebar dan ketinggian sekitar empat meter. Dinding dan langit-langitnya dihiasi dengan relief monster menakutkan yang seolah-olah bergerak di cahaya api; Ini bukanlah interior yang paling menyamankan. Tatapannya lalu beralih ke samping menangkapi bayangan temannya bersandar di dinding dan mulai tertidur. Wajahnya yang tenang---atau nekat--- mengangguk atas bawah seperti kapal yang terapung-apung di pelabuhan.

"Hei, bangun-"

Sambil berbisik, Lyfa menarik telinga Kirito yang runcing dan menunjuk. Jawabannya hanyalah gumaman yang terdengar seperti "munyamunya". Di pangkuannya terdapat pendamping pixie yang tertidur pulas sambil meringkuk seperti bola.

"Hei, kalau kamu jatuh tertidur akan log-out sendiri!"

Lyfa menarik telinga Kirito sekali lagi. Hal ini membuat kepala Kirito berpindah ke paha Lyfa. Kepalanya lalu berguling-guling seolah-olah mencari posisi yang nyaman.

Tubuh Lyfa menegang sebal, tangannya mengepal sia-sia saat ia berpikir metode apa lagi yang harus dicobanya untuk membangunkan Kirito.

Tidak mengherankan kalau Kirito jatuh tertidur. Lyfa baru sadar setelah ia melihat ke kanan bawah bidang penglihatannya. Sekarang sudah lewat jam 2:00 pagi di dunia nyata. Biasanya, Lyfa sudah log-out dan tertidur nyenyak di tempat tidurnya.

Itu benar, Jötunheimr dan ALfheim adalah dunia hasil produksi dari sebuah perusahaan game. Di suatu tempat di dunia nyata, di kota metropolitan Tokyo Jepang, terdapat mesin server dan di dalam mesin itulah dunia ini ini berada. Lyfa dan temannya berwujud di sini sebagai manusia yang menggunakan mesin interface FullDive bernama <<AmuSphere>>.

Sebenarnya cukup mudah meninggalkan virtual world. Cukup dengan menjulurkan jari telunjuk dan jari tengah di tangan kirinya dan lalu melambaikannya untuk membuka menu game. Setelah itu tekanlah tombol <<Log Out>>. Atau anda bisa berbaring dan tertidur; Amusphere akan merasakan menurunnya tingkat aktivitas gelombang otak pengguna dan secara otomatis memutuskan sambungan. Keesokan harinya pengguna akan bangun dengan nyaman di tempat tidur mereka sendiri.

Namun, ada alasan tertentu kenapa Lyfa dan temannya ini tidak boleh tertidur di sini.

Akhirnya, Lyfa memutuskan tindakan nakalnya. Lyfa mengepalkan tangan dengan tangan kirinya dan dengan tajam mencatuk kepala Kirito yang berambut hitam dan berduri.

Whoosh! Seiring dengan ledakan suara yang menyegarkan, cahaya kuning yang menandai serangan peluru homing diaktifkan. Kirito lalu membuat suara kaget yang aneh dan langsung terduduk dengan tegak. Sambil memegang kepalanya yang sakit dengan kedua tangannya, ia memandang sekeliling dan melihat Lyfa yang tersenyum.

"Selamat pagi, Kirito-kun."

"...Oh, selamat pagi."

Teman Lyfa adalah seorang pendekar Spriggan. Dia agak berkulit gelap, berambut hitam dan jika bukan untuk ekspresinya yang depresi, kemungkinan bisa salah kenal untuk seorang pahlawan dalam manga shounen.

"...Aku, Aku tertidur?"

"Dan kamu bahkan mendapatkan bantal pangkuan gratis, kamu harus bersyukur dilepaskan dari ini hanya dengan satu pukulan kecil."

"...Jadi saya tidak sopan, sebagai permintaan maaf, kamu dapat menggunakan pangkuanku sebagain bantal kalau kamu ingin, Lyfa..."

"Tidak perlu!"

Lyfa berpaling dengan cepat, mengalihkan lirikan menyamping ke Kirito.


"Jangan mengatakan hal bodoh---apa kamu bermimpi sebuah ide bagus untuk melarikan diri?"

"Ngomong soal mimpi, saya baru saja bermimpi memakan puding yang tampaknya lezat dengan sampingan seporsi besar es krim."

Berpikir dirinya bodoh untuk bertanya, bahu Lyfa merosot ke bawah dan berbalik ke arah pintu masuk kuil. Salju menari di atas angin yang bertiup melalui kegelapan, tetapi tidak ada yang bergerak.

Itu dia---alasan kenapa mereka tidak log out. Kirito, Lyfa dan Yui, yang tertidur di pangkuan Kirito, terjebak di Jötunheimr tanpa bisa kabur keluar ke permukaan.

Tentu saja, jika mereka hanya ingin meninggalkan permainan, itu dengan mudah memungkinkan. Tetapi, kuil ini bukanlah zona aman atau tempat penginapan. Jadi, jika mereka ingin kembali ke realitas sekarang, tubuh virtual mereka akan ditinggal di sini tanpa jiwa untuk jangka beberapa waktu. Tubuh virtual yang ditinggalkan cenderung menarik perhatian monster dan tubuh mereka yang tak berdaya tersebut akan dihancurkan sampai tidak tersisa apa-apa. Hal itu menyebabkan <<Kematian>> mereka dalam waktu singkat. Mereka kemudian akan kembali ke <<Sylvian>>. Jika itu terjadi maka apa makna perjalan mereka ke sini dari wilayah Sylphid.

Tujuan dari perjalanan Lyfa dan Kirito adalah untuk mencapai pusat kota ALfheim: <<Aarun>>.

Mereka meninggalkan Slyvian sebelum hari ini ---- kemarin malam tepatnya. Setelah melewati kawasan hutan luas dan kemudian melalui serangakaian terowongan pertambangan, mereka disergap oleh sekelompok Salamanders. Setelah mengalahkan mundur serangan musuh, mereka lalu bertemu dengan Penguasa Sylph Sakuya, yang berterima kasih dan lalu pergi. Peristiwa-peristiwa kemudian mulai menenangkan diri beberapa waktu lamanya setelah sekitar jam 1:00 pagi.

Pada waktu tersebut, Lyfa dan Kirito sudah FullDive selama delapan jam terus menerus, dikurangi dengan waktu yang dibutuhkan untuk istirahat ke kamar mandi. Dengan situasi dimana Aarun tidak terlihat dan sejujurnya masi jauh, mereka memutuskan untuk berhenti di desa pertama yang mereka temukan lalu log off. Tepat pada saat itu, kedua pasangan melihat desa di tengah hutan dan sambil bersorak pada keberuntungan mereka, kemudian mendarat di dalamnya.

Pada saat itu, meskipun itu akan menjadi merepotkan, mereka seharusnya memeriksa peta untuk memastikan nama desa dan jika ada tempat penginapan. Siapa yang bakal mengira...

"...Siapa yang bakal kira kalau desa itu adalah monster peniru...."

Kirito, yang tampaknya sedang mengingat hal yang sama, mendesah. Lyfa juga mendesah dan mengangguk.

"Itu benar...Siapa yang mengatakan tidak ada monster yang muncul di Dataran Tinggi Aarun?"

"Saya yakin itu kamu."

"Saya tidak ingat mengatakan hal seperti itu."

Dengan olok-olokan yang tidak berguna, mereka mendesah lagi pada saat bersamaan.

Setelah mendarat di desa misterius, mereka tidak melihat warga desa---para NPC---pada saat mereka melihat sekeliling desa. Masih berpikir bahwa paling tidak seharusnya ada pemilik sebuah penginapan, mereka pergi memasuki gedung terbesar di desa ketika...

Semua tiga bangunan di desa runtuh. Apa yang dulunya penginapan dengan segera mengungkapkan sebuah benjolan berdaging. Namum, mereka tidak punya waktu untuk dikejutkan ketika lantai di kaki mereka terbelah dan menjadi lubang menganga yang terbuat dari subtans berdaging yang sama. Ini adalah seekor jenis monster cacing tanah yang menunggu di bawag tanag dengan lipatan yang diproyeksikan di atas tanah untuk menarik mangsa.

Kirito, dengan Yui di sakunya, dan Lyfa ditarik ke dalam mulut cacing tanah oleh isapan yang kuat. Saat meluncur ke bawah tenggorokan cacing, Lyfa yakin bahwa kematian dengan cara dilarutkan oleh pencernaan cacing tanah adalah kemungkinan kematian terburuk yang ia alami dalam pengalamannya bermain ALO selama setahun.

Keberuntungan mereka tampaknya baik karena monster cacing tanah itu sepertinya tidak memiliki perut. Tur mereka di saluran pencernaannya berlangsung selama tiga menit sebelum mereka dikeluarkan dari ujung pantat cacing tersebut. Lendir yang menutupi tubuh Lyfa memberinya rasa jijik dan membuatnya merinding. Saat Lyfa mencoba memperlambat jatuhnya dengan menggunakan sayap, ia mulai panik.

Dia tidak bisa terbang. Tidak peduli betapa banyaknya kekuatan yang ia masukkan ke tulang belikatnya, dia tidak bisa mengepakkan sayapnya. Lurus ke bawah kegelapan mereka jatuh, dengan Kirito di belakangnya, dan dengan keras, mereka mendarat di timbunan salju tebal.

Lyfa-lah yang pertama pulih dan berjuang keluar dari timbunan salju dan setelah melihat ke atas, dia tidak melihat bulan dan bintang, tetapi kanopi dari batu yang memanjang sejauh yang bisa ia lihat. 'Tidak heran saya tidak bisa terbang, kita berada di gua,' Lyfa berpikir sambil memeriksa sekelilingnya.

Sambil terus melihat sekelilingnya, sebuah bentuk aneh muncul di dekat timbunan salju di mana mereka pertama kali jatuh. Tidak diragukan lagi, itu adalah <<monster jenis dewa-jahat>>, yang ia pernah lihat sebelumnya di gambar.

Di sampingnya, Kirito menjulurkan kepalanya keluar dari salju. Sebelum ia mengatakan sesuatu, Lyfa dengan cepat menutupi mulutnya Kirito, memahami situasi mereka yang benar-benar buruk. Mereka berada di dunia bawah tanah tak berujung, «Jötunheimr», medan paling menyulitkan di ALO. Dengan kata lain, monster cacing tanah raksasa tadi bukanlah perangkap untuk menangkap mangsa untuk dimakan, tetapi untuk membawa players ke dunia es ini.

Monster Dewa-Jahat berkaki banyak ini yang setinggi hampir lima lantai akhirnya berpindah. Kelompok Lyfa yang kemudian menemukan kuil ini untuk bersembunyi dan merenungkan apa yang harus mereka lakukan selanjutnya. Sayangnya, tidak ada cara mudah dan cepat untuk keluar dari sini ketika penerbangan dilarang. Mereka telah melihat ke api unggun sambil duduk dengan punggung mereka di dinding selama sekitar satu jam, yang membawa semua hal yang terjadi hingga saat ini.

"Yah...sebelum saya membuat rencana untuk keluar dari sini, saya perlu tahu tentang Jötunheimr mengingat kembali bahwa saya memiliki pengetahuan nol tentang tempat ini..."

Kirito akhirnya berhasil mengusir kantuknya, lalu melihat keluar ke dalam kegelapan dengan mata hitamnya yang tajam dan berbicara.

"Memang, sebelum ke sini, Penguasa Sylph mengatakan sesuatu ketika saya menyerahkan koin. 'Saya pikir untuk mendapatkan uang sebanyak ini, kamu perlu berburu monster dewa-jahat di Jotunheimr,' atau sesuatu seperti itu."

"Ah, ya, dia mengatakan itu."

Lyfa mengangguk, mengingat kembali hal itu.

Sebelum mereka ditelan cacing, Kirito dan Lyfa telah bertemuan dengan Penguasa Sylph dan Penguasa Cait Sith di konferensi mereka dan berjuang melawan pasukan musuh Salamander yang menyerang mereka dengan kejutan. Setelah itu, Kirito memberikan jumlah uang yang banyak kepada penguasa yang sama ketika ia mendengar bahwa mereka kekurangan dana. Saat mereka menerima dana tersebut, Penguasa Sylph Sakuya memberi beberapa pernyataan yang menyerupai itu.

"...Bicara tentang hal itu, Kirito-kun, kamu mendapatkan uang sejumlah itu dari mana?"

Pertanyaan tidak terduga itu menggelincirkan kereta pikiran Kirito dan menyebabkan kata-katanya tersandung.

"Itu, ahh, beberapa orang yang saya kenal memberikannya kepadaku. Mereka dulunya sering bermain game ini, tetapi sekarang mereka telah berhenti bermain..."

"Yah, kalau kamu mengatakan demikian...baiklah"

Itu adalah cerita yang cukup umum. Seorang pemain yang mulai pensiun dari game, memberikan uang dan perlengkapannya kepada teman atau kenalannya. Lyfa memutuskan untuk memercayai cerita itu dan kembali ke pembicaraan semula.

"Lalu apa masalahnya? Ada apa dengan pernyataan Sakuya?"

"Begini, jika seorang penguasa mengatakan hal seperti itu, jadi seharusnya ada pemain yang berburu disini kan?"

"Harusnya ada beberapa."

"Jadi, disamping cacing tanah raksasa itu yang bertindak sebagai perjalanan satu arah, harusnya ada cara lain untuk masuk dan keluar dari sini."

Setelah akhirnya memahami apa yang Kirito maksud, Lyfa mengangguk setuju.

"Sepertinya ada...tapi seperti kamu, ini juga pertama kalinya saya pernah di sini jadi saya belum pernah ke sana. Di kota Aarun ada ruang bawah tanah besar ke Timur, Barat, Selatan dan Utara dan masing-masing memiliki lantai terbawah yang seharusnya memiliki tangga menuju Jötunheimr. Lokasinya harus berada di..."

Lyfa mengeluarkan tampilan menu dengan tangan kirinya dan membuka peta. Dia bisa melihat Jotunheimr yang tampaknya bundar dengan segala sesuatu di sekitarnya. Yang tidak berada di peta adalah lokasi mereka saat ini yang berwarna abu-abu karena belum pernah ada sebelumnya. Lyfa menyentuh peta dengan jari telunjuk kanannya,menunjukkan titik di atas, bawah, kiri dan kanan.

"Mereka seharusnya berada di sini, sini, sini dan sini. Kita sekarang berada di kuil antara dinding pusat dan dinding bara daya sehingga tangga terdekat seharusnya berada di Selatan atau Barat. Tapi..."

Lyfa merosotkan bahunya sebelum mengatakan pernyataan berikunya.

"Semua tangga ruang bawah tanah akan ada penjaga kelas dewa-jahat menunggu di sana."

"Mereka para dewa-jahat, seberapa kuatkah mereka?"

Lyfa tampak tidak percaya pada Kirito sebelum menjawab pertanyaanya.

"Tidak peduli sekuat apa dirimu, kali ini tidak akan cukup. Rumor mengatakan saat tempat ini pertama kali dibuka, Salamander mengirim pasukan besar masuk. Mereka semua dihancurkan oleh monster kelas dewa-jahat pertama yang mereka hadapi. Jendral Eugene, yang bahkan kamu berjuang untuk lawan, tidak bertahan lebih dari sepuluh detik saat menantangnya."

"...Itu benar-benar sesuatu..."

"Untuk berburu di sini, kamu harus mempunyai pemain-pemain berlengkapan berat pakaian berlapis baja sebagai perisai manusia, penyerang berkekuatan tinggi. dan sedikitnya delapan pemain yang berfokus pada dukungan dan pemulihan. Kita adalah dua pemain swordman bersenjata ringan; sebelum kita bisa melakukan sesuatu kita akan diinjak-injak sampai rata dan terbunuh."

"Saya ingin menghindari itu."

Kirito mengangguk, tetapi sebelum mendengar tentang tantangan seperti itu tampaknya ada sesuatu yang membuatnya bersemangat sampai bahkan lubang hidungnya buka-tutup. Lyfa yang melihat ini memastikan untuk menambahkan peringatan lainnya.

"Tetapi sebelum itu, ada kemungkinan 99% kita tidak akan mencapai tangga. Berlari sejauh itu akan menarik perhatian dewa-jahat dan kita akan mati sebelum dapat menarget mereka.

"Begitu...dan kita tidak dapat terbang di sini."

"Ya. Untuk mengembalikan kekuatan penerbangan, kita akan membutuhkan sinar matahari atau sinar bulan. Tetapi seperti yang kamu lihat, tidak ada satupun dari cahaya itu ada di sini. Satu-satunya pengecualian adalah players Imp yang dapat terbang sedikit di bawah tanah..."

Di sini, kata-katanya terputus dan mereka melihat sayap satu sama lain. Sayap hijau gelap Sylph Lyfa dan sayap abu-abu Spriggan Kirito telah kehilangan cahaya mereka dan melayu. Satu-satunya yang menandai mereka sebagai peri adalah telinga mereka yang runcing menunjuk karena mereka tidak bisa terbang.

"Jadi harapan kita yang terakhir adalah untuk bertemu dengan salah satu tim berburu dewa-jahat berskala besar yang Lyfa sebutkan sebelumnya dan mencari kembali jalan keluar ke permukaan."

"Kedengarannya benar."

Lyfa mengalihkan tatapannya le luar kuil kecil ini dan mengangguk.

Menembusi kegelapan biru tipis, melewati hutan luas bersalju dan es, berdirilah sebuah bangunan seperti benteng. Tentu saja, tempat itu dikuasai oleh Bos Monster kelas dewa-jahat terkuat dan anak buahnya; mendekati tempat itu akan berarti kematian yang tidak menyenangkan. Jadi tidak ada pemain lain yang dapat ditemukan di daerah tersebut.

"Jötunheimr menggantikan ruang bawah tanah di permukaan sebagai tingkat level tersulit yang baru ditambahkan. Jadi, jumlah kelompok yang ke bawah sini untuk berburu kurang dari sepuluh. Kemungkinan mereka datang ke kuil ini dengan tidak sengaja lebih rendah dibandingkan kita mengalah monster kelas dewa-jahat sendirian."

"Jadi ini kemungkinan akan menjadi uji keberuntungan kita."

Kirito tersenyum lemah, lalu menggunakan jari telunjuk kanannya untuk menyodok kepala gadis setinggi hampir sepuluh sentimeter yang tertidur di pangkuannya.

"Hei Yui...bangun."

Setelah mengedipkan matanya yang disertai dengan bulu matanya yang panjang dua tiga kali, tubuh kecilnya yang ditutupi dengan gaun pink tiba-tiba melonjak. Dia meletakkan tangan kanannya ke pipinya, meregangkan lengan kirinya tinggi ke atas dan menguap lebar. Gerakan ini begitu indah sehingga Lyfa hanya bisa menatap dengan kagum.

"Fuwaaa...Selamat pagi Papa, Lyfa-san."

Peri kecil ini menyambut mereka dengan suaranya yang indah seperti lonceng. Kirito kemudian berbicara kepadanya dengan suara yang sangat lembut.

"Selamat pagi, Yui. Sayangnya, sekarangnya masih malam dan kita masih berada di bawah tanah. Maaf untuk menganggumu tetapi apa kamu bisa mencari pemain lain di sekitar kita?"

"Baiklah, saya paham. Tunggu sebentar..."

Yui mengangguk kepalanya dan menutup matanya.

Nama resmi dari peri kecil ini, Yui, yang dibawa oleh Kirito berkeliling adalah <<Pixie Navigasi>>. Selama pemain membayar sejumlah biaya tambahan, mereka bisa memanggil pixie dari tampilan menu. Tetapi dari apa yang didengar oleh Lyfa, pixie navigasi seharusnya hanya bisa memberi informasi dasar yang sistem anggap relevan. Mereka juga seharusnya berbicara dengan suara sintetis dan tidak memiliki emosi. Lyfa belum pernah mendengar pixie dengan kepribadian atau bahkan dengan nama.

'Jika kamu terus-menerus memanggil pixie navigasi yang sama dalam jangka waktu yang lama, apa itu akan membuatnya ramah?' pikir Lyfa sambil menunggu balasan Yui.

Ketika Yui membuka matanya, telinganya terkulai dalam kekecewaan dan dia menggelengkan rambutnya yang berkilauan dan panjang sehitam gagak.

"Maaf, saya tidak dapat melihat respon yang menunjukkan pemain lainnya di kisaran koleksi dataku. Sebelum itu, jika saya bisa lebih cepat sadar tentang desa itu tidak terdaftar di peta..."

Melihat peri kecil itu menundukkan kepalanya dengan sedih dari tempat dia bertengger di lutut kanannya Kirito, Lyfa menggunakan ujung jarinya untuk mengelus kepala Yui dengan lembut.

"Tidak, itu bukan salahmu, Yui-chan. Saat itu saya memintamu untuk memperingati kamu dari pemain terdekat sebagai prioritas utama. Jadi janganlah bersedih."

"...Terima kasih, Lyfa-san."

Melihat mata Yui yang lembab, Lyfa merasa sulit untuk percaya kalau peri kecil ini hanyalah potongon sederhana dari kode program. Dia tersenyum dari hatinya, menyentuh wajah Yui sedikit dan mengalihkan perhatiannya kembali ke Kirito.

"Yah, karena telah terjadi, yang bisa kita lakukan sekarang hanya mencoba sebaik mungkin."

"Coba...coba apa?"

Kirito hanya bisa mengedipkan matanya kebingungan ke arah Lyfa yang sedang tersenyum tanpa kenal takut.

"Saya hanya ingin mencobanya---apakah kita berdua bisa mencapai tangga menuju permukaan. Duduk-duduk di sini hanya akan membuang waktu."

"Tapi, tapi, kamu kan yang mengatakan kalau itu mustahil..."

"Saya mengatakan bahwa itu 99% mustahil. Tapi saya ingin mengambil risiko kemungkinan 1% itu. Selama kita mengetahui gerakan dewa-jahat dan menghindari pandangan mereka, gerakan maju yang hati-hati seharusnya memungkinkan."

"Lyfa-san, kamu menakjubkan!"

Yui menepuk tangannya dan Lyfa menanggapi itu dengan mengedipkan salah satu matanya sebelum berdiri.

Namun, Kirito menggenggam lengan Lyfa dan menariknya kembali.

"A-Apa?"

Lyfa jatuh kembali ke tempat duduknya. Dia mulai memprotes, tetapi mata gelap Kirito yang melihat dirinya dari dekat menenangkannya. Selagi ia membalas tatapannya, Kirito yang biasanya santai kali ini memanggilnya dengan nada tegas.

"Tidak, kamu harus log out sekarang. Saya akan melindungi avatarmu sampai ia menghilang."

"Eh?! Ke-Kenapa?"

"Sekarang sudah jam setengah tiga. Bukannya kamu mengatakan kalau kamu seorang siswi? Hari ini kamu sudah berada dalam keadaan FullDive selama delapan jam berturut-turut demi diriku. Saya tidak bisa membiarkanmu berada di sini lebih dari itu."

"..."

Komentar Kirito yang tiba-tiba membuat Lyfa terdiam mencari kata-kata yang tepat, tetapi Kirito hanya melihatnya dan dengan tenang terus berbicara.

"Bahkan jika kita terus berjalan, kita tidak tahu berapa lama ini semua akan berlangsung. Jika kita menghindari jangkauan deteksi monster, itu akan menambah jarak perjalanan. Bahkan jika kita mencapai tangga, itu akan terjadi sekitar pagi hari. Saya mempunyai alasan untuk pergi ke Aarun, tetapi hari ini adalah hari kerja/sekolah, jadi saya pikir kamu lebih baik log out."

"Tidak, saya akan baik-baik saja. Hanya satu malam begadang..."

Memaksa tersenyum, Lyfa menggelengkan kepalanya.

Kirito melepaskan genggamannya dari lengan Lyfa, menundukkan kepalanya lalu berkata untuk akhirnya.

"Terima kasih telah datang sejauh ini denganku, Lyfa. Jika bukan untukmu, saya kemungkinan akan mengambil beberapa hari untuk mengumpulkan informasi. Berkat kamu, saya hanya membutuhkan waktu setengah hari untuk ke sini. Tidak peduli sebanyak apa saya mengucapkan terima kasih ke dirimu tidak akan cukup."

"..."

Lyfa tidak dapat melawan rasa sakit yang muncul di dadanya dari kometar-komentar mengejutkan ini. Dia hanya dapat mengepalkan tangannya dengan sia-sia.

Lyfa tidak yakin mengapa kata-kata ini menyakiti hatinya begitu dalam, tetapi mulutnya kemudian bergerak dengan sendiri dan dengan kasar mengatakan.

"...Saya tidak melakukan ini hanya untukmu."

"Eh?"

Kirito mengangkat wajahnya. Lyfa menghindari kontak mata dengan Kirito dan melanjutkan dengan suara keras.

"Saya...Saya ingin mengikutimu, itulah mengapa saya sekarang berakhir di sini. Saya berharap kamu mengerti setidaknya. Apa-apaan ini tentang perjalanan paksa? Apa kamu berpikir saya benci datang sejauh ini ke sini denganmu?"

Emosinya yang meledak-ledak terdeteksi oleh AmuSphere, dan ia mencoba membuat air mata menutupi matanya---Lyfa terpaksa mengedipkan matanya dengan cepat untuk membersihkannya. Untuk menghindari tatapan panik dari wajah Yui diantara dia dan Kirito, Lyfa berbalik menghadapi pintu masuk kuil dan berdiri.



"Saya...pikir kalau petualangan hari ini adalah yang terbaik yang pernah saya alami selama saya bermain di ALO. Ada begitu banyak hal yang menarik. Akhirnya saya juga mulai berpikir kalau dunia ini adalah kenyataan lain, saya baru mulai percaya!"

Lyfa mengusap matanya dengan tangan kanannya dan baru hendak pergi keluar ketika tiba-tiba---

Sebuah suara aneh dan besar yang bukan guntur atau gempa terdengar dari jarak dekat.

"BORURURURU!" Raungan itu, tidak salah lagi berasal dari mulut seekor monster raksasa.

Akibatnya, tanah mulai bergetar dan ada suara gemuruh langkah kaki.

'Oh tidak! Teriakanku yang sebelumnya pasti telah menarik perhatian dewa-jahat! Saya sangat bodoh! Bodoh!' Sambil menyalahkan dirinya di dalam pikiran, Lyfa dengan cepat memutuskan untuk menjadi umpan monster tersebut dengan berlari.

Kirito menginterupsinya dengan meraih pergelangan tangan kirinya Lyfa. Lyfa sendiri bahkan tidak tahu Kirito telah berada di belakangnya. Genggamannya yang kuat mencegah Lyfa lari ke sana.

"Lepaskan saya! Saya akan menarik perhatian musuh dan kamu gunakan kesempatan ini untuk keluar dari sini..."

Lyfa mendesak Kirito dengan suara rendah, tetapi Kirito menangkap sesuatu dan mengingatkan Lyfa.

"Tidak, tunggu. Ini agak aneh."

"Aneh apanya..."

"Bukan hanya ada satu."

Setelah mendengar ini, Lyfa mendengar dengan cermat; Memang benar, ada dua raungan dewa-jahat. Satunya adalah suara mesin raksasa yang menghasilkan suara bas rendah, tetapi yang satu lagi seperti campuran suara seruling kayu. Lyfa menahan nafasnya, lalu mengibaskan tangannya dari genggaman Kirito.

"Kalau ada dua itu bahkan lebih buruk! Jika keduanya menyasarimu, semua akan terlambat! Setelah kamu mati, kamu akan mengulang dari Sylvain lagi!"

"Tidak, bukan itu maksudku, Lyfa-san!"

Teriakan kecil itu berasal dari Yui, yang terduduk di bahu Kirito.

"Kedua monster dewa-jahat dekat sini...mereka sedang bertarung satu sama lain!"

"Eh?!"

Lyfa dengan cepat menutup matanya dan berkonsentrasi mendengar. Benar, raungan gemuruh jejak kaki itu tidak terdengar seperti berpacu pada garis lurus tetapi melainkan seperti bergerak tidak beraturan.

"Te...Tetapi, monster berkelahi satu sama lain, bagaimana..."

Lyfa bergumam kagum, lupa total dengan kesedihan yang ada di hatinya. Kirito sepertinya telah memutuskan sesuatu dan berbicara.

"Mari kita pergi dan lihat. Kuil ini bukan tempat pengungsian juga apalagi."

"Benar juga."

Lyfa mengangguk dan menaruh tangannya di gagang katana di pinggangnya, lalu mengikuti Kirito keluar dari kegelapan yang penuh dengan tarian salju.

Setelah berlari beberapa langkah, suara berisik mengungkapkan dua monster dewa-jahat. Mereka dengan pelan mendekat dari sisi timur, gerakan mereka seperti getaran gunung kecil. Hampir setinggi dua puluh meter, kedua monster itu unik dengan warna biru-keabuannya.

Setelah melihat dengan dekat, kedua monster kelas dewa-jahat berbeda dalam ukuran. Yang mengeluarkan suara "BORURURU!" adalah yang paling besar dari mereka, sekitar dua kali lebih tinggi dari monster lainnya yang membuat suara kicauan "Hyuruhyuru!".

Monster yang lebih besar berbentuk samar-samar seperti manusia tetapi ia mempunyai tiga wajah berjejer vertikal dan empat lengan. Kedua lengannya berada di dua sisi masing-masing---itu dapat disebut raksasa. Setiap sudut wajahnya memberi kesan dewa berhala. Setiap wajah masing-masing mengeluarkan tangisannya, ketiganya dengan bersama membuat suara "BORURURU" yang terus menerus seperti mesin. Di setiap 4 tangannya, terdapat pedang yang tampaknya seperti gelagar baja yang besar, dengan bilahan berat yang diayunkan seolah-olah ringan.

Sebaliknya, lebih sulit untuk memahami monster kecil yang satunya lagi. Telinga besar, belalai panjang seperti gajah dan tubuh seperti bakpao yang didukung oleh dua puluh kaki bercakar seperti kait. Kesan keseluruhannya adalah ubur-ubur berkepala gajah.

Monster ubur-ubur berkepala gajah itu memanjangkan cakar kaitnya untuk menekan raksasa berwajah tiga, tetapi keempat pedang besi itu diayunkan secepat badai kilat dan dengan mudah menahan serangan musuhnya. Cakarnya dengan sia-sia berusaha mencapai wajah raksasa. Di sisi lain, pedang raksasa tersebut dengan mudah menyakiti tubuh monster ubur-ubur, cairan tubuh yang gelap melayang pergi seperti kabut.

"Apa...Apa yang sedang terjadi..."

Lyfa berbisik kaget dan lupa total untuk bersembunyi karena takjub.

Di game ALO, pertempuran antara monster bisa terjadi tapi hanya untuk tiga alasan. Yang pertama, jika salah satu monster telah dijinakkan oleh pemain Cait Sith dengan kemampuan penjinakan tingkat tinggi; Dengan kata lain, <<hewan peliharaan>>. Kedua, jika Puca memainkan melodi yang menyebabkan status bingung atau gelisah ke monster. Dan yang ketiga adalah ketika salah saltu monster dihipnotis oleh sihir ilusi dan dipaksa untuk bertempur.

Di pertempuran yang terjadi di depan mereka, tidak salah satupun memungkinkan. Jika salah satu monster adalah hewan peliharaan, kursornya seharusnya berwarna kuni-kehijauan. Tetpi kedua monster dewa-jahat mempunyai kursor kuning. Tidak ada musik yang bisa didengar dari gemuruh tanah dan teriakan yang memenuhi udara. Dan juga, tidak ada efek cahaya yang diakibatkan oleh sihir ilusi yang hadir.

Tampaknya kedua monster dewa-jahat tidak mengetahui keberadaan kelompok Lyfa dan melanjutkan pertarungan intens mereka. Namun, raksasa berwajah tiga itu tampaknya memiliki keuntungan, sedangkan gerakan ubur-ubur berkepala gajah itu tampaknya melamban. Akhirnya, dengan ayunan pedangnya, raksasa itu memotong salah satu kaki bercakar ubur-ubur tersebut. Kakinya jatuh ke tanah dekat Lyfa dengan impak tanah bergetar.

"Hei, bukankah tampaknya sedikit berbahaya berada di sini...?"

Kirito berbisik di sampingnya. Lyfa mengangguk tetapi tidak bisa menggerakkan dirinya. Darah dari luka ubur-ubur tersebut terpercik ke salju putih, mewarnainya hitam, dan Lyfa tidak dapat melepaskan pandangannya dari dewa-jahat berkepala gajah itu.

Luka monster ubur-ubur tersebut memaksanya berteriak nyaring selagi mencoba kabur. Raksasa itu tidak akan membiarkannya pergi, namun mengayun pedang besinya dengan lebih kuat lagi ke tubuh ubur-ubur itu. Tidak tahan dengan tekanan itu, ubur-ubur itu berteriak selagi berusaha meringkuk ke tanah, teriakannya perlahan-lahan melemah. Raksasa itu tetap mengayun pedangnya tanpa ampun, mengukir luka kejam di kulit abu-abu ubur-ubur tersebut.

"...Selamati dia, Kirito-kun."

Mendengar ucapan yang keluar dari mulutnya, Lyfa terkejut dengan dirinya sendiri. Ekspresi dari wajah Kirito tiga kali lebih mengejutkan darinya. Menatap Lyfa dan kedua monster dewa-jahat, Kirito menanyai Lyfa dengan suara bingung.

"Yang mana?"

Memang, dibandingkan dengan raksasa berwajah tiga, ubur-ubur itu lebih aneh bentuknya. Tapi dalam situasi ini, tidak perlu ragu-ragu.

"Tentu saja monster yang sedang disakiti."

Lyfa menjawab langsung, tetapi Kirito menjawab dengan pertanyaan yang wajar.

"Gimana?"

"Uhm..."

Lyfa menjawab tanpa respons. Sebagian besar karena fakta bahwa dia tidak memiliki ide untuk melakukan itu. Selama periode keraguan Lyfa, lebih banyak luka muncul di belakang punggung biru-keabuan dewa jahat berkepala gajah tersebut.

"...Kirito-kun, lakukan sesuatu!"

Lyfa menangis sambil menggengam kedua tangan ke dadanya. Pemuda Spriggan itu tidak melakukan apa-apa selain menggaruk rambut hitamnya.

"Meski kamu bilang itu..."

Tiba-tiba tangan Kirito berhenti bergerak dan menatap ke monster dewa-jahat lagi. Matanya menyipit sedikit, kedipan matanya mengkilap mengikuti kecepatan jalan pikiran di otaknya.

"...Bentuk seperti itu, kalau ada maknanya..."

Kirito bergumam. Kemudian ia melihat sekeliling daerah itu dan berbisik ke Yui yang sedan duduk di bahunya.

"Yui, apa ada air dekat sini? Sungai atau danau pun bisa saja!"

Mendengar itu, pixie itu menutup matanya tanpa bertanya alasan dari Kirito dan mulai mengangguk kepalanya hampir dengan segera.

"Ada, Papa! Sekitar dua ratus meter ke utara ada sebuah danau beku!"

"Bagus...Lyfa, larilah ke sana seperti nyawamu bergantung padanya."

"Eh...Hah?"

Sepertinya Kirito sedang membicarakan bentuk raksasa berwajah tiga dan berlengan empat tetapi apa hubungannya dengan air yang dia bicarakan?

Lyfa bingung tetapi Kirito tidak berkata apa-apa sambil membungkuk dan menarik keluar paku panjang dan gemuk dari sabuknya. 'Itu pasti cungkil pelempar' pikir Lyfa meskipun tidak pernah melihat hal seperti itu sebelumnya. Karena ALO mempunyai serangan sihir jarak jauh yang sangat kuat, tidak ada gunanya melatih teknik senjata simpel jarak jauh.

Namun Kirito benar-benar melakukannya. Dia memutarkan paku sepanjang dua belas sentimeter itu di atas bahunya dan menggenggam paku tersebut hanya dengan ujung jarinya.

"...Nah!"

Dengan teriakannya, lengan kanan Kirito bergerak dengan kecepatan yang tidak bisa dilihat Lyfa dan paku besi itu melaju lurus dengan aliran cahaya biru...

Rudal paku itu menghantam tepat diantara mata merah-gelap bercahaya di wajah tertinggi raksasa berwajah tiga itu.

Lyfa terkejut saat ia mencermati HP bar raksasa tersebut yang menunjukkan bahwa HP-nya berkurang dengan sangat sedikit. Dengan senjata sekecil itu yang menembus pertahanan luar biasa monster kelas dewa jahat tidak dapat dilakukan tanpa teknik melempar tingkat tinggi.

Sementara dengan kerusakan seperti itu ke monster dewa jahat itu yang mempunyai HP bar tinggi, kerusakan yang dilakukannya penting sekali di sini karena---

"BORURURURU!"

Sebuah raungan amarah terdengar dari raksasa berwajah tiga itu dengan keenam matanya terfokus semua ke Kirito dan Lyfa, menandakan perubahan target dari ubur-ubur ke pemain.

"...Kabur demi nyawamu!!"

Kirito berteriak sambil berlari ke utara, menyemprotkan salju ke segala arah sambil melarikan diri dengan kecepatan tertinggi.

"Tungg-..."

Sambil menggerakkan mulutnya, Lyfa buru-buru mengikuti si Spriggan yang berlari jauh di depan. Kemudian, tepat dari belakangnya terdengar suara ranguan seperti petir dan suara sesuatu menginjak-injak tanah. Raksasa tersebut sedang mengejar mereka berdua.

"Tunggu...Tidaaaaaaaak!"

Lyfa menjerit sambil melesat kencang dengan kecepatan tinggi. Namu, Kirito sudah berlari jauh di depannya memiliki bentuk yang bahkan pelari Olimpiade akan merasa iri sambil berlari semakin jauh dan jauh dari Lyfa. Lyfa telah pernah mengalami kecepatan lari Kirito saat mereka kabur dari <<Koridor Ruger>>, tetapi ditinggali kabur sendirian adalah hal yang berbeda lagi.

"Jahaaaaat sekaliiiiii!"

Sambil menjerit dengan putus asa, suara getaran dari belakangnya terdengar semakin mendekat. Raksasa itu setinggi sekitar tiga belas kali lebih besar dibandingkan dirinya, jadi setiap langkahnya memiliki rasio yang sama dibandingkan langkah kaki Lyfa. Ketakutannya akan pedang setinggi balok beton itu mengayun ke dirinya membuat Lyfa memaksa seluruh tubuhnya ke titik batas---yaitu, sinyal gerakan pikirannya bekerja lebih cepat dalam upaya mengejar Kirito.

Tiba-tiba, di depannya, pemuda berpakaian hitam itu berhenti di kepulan awan salju. Dia berbalik dan menangkap Lyfa dengan uluran tangannya. Meskipun sedang berada dalam situasi menakutkan ini, Lyfa dapat merasakan wajahnya memanas sambil melihat ke arah belakang mereka.

Raksasa berwajah tiga itu cukup dekat dengan mereka untuk menjadi mengerikan. Raksasa itu akan mengerjar mereka dalam hitungan beberapa detik. Jika mereka dihantam oleh pedang besi raksasa itu, Kirito dan Lyfa yang berpakaian lapisan baja ringan akan kehilangan semua HP mereka dalam satu tebas.

'...Apa yang ingin kamu lakukan!!'

Lyfa ingin bertanya Kirito yang sedang memeluknya mendekat erat padanya. Pada saat bersamaan...

Krak krak krak...terdengar dari tanah sambil meledak keluar.

Kaki raksasa tersebut yang sebesar batang pohon telah menembus es yang terbaring di bawah salju. Kirito telah berhenti di tengah danau beku besar yang tertutup salju. Es sebesar 15 meter mengelilingi raksasa tenggelam tersebut, mengekspos air gelap tembus pandang. Raksasa berwajah tiga itu terjun tenggelam ke danau buatannya sendiri yang menyebabkan kolom air edan terpancur ke atas udara.

"Tenggelamlah seperti itu..."

Lyfa berkata dengan sangat memohon, tetapi solusi semudah itu tidak terjadi. Satu setengah dari wajah-wajah raksasa tersebut muncul di atas permukaan air dan perlahan-lahan mendekat. Sepertinya di bawah air itu kedua tangannya bertindak sebagai dayung; Meskipun dengan tubuhnya yang seperti batu, dia bisa berenang dengan baik. Jika Kirito bertaruh pada tenggelamnya raksasa itu, sepertinya ia kalah.

Ingin mulai berlari lagi, Lyfa berbalik hanya untuk melihat Kirito yang berdiri tidak bergerak. Dia menggenggam tangan Lyfa dengan cukup kuat untuk mengaktifkan peringatan pelecehan, tetapi Kirito tetap menatap raksasa tersebut.

"...Ah, kamu, tidak mungkin ingin..."

'Kirito ingin mati di sini'

Pikiran itu melintas di benak Lyfa.

Dia tidak mungkin ingin melakukan apa yang Lyfa ingin coba sebelumnya, yaitu mengorbankan dirinya untuk membiarkan Lyfa log out, mati dan kembali ke titik save point di ibukota Sylph, Sylvian.

Lyfa tidak dapat membiarkan itu. Kirito mempunyai alasan yang kuat untuk pergi ke Aarun, atau lebih khususnya ke <<Pohon Dunia>>, setelah Lyfa mengetahuinya dari satu hari perjalanan dengan Kirito. Satu-satunya alasan pemuda Spriggan itu bermain ALO adalah untuk bertemu seseorang di puncak <<Pohon Dunia>> dan dia telah melewati banyak tantangan untuk mencapai sejauh ini.

"Tidak, kamu harus kabur..."

Lyfa menangis dengan lemah sambil mencoba melepaskan dirinya dari pelukan Kirito, tetapi ia diinterupsi oleh suara percikan lain.

Terkejut, Lyfa menoleh kepalanya dan melihat kolom air baru muncul di belakang raksasa berwajah tiga.

"Yururururu!" Raungan itu pasti berasal dari dewa-jahat berkepala gajah yang disiksa oleh raksasa berwajah tiga tadinya. Meskipun mereka berhasil mengusir raksasa itu darinya, dia kembali mengejar raksasa berwajah tiga daripada kabur.

Lyfa secara langsung melupakan situasinya, matanya terbuka lebar dari perasaan takjub ketika melihat-

Sambil memotong menembus air, sekitar dua puluh anggota lengannya bangkit dan melingkar di sekitar wajah dan tangan raksasa tersebut.

"BORUBORU!" Raksasa itu mengaum dengan marah, mencoba mengayun pedang besinya. Namun, mereka sudah bergerak ke dalam air dengan perlahan dan tidak dapat menebas kulit ubur-ubur itu.

"...Be-Begitu..."

Lyfa berbisik dengan suara serak.

Monster ubur-ubur berkepala gajah itu sebenarnya monster air. Ketika dia berada di darat, sebagian besar dari lengannya di butuhkan untuk mendukung tubuh berbentuk mangkuknya. Sekarang pada saat dia berada di danau, dengan tubuhnya yang mengapung di air, seluruh lengannya dipakai untuk menyerang. Di sisi lain, raksasa itu membutuhkan kedua tangannya untuk berenang, yang mengakibatkan kurangnya kekuatan serangannya sampai 50%.

<<Bentuk>> yang Kirito bicarakan sebelumnya mengacu pada ubur-ubur itu. Menyadari bahwa itu adalah hal yang alami untuk seekor ubur-ubur berada di air, Lyfa tidak menyadari hal itu sehingga ia menggenggam kedua tangannya dengan erat. Dewa-jahat berkepala gajah itu seperti ikan berada di air, kekuatannya memaksa kepala raksasa itu ke bawah permukaan air. Pertarungan sengit kedua monster berukuran super itu menyebabkan gelombang tinggi, menyemprotkan sejumlah besar air dan es ke segala arah.

Ubur-ubur gajah itu mengaum raungan intens, tubuhnya bersinar cahaya biru-keputihan. Cahaya itu lalu berubah menjadi sengatan listrik yang mengalir melalui kedua-puluh lengannya.

"Ah..."

"Bagus!"

Kirito dan Lyfa berteriak bersamaan. HP raksasa berwajah tiga itu mulai berkurang dengan kecepatan yang luar biasa. Menggunakan teknik identifikasi, mereka bisa melihat jumlah ratusan dari ribuan HP menghilang setiap kali percikan listrik mencetus.

Kemungkinan darah raksasa itu mendidih, tetapi beberapa kedipan cahaya merah menyala di air dengan kolom uap air menguap naik; Hal ini tidak berpengaruh kepada HP ubur-ubur tersebut. Akhirnya, frekuensi suara tangisan "BORUBORU" melambat berhenti----diikuti dengan ledakan poligon yang jumlahnya dapat menutup penglihatan Lyfa.

Lyfa mengalihkan pandangannya sejenak. Lalu setelah ia melihat kembali, ia hanya melihat satu kursor yang tertampil.

"Yurururururururu..." dengan auman kemenangannya, si ubur-ubur berkepala gajah itu mengangkat kakinya yang banyak dan menurunkannya kembali ke dalam air. Lalu ia berenang kembali dengan lancar didalam danau.

Air mengalir ke bawah seperti air terjun dari tubuhnya yang besar saat ia menyeret dirinya naik ke tepi danau. Ubur-ubur itu lalu berjalan melalui es mendekati mereka. Lyfa menahan nafasnya sambil melihat.

Dengan jejak kakinya yang bergoyang mendekati dengan suara "Don Don", ia berhenti tepat di depan Kirito dan Lyfa---Lyfa sekali lagi terpesona oleh ukuran tubuhnya yang besar. Saat bertempur melawan raksasa tadi, tentakel raksasa ini tampaknya seperti lengan yang tipis, tetapi setelah melihatnya sedekat ini dia baru sadar kalau dia tidak dapat mengelilingi tentakel itu dengan lengannya terbuka lebar. Tinggi di atas tentakel yang seperti batang pohon ini adalah tubuhnya yang bundar, tetapi hanya konturnya lah yang terlihat.

Tidak peduli bagaimana kamu melihatnya, kepala memang kepala gajah. Tetapi selain telinga yang menggantung di sisi wajahnya yang bundar adalah pelengkap seperti lengan yang ditutupi oleh embel-embel yang merupakan insangnya. Dibawah wajahnya yang bundar tergantung hidungnya yang sepanjang tentakelnya. Matanya agak aneh dengan tiga sisi bulatan lensa hitam-legam berdampingan. Berbaris seperti bola-nasi, mereka sebenarnya memberi ekspresi yang agak lucu.

"...Jadi, apa yang harus kita lakukan sekarang?" Kirito bergumam.

Lyfa memang meminta menolong monster mirip gajah ini, tetapi dia belum sempat berpikir apa yang harus mereka lakukan setelah itu. Dewa-jahat menakutkan yang berada di depan matanya mempunyai kursor kuning, menandai bahwa ia musuh dan kemungkinan dapat membunuh mereka dengan satu pijakan dari kakinya yang bercakar.

Namun, fakta bahwa monster ini belum menyerang mereka dapat berarti perkembangan yang tidak terduga. Ketika berbicara soal ruang bawah tanah yang sulit seperti Jötunheimr, adalah hal yang biasa jika monster menyerang pemain ketika mereka melihatnya. Karena ubur-ubur ini belum melakukan itu, dapat berarti ia akan meninggalkan mereka jika mereka menunggu.

Pikiran Lyfa dikhianati satu detik kemudian. Dengan suara "Yurururu", dewa-jahat ini mengulurkan belalainya yang panjang ke mereka berdua.

"Akh..."

Saat Kirito sedang memundurkan dirinya, Yui, yang tetap diam sampai sekarang, menyambar telinga Kirito dan berusaha menenangkan pemuda Spriggan ini.

"Tidak apa-apa, Papa. Anak ini tidak marah."

'...Anak?' pikir Lyfa, tetapi dia dengan segera tidak dapat waktu untuk merenungkan pertanyaan itu lebih jauh.

Belalai panjang itu dengan lembut melingkari tubuh kedua orang itu dan mengangkat mereka naik dari tanah.

"Hieeee!"

Kirito menjerit sedangkan Lyfa terdiam. Gajah dewa-jahat ini dengan perlahan mengangkat mereka naik beberapa puluhan meter ke udara dan terlihat seperti akan memasukkan mereka ke mulutnya---untungnya hal itu terjadi, namun ia hanya menjatuhkan mereka berdua ke punggungnya.

Mereka berdua mendarat dengan pantat mereka dan terpental sekali sebelum berhenti. Dilihat dari jauh, punggung gajah ubur-ubur ini terlihat halus, tetapi setelah dilihat dari dekat punggungnya ditutupi oleh rambut keabu-abuan. Melihat Kirito dan Lyfa duduk di tengah-tengah punggungnya, gajah ubur-ubur itu sepertinya tampak puas. Hal itu membuatnya bersuara senang sebelum bergerak seperti tidak ada apa-apa yang terjadi.

"..."

Lyfa dan Kirito memandang satu sama lain sebelum gadis Sylph berhenti mencoba menganalisa situasi saat ini, memutuskan untuk dengan santai melihat pemandangan di sekitarnya.

Kerajaan gelap Jotunheimr tidak sepenuhnya gelap. Langit-langit ditutupi dengan es yang melepaskan cahaya pucat. Cahaya biru pucat menyinari pemandangan yang ditutupi oleh salju, dan meskipun tempat ini adalah daerah ultra-berbahaya, pemandangannya sangatlah indah. Sebuah kastil tua di tengah hutan hitam, tebing curam dan menara yang dibangun untuk menghubungkan dunia ini dengan dunia di permukaan. Lyfa dapat melihat semua ini dengan jelas dari tenggerannya yang berada puluhan meter dari tanah.

Ubur-ubur gajah itu berjalan dengan kedua-puluh lengannya dan setelah satu menit perjalanan di punggungnya yang bergoyah, Kirito berbisik menanyai ke rekannya.

"Jadi ini...awal sebuah quest?"

"Hmmm..."

Tampak sedikit bingung, Lyfa merumuskan jawabannya dengan tenang.

"Jika ini adalah quest, pada saat dimulai, tampilan Start-log akan muncul di daerah ini..."

Lyfa melambaikan tangan kirinya ke daerah kosong kiri atas pandangannya.

"Karena tidak ditampilkan di sini, ini jelas bukan permintaan quest. Jika memang demikian, kemungkinan sejenis event...Ini bisa menjadi sedikit merepotkan."

"Seperti apa?"

"Jika memang sebuah quest, akan selalu ada bermacam-macam hadiah akhir quest. Tetapi sebuah event lebih seperti pemain berpartisipasi dalam sebuah pentas drama---biasanya tidak selalu berakhir dengan akhir yang indah."

"...Maksudmu kita kemungkinan akan berakhir dengan salah satu akhiran tragis, kan?"

"Mungkin saja. Dulu, saya memilih pilihan yang salah di event jenis horor dan tewas di tangan seorang nenek sihir yang merebusku di pancinya."

"Game yang menarik."

Kirito tertawa dan tersenyum ketat, lalu memulai menyisir rambut tebal di bawahnya.

"...Nah, karena ini telah terjadi, kita sebaiknya tetap berada di kapal ini--tidak, maksudku ubur-ubur. Toh, bahkan jika kita meloncat turun dari ketinggian ini kita akan menerima kerusakan yang cukup serius. Jadi lebih baik menumpanginya sampai selesai...Bagaimanapun juga, kemungkinan sudah terlambat..."

"A, apa?"

Lyfa memberikan tatapan bingung ke pemuda Spriggan ini. Kirito menunduk sambil menjawab.

"...Saya minta maaf untuk hal sebelumnya, Lyfa. Saya membuat ringan perasaanmu...Kemungkinan saya memandang rendah dunia ini dan tidak cukup serius menghadapinya. Ini hanyalah sebuah game...Tetapi mau ini nyata atau tidak, apa yang kamu rasakan dan pikirkan semuanya nyata, saya harusnya mengetahui itu..."

Penulis : Rulli Rhamananda ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Sword Art Online Jilid IV Bab V (Bagian I) ini dipublish oleh Rulli Rhamananda pada hari Senin, 19 November 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Sword Art Online Jilid IV Bab V (Bagian I)
 

0 komentar:

Posting Komentar