Sword Art Online Jilid III Bab III



Seekor burung tengah menyanyikan lagu yang mengisi pagi hari sambil hinggap di meja putih.

Tangan kanannya dengan perlahan menjulur, dan jemarinya yang merentang dengan lembut menyentuh bulu seperti berlian dari burung itu, dengan sekejap membuat si burung terbang tanpa suara. Burung itu terbang membentuk busur, dan mengepak jauh ke arah cahaya matahari bersinar.

Bangkit dari kursinya, ia mengambil beberapa langkah maju seolah ingin mengikuti si burung. Namun dalam sekejap, jeruji emas yang berkilau memblokir jalannya. Burung itu terus terbang menembus celah dan akhirnya bebas. Makin tinggi dan makin tinggi, lebih jauh dan lebih jauh, ia akan pergi jauh entah kemana.

Asuna hanya berdiri terpaku dan menyaksikan si burung semakin kecil dan makin kecil sampai akhirnya bersatu dengan warna langit, dan ia perlahan kembali ke kursinya dan duduk.




Meja dan kursi, dibangun di atas marmer putih bersih, terasa dingin dan keras. Disamping kursi dan meja terdapat ranjang mewah dengan warna putih yang sama. Furnitur itu adalah satu satunya benda di “kamar” ini, kalau kau bisa menyebutnya seperti itu......

Lantai tertutupi oleh keramik yang juga bersinar putih. Berjalan dari satu sisi ke sisi lain hanya perlu dua puluh langkah, namun ruangan bundar ini juga dikelilingi oleh dinding yang terbentuk oleh jeruji emas berkilau. Tiang tiang di dalam sangkarnya dibuat terpisah cukup lebar sehingga Asuna bisa masuk ke dalamnya, namun sistem membuat kabur menjadi mustahil.

Tiang tiang emas yang saling bersilangan memanjang ke atas, dan melengkung membentuk kubah. Cincin besar memanjang dari bagian atas kubah, dan cabang pohon yang gemuk menembus diantaranya untuk mendukung seluruh struktur. Cabang itu memanjang ke angkasa dan merupakan bagian sebuah pohon raksasa.

Dengan kata lain, ruangan aneh ini sebenarnya adalah sangkar. Itu adalah sangkar burung dengan skala tak terbayangkan, namun tempat dimana bahkan burung bisa bebas masuk dan keluar. Satu satunya orang yang menghadapi kesulitan seorang tahanan adalah Asuna. Sehingga, tempat ini bisa disebut penjara.

Ruangan itu nampak mewah, elegan, dan indah, namun merupakan penjara pohon yang sangat dingin.


Sekitar enam puluh hari telah berlalu sejak Asuna terbangun di tempat ini. Tapi, entah angka itu benar atau tidak. Tak ada yang bisa dipakai untuk menulis di tempat ini. Hari hari itu juga sepertinya lebih singkat dari dua puluh empat jam. Meskipun demikian, jam internalnya membuatnya terbangun tak peduli siang atau malam.

Setelah bangun, dia akan menanyai dirinya berapa hari telah berlalu, namun belakangan, dia bahkan tak bisa meyakini jumlahnya. Sejauh yang dia tahu, dia mungkin sudah mengulangi hari yang sama beberapa kali, atau beberapa tahun telah berlalu. Makin lama dia terjebak disini, makin banyak memori yang ia luangkan dengan «dia» yang memudar.

Waktu itu.........

Ketika Aincrad runtuh, dunia terselimuti dalam ledakan cahaya. Sebelum lenyap, Asuna dan Kirito saling berpegangan bersama dan menunggu sampai momen mereka kehilangan kesadaran.

Ia tak merasakan takut. Ada keyakinan kalau dia sudah melakukan apa yang harus dia lakukan dan menjalani hidup tanpa apapun untuk disesalkan. Lenyap bersama dengan «dia» adalah akhir yang ia syukuri, Pikir Asuna saat itu.

Terselimuti dalam cahaya jiwa mereka yang saling bertautan, tak masalah meski tubuh mereka lenyap.

Saat kehangatannya lenyap, Asuna dalam sekejap dikelilingi oleh kegelapan. Ia mengulurkan tangannya, berusaha keras meneriakkan namanya. Namun ia menjadi terjebak dalam arus tanpa akhir yang semakin menyeretnya ke dalam kegelapan. Kemudian terdapat kilatan cahaya bertubi tubi. Tanpa memahami kemana dia dipindahkan, Asuna berteriak keras keras. Akhirnya, cahaya berwarna pelangi muncul di hadapannya. Cahaya warna warni membentang di hadapannya, dan ia jatuh ke tempat ini.




Menggantung di dinding dan menyokong ranjang bergaya Gothic adalah cermin raksasa. Tercermin disana adalah bentuk yang sedikit berbeda dari yang ia kenal. Wajahnya, dan rambut kastanyenya, sama seperti sebelumnya. Namun dia mengenakan gaun putih sepotong yang tipis yang ia anggap sangat rapuh. Didekorasi di atas gaunnya, tepat di atas dadanya adalah pita berwarna merah darah. Rasa dingin yang menusuk kaki telanjangnya memberitahunya kalau lantai terbuat dari pualam. Ia tak memiliki senjata apapun di punggungnya, namun substansi transparan misterius membentang dari punggungnya dalam bentuk sayap. Mereka lebih mirip sayap serangga ketimbang burung.

Awalnya, dia berpikir kalau dia telah mendatangi kehidupan setelah mati. Tapi sekarang, dia paham kalau itu salah besar. Meski dia telah mencoba melambaikan tangannya, dia tak mampu membuka jendela menu. Ini bukan Aincrad namun dunia ilusi yang baru, penjara virtual buatan komputer. Asuna telah terpenjara di tempat ini karena kejahatan seseorang.

Karena ini masalahnya, ia tak bisa membiarkan dirinya dikalahkan. Pikirannya menolak untuk kalah oleh kejahatan orang itu. Dengan mengingat ini, Asuna menahan semua rasa kesepian dan kecemasan setiap berlalunya hari. Namun sekarang, keyakinannya mulai runtuh. Keputusasaan perlahan menyerbu ke dalam hatinya.

Asuna duduk di atas kursi dingin dengan tangan dilipat di atas meja, dan ia merasakan kegelisahan di hatinya seiring ia terus memikirkan «dia».

‘Lekaslah.....lekaslah datang dan selamatkan aku, Kirito-kun......’




“Itu ekspresi yang sangat indah, Titania.”

Tiba tiba sebuah suara terdengar dari dalam sangkar burung.

“Itu wajah seseorang yang hampir menangis. Aku ingin membekukan ekspresi itu, dan membuat dekorasi darinya.”

“Kalau begitu lakukanlah.”

Ujar Asuna, menolehkan kepalanya ke arah datangnya suara.

Dari sudut sangkar emas dan ke arah pohon raksasa yang dikenal dengan «World Tree» terdapat pintu. Pintu itu terbuka dan menampakkan anak tangga yang diukir dari cabang pohon lain yang menjembatani jarak diantara sangkarnya dan batang pohon.

Pintu terbuka dan menampakkan seorang lelaki jangkung.

Rambut emas bergelombangnya tergerai dari bawah mahkota perak bundar di atas kepalanya. Ia berdandan dalam mantel sutra hijau nan mewah yang didekorasi dengan sulaman perak. Seperti Asuna, dia juga memiliki sayap. Namun sayapnya tidak transparan; lebih seperti kupu kupu raksasa. Keempat bagian sayapnya beralih dari warna beludru hitam dan hijau emerald.

Wajahnya memiliki keindahan yang kemungkinan buatan. Dengan dahi lembut, hidung langsing panjang, dan mata dengan iris berwarna sama dengan pola sayapnya, ia sangat tampan. Namun, bibir tipisnya, berkerut dalam ekspresi penuh penghinaan dan terdistorsi oleh senyum yang membenci segalanya, benar benar menghancurkan keindahan wajahnya.

Saat Asuna melihat lelaki ini, dia memalingkan wajahnya seolah dia baru melihat hal menjijikkan. Ia berujar dengan nada datar:

“....Kau bisa melakukan apapun sesukamu sebagai administrator sistem. Lakukan sesukamu.”

“Mengatakan hal kejam seperti itu lagi. Sejauh ini, pernahkah aku memaksakan diriku padamu, Titania?”

“Kau masih bisa mengatakan itu setelah mengunciku di dalam sini? Hentikan nama aneh itu; aku adalah Asuna, Oberon, bukan Sugou-san.”

Asuna menatap perwujudan Sugou Nobuyuki saat ini, yakni «Raja Peri Oberon». Namun kali ini, dia tak memalingkan wajahnya dan mengembalikan pandangannya dengan tatapan kuat.

Menyudutkan bibirnya dengan ekspresi jijik, Oberon tanpa peduli berkata.

“Lekaslah bangun. Di dunia ini, aku adalah Oberon sang Raja Peri, dan kau sang Ratu Titania. Kita adalah kecemburuan para pemain, master dari ALfheim, dan kau suatu saat pasti membuka hatimu padaku......sebagai pasanganku.”

“Tak peduli berapapun lamanya kau menanti, sia sia saja. Satu satunya hal yang akan kuberikan padamu adalah kebencian dan penghinaan.”



“Aduh aduh, keras kepala sekali.”

Oberon perlahan mengulurkan tangan kanannya ke sisi wajah Asuna, sambil tertawa.

“Ini.....aku merasa kalau hari hari ini......”

Dia mencoba membuat Asuna menghadapnya, namun Asuna membuang wajahnya.

“Kalau begitu, mungkin bagus untuk membuatmu patuh dengan paksa. Seperti itu pasti akan lebih menyenangkan.”

Wajah Asuna tercekat oleh cengkeramannya, dan jemari di tangan kirinya mendekat dengan perlahan, menyentuh pipinya sambil perlahan menggerakkan jarinya ke bibirnya. Punggung Asuna terasa bergidik oleh perasaan menjijikkan ini.

Mata Asuna terisi oleh rasa jijik, dan ia menggertakkan giginya dan mengencangkan bibirnya membentuk garis tipis. Jemari Oberon terus menerus meluncur sepanjang bibirnya sebelum perlahan turun ke lehernya. Saat akhirnya mencapai dadanya, jarinya mencengkeram pita merah. Sambil menikmati rasa takut dan malu Asuna, tangannya menarik bagian ujung pita, dan perlahan, perlahan menarik......

“Hentikan!”

Tak mampu menahan sentuhannya lebih banyak lagi, suara Asuna akhirnya meluncur dari bibirnya.

Mendengar suaranya, Oberon masih mencoba merayunya, namun dia akhirnya melepas jarinya dari pita. Ia mengayun ayunkan jarinya sebelum dia berbicara dengan tawa:

“Cuma bercanda. Bukankah sudah kusebutkan? Aku takkan memaksamu. Pokoknya, kalau waktunya telah tiba, kau pasti akan memohon padaku. Itu hanya persoalan waktu.”

“Sungguh bodoh! Apa kau pikir itu akan benar benar terjadi!?”

“Apa kau yakin kalau aku ini bodoh? Tak lama lagi kau akan menerima perasaanku, Titania.”

Oberon menempatkan kedua tangannya di meja dan bersandar ke belakang dengan santai. Menampakkan seringai berbayang bayang, ia menatap ke arah luar sangkar burung.

“Kau melihat belasan dari ribuan orang menyelam kemari dan menikmati permainan di dunia yang luas ini. Tapi sayang, mereka tak sadar apa apa. Sistem «FULLDIVE» tak dikembangkan hanya untuk industri hiburan.”

Oleh ucapan tak terduga ini, Asuna menjadi terdiam. Oberon membuka tangannya lebar lebar dalam gaya teatrikal.

“Aku tak bercanda! Game ini hanyalah produk murahan. Antar muka mesin FullDive, dengan kata lain Nerve Gear dan Amusphere, memiliki cakupan terbatas, sehingga sinyal elektronik memfokuskan peran di lapisan sensori otak untuk memberi ilusi dari sinyal lingkungan. Tapi apa yang terjadi ketika “pembatas” itu dicabut?”

Mata hijau Oberon penuh oleh kejahatan dan ambisi tersembunyi. Asuna secara insting bergidik dalam ketakutan.

“.....Itu adalah, fungsi otak diluar proses sensori termasuk pikiran, emosi, dan memori. Tanpa pembatas, itu semua bisa dikendalikan!”

Kegilaan semacam itu dari Oberon membuat Asuna membisu. Setelah bernafas beberapa kali, ia akhirnya berhasil menekan suaranya keluar.

“Hal, hal semacam itu seharusnya tak diizinkan......”

“Siapa yang ‘takkan mengizinkannya’? Tipe penelitian semacam ini sudah diselenggarakan di banyak negara. Namun, studi semacam itu memerlukan subjek manusia untuk melakukan eksperimen. Juga, yang seorang pikirkan hanya bisa dideskripsikan dengan kata kata.”

Oberon mengeluarkan tawa gila dan melompat dari meja, dan setelah memperbaiki posisinya, berjalan ke arah Asuna.

“Ada banyak proses individual dalam fungsi otak yang lebih tinggi, jadi sangat diperlukan subjek manusia dalam jumlah besar. Namun, karena ini adalah rekaman kebiasaan otak, hal itu memerlukan tes berulang ulang, dan eksperimen manusia itu dilarang. Karena itu studi ini berkembang sangat lamban. Namun pada suatu hari, saat aku menonton berita, aku menemukan cara untuk mendapatkan subjek yang kuperlukan, yakni sepuluh ribu orang!”

Rambut di leher Asuna berdiri sampai batasnya. Oberon tak harus mengatakannya; Asuna sudah bisa membayangkan apa yang dia akan ucapkan.

“Kayaba-senpai......dia memang jenius, tapi dia juga tolol. Dia jelas jelas punya kemampuan, tapi dia hanya fokus membuat dunia Game. Bahkan, server SAO buatannya sama sekali tak bisa disentuh. Namun momen ketika para pemain dibebaskan, aku mampu mengambil alih dunia menjadi milikku dengan meng-hack kedalamnya melalui router; itu sangat gampang.”

Membuat gerakan seolah ia tengah memegang obor, sang Raja Peri mengacungkan tangannya dan memutarnya, seolah dia hendak meminum wine tak kasat mata.

“Tapi, menunggu Game selesai itu memang lama. Tapi meskipun aku tak bisa mendapatkan semua orang, aku berhasil mendapat 300 subjek tes. Kenyataannya, tak ada fasilitas yang bisa menyimpan orang orang sebanyak itu, namun dunia virtual memiliki ruang yang lebih dari cukup!”

Oberon terus berkoar koar tentang ilusinya. Sejak awal, Asuna sudah membencinya karena karakternya ini.

“Berkat 300 pemain dari server SAO, penelitian kami mencapai perkembangan pesat dalam hanya dua bulan! Menyusupkan objek baru kedalam memori, teknik untuk menginduksi memori......teknologi ini telah mulai menampakkan hasil. Manipulasi jiwa – benar benar menakjubkan!”

“Studi semacam ini......apa kau pikir ayahku akan mengizinkannya?”

“Tua bangka itu tak tahu apa apa, tentu saja. Ini studi yang dilakukan tim sangat kecil dan memiliki rahasia absolut. Jika tidak akan menjadi komoditas yang hebat.”

“Komoditas.....?”

“Sebuah perusahaan Amerika saat ini sedang meneteskan air liur sambil menunggu studi ini selesai. Aku berniat menjual teknologi ini dengan harga mahal. Pokoknya, itu semua akan dimiliki oleh RECTO, dan RECTO suatu saat akan menjadi milikku.”

“...”

“Aku akan segera menjadi bagian keluarga Yuuki. Pertama, sebagai putra adopsi, aku akan layak menjadi penerus RECTO. Soal menikahimu, itu hanya sandiwara. Kupikir bukan ide yang buruk kalau kita mengadakan upacara pernikahan disini juga.”

Rasa jijik membuat rasa dingin mengalir di tengkuk Asuna, dan ia dengan perlahan namun pasti menggeleng kepalanya.

“Itu satu hal yang sama sekali takkan kubiarkan. Suatu hari aku akan kembali ke dunia nyata, dan akan kuhancurkan semua kelicikanmu.”

“Ya ampun, kau masih belum paham juga. Aku terus berbicara dengan bebas hanya karena kau akan segera melupakan itu semua! Yang tersisa adalah......”

Oberon mendadak berhenti; ia memiringkan kepalanya dan terdiam. Kemudian, mengguncang tangan kirinya untuk membuka jendela menu, ia menoleh ke arahnya dan memberi instruksi.

“Aku datang sekarang; tunggu instruksiku.”

Jendela menu menghilang, dan dia menoleh balik pada Asuna dengan seringai.

“Waspadalah. Karena hari kau jatuh cinta padaku sudah semakin mendekat. Entah kau menyerah sekarang, atau aku mengubah otakmu menjadi panggung salah satu eksperimenku. Jadi lain kali kau menemuiku, tolong lebih patuhlah, Titania.”

Setelah membelai rambut Asuna seolah dia adalah kucing, Oberon berbalik.

Dengan kepala menunduk, Asuna tak melihat kepergian Oberon. Pikirannya terus mengulangi kata kata terakhir Oberon dan horor yang ditimbulkannya.

‘Klik!’ menggema sepanjang ruangan saat pintu itu mengunci dirinya sendiri, sekali lagi hanya menyisakan kesunyian.


* * *


Setelah berganti kembali ke seragamnya, Suguha meninggalkan ruang klub kendo. Hembusan angin menyegarkan membelai pipinya saat dia berjalan diantara bangunan sekolah dengan pedang bambunya dipegang dengan longgar di tangannya.

Saat ini jam setengah satu, tapi karena kelas jam kelima sudah dimulai, sekolah menjadi sangat sunyi. Pada saat ini, siswa kelas satu dan dua berada di ruang kelas, namun siswa kelas tiga bisa dengan bebas memilih kapan untuk mengikuti kelas sampai mereka mulai berfokus pada latihan ujian untuk ujian masuk SMA. Hanya orang orang seperti Suguha, yang sudah memiliki rekomendasi, bisa berjalan kemana mana.

Ia memiliki banyak waktu santai, namun para siswa yang seangkatan dengannya sering mengatakan ucapan sindiran saat mereka bertemu. Suguha sebenarnya tak datang ke sekolah tanpa alasan. Guru kendonya adalah instruktur yang ketat namun berhati lembut. Ia sangat mempedulikan murid murid tercintanya, yang telah mendapat rekomendasi ke beberapa sekolah top. Tetap saja, Suguha terus datang ke sekolah setiap hari demi mengikuti pelatihan ketatnya.

Menurut dia, Suguha belakangan memiliki kebiasaan halus. Setelah mendengar ini, Suguha berpikir apa yang mungkin menyebabkannya. Itu mungkin karena dia memasuki dunia ALfheim dan berlatih dalam pertempuran udara setiap hari, meski hanya untuk waktu singkat.

Namun, Guru itu tak pernah berkata kalau itu membuat Suguha memburuk atau memberinya lebih banyak kesulitan. Dan hari ini, dia bahkan mampu mendapat dua poin dari pembimbing laki laki 30 tahun itu, yang merupakan salah satu praktisi kendo peringkat tertinggi di negeri ini.

Dia tak tahu kenapa, tapi belakangan ini dia sepertinya bisa membaca serangan lawannya dengan lebih mudah. Kapanpun dia menghadapi musuh kuat, sarafnya akan menegang, dan aliran waktu sepertinya melambat dan membuat segalanya menjadi lebih menegangkan.

Dia mengingat insiden beberapa hari yang lalu saat dia latih tanding dengan Kazuto. Pada saat itu, dia berhasil mengelak dari salah satu serangan terbaiknya, yang mana sulit dihindari oleh orang kebanyakan. Respon secepat itu seolah olah dia mengalami pengalaman dengan tingkat yang sama sekali berbeda dari Suguha. Mungkin, Suguha tiba tiba berpikir, kalau pengalaman FullDive bisa mempengaruhi tubuh fisik.

Ia menjadi pusing sendiri sambil berjalan ke arah rak sepeda sampai seseorang tiba tiba memanggilnya dari bayangan.

“Lyfa-chan.”

“Wha....!”

Suguha melompat selangkah ke depan karena kaget. Lelaki yang agak kurus dan mengenakan kacamata telah muncul di depannya. Dia dan Recon memiliki karakteristik sama yakni menurunkan alis saat sedang kacau, tapi saat ini, sudut alisnya bahkan menjadi lebih miring.

Suguha meletakkan tangan kanannya di pinggangnya dan berbicara dengan sedikit desahan.

“Jangan panggil aku saat berada di sekolah!”

“M....maaf, Suguha-chan.”

“Itu......”

Suguha memakai satu tangan untuk melepas penutup bungkus pedang bambunya sebelum melangkah ke depan. Si anak laki laki itu hanya menunjukkan senyum tak berdaya dan dengan cepat menggeleng kepalanya.

“Oke, maafkan aku, Kirigaya-san.”

“Ada apa, Nagata-san?”

“Aku perlu berbicara denganmu; adakah tempat dimana kita bisa berbicara dengan santai?”

“Disini juga bagus.”

Shinichi Nagata membuat wajah menyedihkan dan menjatuhkan bahunya.

“Juga, kamu kan sudah mendapat rekomendasi, kenapa kamu masih datang ke sekolah?”

“Ah, Sugu – Kirigaya-san, aku mau bicara denganmu. Aku sudah menunggu disini sejak pagi.”

“Gah! Kamu punya banyak waktu rupanya.”

Suguha mengambil satu langkah mundur dan berlutut di kebun bunga yang agak tinggi.

“Apa yang kamu ingin bicarakan?”

Nagata Shinichi duduk dan, mempertahankan jarak tertentu dari Suguha, berkata:

“Sigurd dan yang lain ingin berburu besok siang. Ada beberapa gua bawah air, jadi para Salamander jarang datang kesana.”

“Kan sudah kubilang, aku lebih suka bicara soal berburu lewat e-mail. Yang jelas, maaf, tapi aku nggak bisa ikut serta untuk sementara waktu.”

“Eh....eh!? Kenapa!?”

“Aku akan pergi ke Aarun.”

Menjulang di tengah ALfheim adalah World Tree, dan di dekat dasarnya terdapat kota netral yang besar, Aarun. Sylvian jaraknya cukup jauh dari Aarun. Itu adalah perjalanan yang akan memerlukan waktu beberapa hari. Khususnya karena ada area dimana penerbangan tidak dimungkinkan.

Nagata Shinichi menjadi kaku untuk beberapa saat namun kemudian mendekati Suguha dan bertanya:

“Apa kamu akan ikut dengan Spriggan tempo hari itu?”

“Ah, iya. Aku sudah janji untuk mengantarnya.”

“Kamu.....kamu bercanda kan!? Aku tak paham kenapa kamu mau meluangkan malam harimu dengan orang aneh itu!”

“Kenapa wajahmu memerah? Jangan membayangkan hal hal aneh!”

Ia melepas shinainya dan menekannya ke arah dada Nagata. Alis Nagata jatuh ke batasnya oleh rasa sakit, dan dia menatap Suguha dengan kekecewaan.

“Aku sudah menanyakanmu sebelumnya kalau kamu mau pergi ke Aarun bersamaku, tapi kamu menolak mentah mentah.”

“Itu karena kita akan dihabisi, tak peduli berapa kalipun aku mengikutimu. Pokoknya, itulah alasanku, jadi beritahu Sigurd tentang hal itu.”

Suguha berdiri dan mengucap “sampai nanti” dan berjalan lurus ke rak sepeda. Ekspresi kasihan Nagata, seperti anjing yang dipukul setelah dimarahi, yang membuatnya terluka. Meskipun begitu, rumor sudah menyebar sepanjang sekolah. Suguha tak ingin nampak terlalu dekat dengannya.

‘Aku hanya memberitahu jalan untuknya, itu saja’

Ia mengatakan ini pada dirinya untuk menenangkan degup jantungnya. Namun saat dia memikirkan remaja bernama Kirito, mata hitam misteriusnya membuat mustahil baginya untuk tenang.

Dengan cepat melepas gembok sepedanya, yang diparkir di sudut parkiran yang luas, ia mulai mengayuh. Udara dingin musim dingin meniup pipinya, namun Suguha mengabaikan itu. meninggalkan gerbang belakang sekolah, ia mengendara menaiki tanjakan tanpa khawatir untuk menggunakan rem.

‘Terbang cepat’, itulah yang Suguha pikirkan. Terbang bersama Kirito dengan kecepatan top......ia menjadi kegirangan hanya dengan memikirkannya.




Suguha sampai di rumah tepat sebelum jam dua pagi.

Sepeda Kazuto tak ada di halaman, berarti mungkin dia belum kembali dari gym.

Akhir akhir ini, Kazuto sepertinya telah memulihkan kemampuan fisik yang ia miliki sebelum insiden SAO. Namun Kazuto tidak puas, merasakan perbedaan kemampuan fisik yang jauh diantara tubuhnya di dunia nyata dan di dunia virtual.

Ini memang bisa dipahami, mempertimbangkan kalau mustahil untuk mereplikasi kemampuan karakter virtual dengan tubuh hidup. Bahkan Suguha memahami itu, karena dia pernah nyaris jatuh sekali atau dua kali saat dia berharap untuk menangkap dirinya dengan kemampuan «Terbang».

Melangkah ke dalam rumah dari beranda, Suguha masuk ke ruangan cuci, menaruh pakaiannya ke dalam mesin cuci, dan menekan tombol ON. Dia kemudian memasuki kamarnya, dimana dia melepas baju dan rok pelaut abu abunya dan menggantungnya di gantungan dinding.



Suguha meletakkan tangannya ke dadanya sambil berdiri dengan hanya berpakaian dalam. Meski dia telah pulang ke rumah dengan menaiki sepeda dalam kecepatan penuh, degup jantungnya seharusnya sudah agak mereda. Namun saat ini masih sekitar sembilan puluh detak per menit.

Itu bukan diakibatkan oleh olahraga, namun dia ingin mengkonfirmasinya sendiri. Suguha mencoba mengambil nafas dalam demi menenangkan dirinya, namun pikirannya terus melaju kencang. ‘Apa yang aku pikirkan, ah, bukannya aku tak mau membawanya ke Aarun, tapi aku sudah punya kakakku.......astaga, aku tak tahu kenapa aku memikirkan ini......aku sungguh bodohbodohbodoh!’

Sampai pada kesimpulan kalau pemikirannya itu sangat bodoh, ia mengenakan kaos besar dan celana pendek kemudian berbaring di atas ranjang.

Ia mengambil helm Amusphere dari rak, menyalakannya, meletakkannya di kepalanya, dan menutup matanya. Kemudian, setelah mengambil nafas panjang, ia melafalkan kata sihir:

“LINK START!”

Setelah melalui semua proses koneksi dan memindahkan kesadarannya ke tubuh Pendekar Peri Lyfa, ia membuka matanya di Lily of the Valley Pavillion.

Tak seorangpun duduk di sisi lain meja itu, tentu saja. Waktu pertemuan masih beberapa saat lagi. ada cukup banyak waktu untuk membuat persiapan bepergian.

Meninggalkan toko, kota Sylvain terselimuti oleh cahaya matahari yang indah.

Untuk mempertimbangkan mereka yang hanya bisa log in pada waktu tertentu tiap hari, sehari dalam ALfheim hanya berlangsung selama enam belas jam. Sehingga, waktu disini sering tak konsisten dengan dunia nyata. Jendela menu memiliki tampilan waktu dunia nyata di sebelah waktu ALfheim, jadi orang orang tetap bisa memantau waktu; awalnya itu sangat membingungkan, namun Lyfa sudah cukup terbiasa.

Ia berjalan sepanjang beberapa toko, membeli banyak hal, dan kembali dengan sedikit waktu luang. Kembali ke penginapan, ia mendorong pintu terbuka dan menyadari sosok hitam yang sudah mulai termaterialisasi di meja.

Kirito sudah selesai melakukan log in dan berkedip beberapa kali sebelum tersenyum oleh kehadiran Lyfa.

“Hei, kamu cepat juga.”

“Ya, aku datang beberapa saat lalu. Aku berbelanja sedikit.”

“Ah, begitukah........sepertinya aku harus membuat persiapan juga.”

“Aku membeli beberapa item dasar, jadi kamu nggak perlu mengkhawatirkan itu, tapi.......”

Lyfa melirik armor dan pedang Kirito yang masih jelek.

“Kamu memerlukan perlengkapan yang lebih bagus untuk dirimu.”

“Kupikir juga begitu. Aku memang menganggap pedang ini tak bisa diandalkan.”

“Soal uang.......apa kamu punya? Kalau tidak, biar aku pinjamkan.”

“Yaa......”

Kirito memanggil jendela menunya dengan mengibaskan tangan kirinya, namun, dalam sekali tatap, wajahnya menjadi kaku.

“Apa ini yang disebut «Yurudo»?”

“Ya. Apa kamu nggak punya uang?”

“Nggak, aku punya......meski hanya sedikit.”

“Kalau begitu mari pergi ke toko perlengkapan.”

“Oke.”

Pada saat itu, Kirito berdiri dengan panik, meneliti seluruh tubuhnya sampai ia akhirnya menatap saku dadanya.

“Hei, Yui, kita akan berangkat.”

Sambil ia memanjat keluar dari saku, wajah pixie berambut hitam muncul, terlihat sedikit mengantuk dan menggeliat sambil menguap lebar.

Lyfa membawa Kirito ke toko perlengkapan, namun, ketika mereka selesai berbelanja, jalanan mulai terselimuti oleh cahaya mentari pagi.

Armor Kirito sangat mudah dicari, hanya sepasang celana, baju dengan atribut pertahanan yang ditingkatkan, dan jubah hitam yang menutupinya. Namun, Kirito telah meluangkan banyak waktu untuk memilih pedang, sepertinya tak puas tak peduli pedang apapun yang dia teliti.

Penjaga toko menyerahkan pedang padanya, dan Kirito akan memainkannya sebelum mengembalikannya dan berkata “Harus yang lebih berat”, dan hal itu terjadi berulang ulang. Kirito akhirnya mendapati pedang yang sesuai dengan seleranya, pedang besar yang sama tinggi dengan tubuhnya, dan membelinya. Itu adalah pedang runcing dengan bilah hitam berkilau yang memiliki bobot tak biasa. Ini mungkin adalah perlengkapan yang dibuat untuk Imp atau Gnome, ras bertubuh tinggi yang memakai pedang semacam ini.

Dalam ALO, jumlah luka yang diterima ditentukan oleh «Kekuatan Serangan Senjata» dan «Kecepatan Ayunan Pedang». Bagi pemain, Sylph dan Cait Sith lebih unggul dalam kecepatan, dan mengganti pertahanan yang lemah dengan kecepatan superior mereka. Namun pemain tipe-kekuatan bisa dengan mudah memakai senjata yang berukuran dan berbobot besar. Pertukaran kekuatan dan kecepatan menciptakan keseimbangan dari ras ras berbeda dalam Game.

Sylph dengan skill yang lebih tinggi bisa memakai martil atau kapak, namun parameter kekuatan permanen dan tersembunyi Sylph tak membuat mereka bisa memakai senjata itu secara efektif. Spriggan adalah ras multi-senjata, namun bagi Kirito, tak peduli bagaimanapun orang lain melihatnya, memiliki tubuh tipe-kecepatan.

“Pedang seperti itu, apa kamu bisa menggunakannya dengan baik?”

Mendengar pernyataan takjub Lyfa, Kirito hanya mengangguk dengan ekspresi cool.

“Nggak masalah.”

Karena dia sudah berkata tak apa apa, Lyfa harus menerimanya. Setelah membayar pedang, ia menggantungnya ke sarung pedang di punggungnya, namun karena panjangnya, ujung pedang hampir menyentuh tanah.

Kirito sekarang nampak seperti anak kecil yang meniru pendekar pedang, dan memikirkan ini, Lyfa menahan senyumnya sambil berkata:

“Untuk sekarang persiapan kita sudah komplit! Kalau begitu, mohon kerjasamanya!”

Lyfa mengulurkan tangannya pada Kirito, dan sambil tersenyum dengan malu, Kirito juga mengulurkan tangannya; keduanya berjabat tangan.

“Aku juga. Mohon dukung aku juga.”

Terbang keluar dari saku, Yui menepuk tangan mereka yang berjabatan dan berkata:

“Mari berjuang! Target kita adalah World Tree!”




Terbebani oleh pedang raksasa yang menggantung di punggungnya dan Yui yang duduk di bahunya, Kirito mengikuti Lyfa sampai mereka tiba di menara hijau emerald yang indah dan berkilau.

Ini adalah simbol dari Sylph, «Tower of Wind». Tak peduli berapa kalipun kau melihatnya, keindahan menara itu sangat mempesona. Sambil memikirkan ini, Lyfa menoleh ke samping untuk melihat Spriggan berpakaian hitam yang memelototi menara dengan rasa jijik. Lyfa menekan senyumnya dan berkata padanya.

“Sebelum kita pergi, apa kamu mau berlatih mengerem?”

“.....Tak apa apa; mulai dari sekarang, aku memutuskan untuk terbang dengan aman.”

Kirito menjawab dengan ekspresi tak berdaya.

“Juga, kenapa kamu datang ke menara? Apa kamu ada keperluan disini?”

“Aku nggak ada keperluan lain, tapi sebelum memulai penerbangan jarak jauh, lebih baik memulai dari posisi yang lebih tinggi. Kamu bisa memakai ketinggian untuk menguntungkanmu.”

“Ah, begitu.”

Ia mendorong Kirito yang mengangguk dari belakang dan mulai berjalan maju.

“Ayo pergi! Aku ingin sampai ke hutan sebelum malam tiba!”

“Aku tak terlalu familiar dengan medan. Apa kamu bisa tunjukkan jalannya?”

“Serahkan padaku!”

Lyfa menepuk dadanya dan menoleh untuk melihat ke arah menara.

Disana berdiri mansion Raja yang indah dalam cahaya mentari pagi. Raja Sylph Sakuya adalah pemain wanita yang ia kenal sejak beberapa waktu yang lalu. ‘Karena aku mau meninggalkan kota untuk sementara, aku ingin memberitahunya’. Pikir Lyfa tiba tiba. Namun tiang bendera yang naik dari tengah bangunan tak menampilkan bendera Sylph. Ini jarang, berarti Sakuya tidak ada di tempatnya hari ini.

“Apa ada yang salah?”

Kirito memiringkan kepalanya untuk bertanya, namun Lyfa menggeleng kepalanya, memutuskan kalau ia akan mengirim e-mail pada Sakuya nanti. Mereka melewati pintu depan dari Tower of Wind dan masuk ke dalam.

Lantai pertama memiliki lobi yang luas dan melingkar dengan semua macam toko di dinding terluarnya. Lobi itu memiliki elevator berenergi mana di bagian tengahnya yang, dari waktu ke waktu, memuat dan menurunkan pemain. Di ALfheim, subuh baru berlalu, dimana di dunia nyata, malam sudah mendekat. Ini artinya jumlah pemain akan segera meningkat dalam waktu singkat.

Ia memegang tangan Kirito dan menuju ke arah elevator kanan yang baru saja turun.

Tiba tiba, beberapa pemain muncul d depan mereka, memblokir jalan mereka. Lyfa hampir jatuh, namun sayapnya membentang dan menyeimbangkan tubuhnya.

“Hei, kalau jalan hati hati dong?”

Lyfa memprotes secara refleks, namun pria jangkung yang memblokir jalannya ternyata adalah wajah familiar.

Ia memiliki postur lebih tinggi dari Sylph kebanyakan dan memiliki wajah kasar namun tampan yang entah hasil keberuntungan atau pembayaran tambahan. Tubuhnya terbungkus armor keperakan, dan pedang lebar panjang menggantung di pinggangnya. Dahi lebarnya terpisah oleh gelang, dan rambut hijau gelap jatuh ke bahunya. Pria ini, yang bernama Sigurd, adalah pasukan depan dari party yang Lyfa bentuk selama beberapa minggu ini. Lyfa melihat para anggota party-nya tengah bersama Sigurd. Berpikir kalau Recon mungkin juga disini, Lyfa melihat lihat ke sekitarnya namun tak bisa menangkap rambut hijau kekuningan uniknya.

Lyfa dan Sigurd sering bertanding untuk merebut titel pendekar pedang terkuat Sylph. Sigurd juga politisi ulung, menjadi bagian dari birokrasi tertinggi yang sering dihindari oleh si pemalu Lyfa. Meski «Raja Sylph» saat ini, pemain yang dipilih dari pemilu sebulan sekali dan juga yang menentukan hal hal seperti cara memakai pajak yang terkumpul dari pemain, adalah Sakuya, Sigurd, popularitasnya sebanding dengan Sakuya, juga bagian dari kelompok pemain super aktif itu.

Waktu bermain Game-nya yang sangat banyak juga berarti perlengkapan langka dan kehandalan skill-nya jauh melebihi Lyfa. Dalam duel satu lawan satu, Lyfa memerlukan semua daya manuvernya untuk menang, dan meski begitu, masih sulit baginya untuk menembus pertahanan besar Sigurd. Namun sepanjang perburuan Sigurd, yang merupakan pasukan depan, adalah anggota yang bisa diandalkan. Namun, dia kelewat percaya diri dan sikapnya selalu tak menyenangkan pada Lyfa, yang tak suka pengekangan. Meski para anggota party saat ini sangat efektif dalam berburu, Lyfa mulai berpikir kalau waktunya sudah dekat untuk meninggalkan party ini.

Sambil berdiri di depan Lyfa, postur Sigurd menampakkan arogansinya sampai maksimum. Sepertinya masalah akan jadi merepotkan – memikirkan ini, Lyfa membuka mulutnya dan berkata:

“Selamat pagi, Sigurd.”

Meski Lyfa menyapanya dengan wajah tersenyum, Sigurd tidak dalam mood untuk menjawab. Justru, dia membalas dengan nada tertekan.

“Kau ingin meninggalkan party, Lyfa?”

Sigurd terlihat tengah dalam mood tidak baik; Lyfa bermaksud memberitahunya kalau ini hanya perjalanan ke dan dari Aarun, namun karena situasi jadi merepotkan seperti ini, Lyfa hanya bisa menganggukkan kepalanya dan berkata:

“Ya, anggap saja begitu. Aku sudah menyimpan banyak uang, jadi aku akan bersantai untuk sementara.”

“Egois sekali; bagaimana dengan anggota party yang lain?”

“Egois!?”

Itu mengingatkan sebuah memori dalam Lyfa. Setelah «Duel Event» baru baru ini dimana ia mengalahkan Sigurd dalam pertarungan sengit, Sigurd mengundangnya ke dalam party. Lyfa menerima tawaran itu dengan dua syarat; Ia hanya akan ikut serta saat dia bisa dan dia bisa keluar kalau dia mau. Khususnya, ia ingin Sigurd tahu kalau dia tak ingin terikat dengan tanggung jawab.

Sigurd mengangkat alisnya dan melanjutkan ucapannya:

“Kau adalah anggota terkenal dalam timku. Kalau kau tiba tiba pergi dan bergabung ke tim lain, seolah olah kau mengotori wajahmu dengan lumpur.”

“....”

Lyfa dibuat membisu oleh pidato suci ala Sigurd. ‘Jadi begitu rupanya’ pikirnya.

Lyfa tiba tiba mengingat nasehat Recon yang jarang namun serius setelah ia bergabung ke party Sigurd sebagai partner Lyfa.

Recon sudah memberitahunya agar tak terlibat terlalu dalam dengan orang ini. Alasannya, Sigurd tak menginginkan kekuatan Lyfa, namun meningkatkan popularitas party-nya. Yakni, Sigurd ingin bisa memerintah orang yang sudah mengalahkannya sehingga ia takkan kehilangan muka.

‘Kenapa bisa begitu’, saat itu Lyfa tertawa, namun Recon tetap serius. ‘ALO adalah game MMO yang sulit. Juga, pemain wanita sangat langka sampai para pemain punya kecenderungan mengidolakan mereka, biarpun mereka tak punya keahlian tempur. Khususnya kamu; karena Lyfa-chan adalah gadis manis, kamu lebih langka dari perlengkapan legendaris yang semua pemain inginkan. Kenyataannya, dia hanya ingin memakai eksistensimu untuk pamer dan meningkatkan statusnya.’

Recon mengatakan itu dengan nada membujuk, namun Lyfa hanya mengacuhkannya dengan tatapan tak peduli dan menyuruhnya dengan tenang sebelum ia mulai memikirkannya dengan serius. Namun menjadi idola bukan sesuatu yang ia pahami. Untuk sebuah MMORPG yang memiliki banyak hal untuk diingat, dia tak ingin menambah masalahnya, jadi dia berhenti memikirkan hal itu. sejauh ini, dia tetap sebagai anggota party tanpa masalah signifikan, sampai hari ini.....

Melihat pada Sigurd yang marah di depannya, Lyfa merasa seolah olah ada benang benang pengekang yang menjerat seluruh tubuhnya. Alasan utama dia bermain SAO adalah demi kabur dari semua kekangan di dunia nyata, untuk mengalami terbang tanpa halangan di angkasa.

Namun mungkin dia terlalu bodoh, terlalu naif. Biarpun semua orang di dunia virtual memiliki sayap, melupakan gravitasi hanyalah sebuah ilusi.

Lyfa/Suguha mengingat bagaimana, saat di sekolah dasar, seorang senior di klub kendo telah menindasnya. Meski senior itu telah menjadi juara sejak memasuki kendo, dia tak bisa mengalahkan Suguha yang lebih muda sepanjang pertandingan. Ia kemudian balas dendam, menyerang Suguha saat pulang ke rumah dengan bantuan beberapa temannya......tindakan memalukan. Apa yang senior itu lakukan sama dengan sikap Sigurd saat ini, penuh oleh kemarahan dan ketidaksukaan.

Hasilnya akan sama saja disini.......

Lyfa, tertekan oleh rasa keputusasaan, membungkukkan kepalanya. Pada saat ini, dari belakangnya yang seperti bayangan dan tak disadari sampai sekarang, Kirito berbicara:

“Rekan bukan barang yang bisa digunakan.”

“Whaa...?”

Untuk sesaat, Lyfa tak memahami makna dari kalimat itu. kemudian, mata Lyfa terbuka lebar lebar dan menatap Kirito. Suara Sigurd mulai mengeras;

“Apa!?”

Kirito melangkah diantara Lyfa dan Sigurd, dan dia menatap tajam mata Sigurd, biarpun Sigurd jauh lebih tinggi darinya.

“Maksudku, kau tak boleh melihat pemain lain seperti pedang atau armor penting yang bisa dikunci ke dalam slot perlengkapan.”

“Apa......beraninya kau.....”

Oleh ucapan blak blakan Kirito, wajah Sigurd memerah panas, dan dia menggulung jubahnya saat dia menggerakkan tangannya untuk memegang gagang pedang.

“Kau sama sekali tak paham situasimu, Spriggan brengsek! Lyfa, apa kau akan bekerja dengan orang ini sekarang!? Dia mungkin adalah «Pelarian» yang datang kemari setelah diusir dari wilayahnya sendiri.”

Sigurd memasang postur untuk mencabut pedangnya. Usai dia mengucapkan kata kata itu, Lyfa akhirnya kehilangan kesabarannya dan berteriak balik:

“Jangan katakan hal sekasar itu pada Kirito-kun! Ia adalah partner baruku!”

“Apa......apa maksudmu?”

Dengan pembuluh darah mencuat di dahinya, Sigurd membalas dengan nada terkejut.

“Lyfa, apa kau bermaksud mengabaikan wilayah ini.....?”

Oleh kata kata ini, mata Lyfa terbuka lebar lebar.

Para pemain ALO pada dasarnya terbagi menjadi dua kategori gaya bertarung.

Yang pertama menggunakan wilayah mereka sebagai basis, berpartner dengan ras mereka sendiri, dan memberikan sebagian uang yang mereka dapat untuk semakin mengembangkan kekuatan ras mereka. Lyfa dan Sigurd adalah tipe pemain seperti ini. Tipe yang kedua meninggalkan wilayah mereka, memakai kota netral sebagai basis, dan membentuk party dengan ras berbeda. Yang pertama cenderung membenci yang kedua, karena yang kedua sering tak punya tujuan pasti, suka melakukan segala hal sesuka hati, atau dibuang dari wilayah ras mereka sebagai Pelarian.

Dalam kasus Lyfa, kesetiannya sebagai Sylph sangat lemah, begitupun kesetiaannya dalam komunitas ini. Alasan dia tetap berada di Sylvain setengahnya karena keindahannya dan setengahnya karena dia tak mau pergi jauh jauh. Tapi sekarang, berkat ucapan Sigurd, hasrat untuk menjadi bebas segera menguasai dirinya.

“Ya, benar. Aku berniat meninggalkan tempat ini.” Lyfa mengatakan itu tanpa berpikir.

Mulut Sigurd membengkok dalam kemarahan, giginya menggigit bibirnya. Ia tiba tiba mencabut pedang lebarnya, dan melotot tajam pada Kirito.

“Aku berniat membiarkanmu sendiri karena kau hanyalah cacing yang merangkak di depanku. Tapi karena kau adalah maling, kau lebih baik tak searogan itu. berjalan dengan santai di wilayah ras lain, aku bisa menghabisimu kapan saja aku mau tanpa protes darimu, bukan begitu?”

Disamping sikap dan ucapan dramatis Sigurd, Kirito hanya sedikit mengangkat bahunya.

Kirito sungguh orang bernyali, dan bahkan Lyfa kaget oleh fakta itu. Lyfa bersiap siap bertarung melawan Sigurd, menggerakkan tangannya ke pedang di pinggangnya. Udara disekitar mereka mendadak menjadi tegang.

Pada poin ini, partner Sigurd berjalan ke depan dan membisikkan sejumlah kata padanya;

“Jangan, Sigurd. Kalau kau membunuh lawan tanpa pertahanan seperti itu di depan banyak orang.....”

Entah kenapa, lingkaran para pejalan kaki tengah mengelilingi mereka, tertarik melihat kekisruhan itu. kalau ini adalah duel formal, atau kalau dia memang mata mata Spriggan, maka tak apa apa. Namun akan sangat tak terhormat kalau Sigurd menantang bertarung turis seperti Kirito, yang bahkan tak bisa melawan balik di area ini.

Sigurd meringis dengan frustasi dan memelototi Kirito sebelum menyarungkan pedangnya.

“Lebih baik kita segera kabur dan bersembunyi, Lyfa.”

Mengabaikan kata kata Kirito, perhatian Sigurd kembali tertuju pada Lyfa.

“Karena kau mengkhianatiku......cepat atau lambat kau akan menyesali ini.”

“Aku akan lebih menyesal kalau bersamamu lebih lama lagi.”

“Kalau kau berharap untuk kembali, maka kembalilah di atas lututmu.”

Selesai bicara, Sigurd berbalik dan berjalan ke arah pintu keluar menara. Kedua pemain yang menyertai Sigurd melihat ke arah Lyfa untuk sesaat seolah mereka ingin mengatakan sesuatu, namun mereka menyerah dan berbalik pergi.

Setelah mereka bertiga menghilang, Lyfa mengambil nafas panjang, menatap Kirito, dan berkata:

“Maaf sudah melibatkanmu dalam peristiwa aneh tadi.......”

“Tidak, tidak, sepertinya aku menjadi minyak yang menuangkan api di situasi tadi. Tapi apa kamu tak mengapa seperti ini? Menyerah pada wilayahmu?”

“Ah.”

Tak yakin harus bicara apa, Lyfa mendorong punggung Kirito dan berjalan ke arah elevator. Setelah berjalan menembus kerumunan, mereka mencapai elevator, dan dia menekan tombol menuju lantai teratas. Dari bagian bawah ruang kaca transparan, muncul batu berbentuk disc; cahaya hijau perlahan menyelimutinya, dan mereka mulai bergerak naik dengan cepat setelah berdiri di atasnya.

Saat elevator berhenti, dinding kaca terbuka tanpa suara, dan cahaya putih mentari pagi serta angin menyegarkan berhembus dalam ruangan.

Meninggalkan elevator, Lyfa berjalan ke arah permukaan observatorium dari bagian teratas menara dengan perlahan. Dia sudah sering datang kemari di masa lalu, namun panorama luas yang membentang ke segala arah masih membuat hatinya membubung dalam kebebasan.

Wilayah Sylph berada di bagian barat daya ALfheim. Ke arah barat terdapat pada rumput yang terbuka ke arah laut biru tanpa batas. Ke arah timur adalah hutan lebat yang dikelilingi gunung yang ditutupi lilac, dan di sisi terjauh pegunungan, menjulang tinggi ke langit dan menyatukan segalanya di bawah bayangannya adalah World Tree.

“Wow......pemandangan hebat......!”

Mengikuti Lyfa dari elevator, mata Kirito terbuka lebar sambil menonton pemandangan.

“Langit sepertinya sangat dekat sampai kamu hampir bisa mengulurkan tanganmu untuk meraihnya.”

Melihat matanya mencerminkan panorama, Lyfa menatap Kirito, mengangkat kepalanya, dan menengadah ke langit biru, lalu merentangkan tangan kanannya ke langit dan berkata:

“Benar sekali. Dibandingkan langit, segala hal lain terasa sangat kecil.”

“....”

Merasa terkejut oleh senyum tiba tiba yang Kirito berikan padanya, Lyfa kemudian menjawab senyumnya, dan melanjutkan;

“Ini kesempatan bagus. Aku selalu berharap bisa terbang dari sini suatu hari. Tapi, aku takut melakukannya sendiri, dan aku tak bisa mengumpulkan keberanian dengan mudah.”

“Begitukah? Tapi entah kenapa ini menjadi penerbangan selamat jalan.”

“Dalam kondisi itu, aku takkan mungkin bisa pergi dengan damai. Kenapa......”

Lyfa berujar, setengah pada dirinya.

“Kenapa aku masih terikat dan terkekang meski aku memiliki sayap.....”

Jawaban ucapan Lyfa datang bukan dari Kirito namun dari seorang yang duduk di bahunya, pixie bernama Yui, yang baru memanjat keluar dari bawah kerah jubahnya.

“Menjadi manusia sungguh rumit.”

Yui menjawab dengan nada seperti lonceng perak; kemudian dia terbang dan mendarat di sisi lain Kirito untuk duduk sebelum ia mendekati telinga Kirito dan berbisik.

“Kebiasaan kompleks manusia seperti ini, hasrat demi orang lain, aku tak bisa memahami psikologi dibaliknya.”

Untuk sesaat, Lyfa lupa kalau pixie itu hanyalah program, dan menatap lurus ke wajah Yui.

“Hasrat?”

“Aku paham kalau keinginan untuk mencari hati satu sama lain adalah prinsip kebiasaan dasar bagi manusia. Dan itu mempertimbangkan darimana aku berasal. Kalau itu adalah aku........”

Yui mendadak lengket ke wajah Kirito dengan kedua tangannya dan mengecupnya dengan lembut.

“Aku akan lakukan ini. Demonstrasi yang paling sederhana.”

Melihat apa yang Yui baru lakukan, mata Lyfa terbuka lebar; dengan senyum masam, Kirito menyentil dahi Yui dengan ujung jarinya.

“Tapi dunia manusia lebih kompleks dari itu. Kalau kamu melakukan itu secara langsung, itu akan dianggap pelecehan, dan kamu bisa dihukum.”

“Itu memerlukan gaya dan kehormatan, kan?”

“.....Kumohon padamu; jangan mengingat hal hal aneh seperti itu.”

Lyfa tercengang, dan dia terus memperhatikan Kirito dan Yui selagi mereka berbicara sampai dia akhirnya membuka mulutnya dan berkata;

“AI itu sungguh luar biasa. Apa semua «Private Pixie» seperti itu?”

“Yang ini memang agak aneh.”

Ujar Kirito sambil meraih kerah baju Yui dan menempatkannya kembali ke saku dadanya.

“Tapi tak apa apakah mengharapkan hati orang lain?”

Lyfa mengulang ucapan Yui sambil merentangkan tangannya.

Maka, bahkan perasaanku untuk terbang kemana saja yang kuinginkan di dunia ini, jauh di dalamnya, artinya kalau aku hanya ingin menemukan seseorang? Tanpa sadar, wajah Kazuto melintas dalam pikirannya, membuat jantungnya seketika berdegup kencang.

Mungkinkah ini penyebab aku ingin memakai sayap peri, sehingga aku bisa terbang menembus setiap rintangan di dunia nyata dan akhirnya menuju lengan Kazuto? Itukah yang benar benar kuinginkan........?

“Aku takkan pernah bisa.......”

Dia berpikir terlalu banyak, putusnya. ‘Saat ini, aku hanya ingin terbang, itu saja’

“Apa kamu mengatakan sesuatu.”

“Tidak, bukan apa apa. Mari kita lekas berangkat.”

Lyfa tersenyum pada Kirito, dan dia menengadah ke langit. Itu adalah pagi hari dari langit yang brilian, dan oleh sentuhan cahaya matahari, kabut perlahan lenyap, menyisakan garis langit biru tanpa akhir. Hari ini akan menjadi hari yang bagus.

Setelah memakai Locater Stone di pusat dataran observatorium untuk menetapkan poin kembali Kirito, Lyfa membentangkan sayapnya, dengan lembut menggetarkan keempat helainya.

“Siap?”

“Ya.”

Kirito, serta Yui di sakunya, mengangguk mengiyakan, dan Lyfa hampir lepas landas ketika....

“Lyfa-chan!”

Ia dipanggil untuk berhenti oleh seseorang yang baru menyerbu keluar dari elevator, dan Lyfa membiarkan kaki yang siap lepas landas kembali menjejak dataran.

“Oh, Recon.”

“Kejam sekali......kamu setidaknya harus memberitahuku sebelum kamu pergi.”

“Maaf, aku lupa.”

Bahu Recon jatuh, namun dia mengangkat wajahnya denga ekspresi serius dan berkata;

“Lyfa-chan, apa benar kalau kamu meninggalkan tim?”

“Iya.....tapi setengah dari keputusan itu kubuat di saat saat terakhir. Bagaimana denganmu?”

“Sudah kuputuskan; aku ingin membaktikan pedangku pada Lyfa-chan.”

“Tidak, aku tak terlalu memerlukannya.”

Recon terkejut oleh ucapan Lyfa, sayapnya jatuh, namun dia tak menyerah hanya karena hal seperti itu.

“Sebenarnya, aku ingin mengatakan kalau kita harus pergi bersama, namun ada hal hal yang harus aku lakukan.”

“Apa.....?”

“Tak ada bukti positif, jadi aku ingin menginvestigasi lebih banyak. Aku akan tetap di party Sigurd untuk saat ini.......Kirito-san.”

Recon menoleh pada Kirito dengan ekspresi serius di wajahnya.

“Dia punya kebiasaan masuk ke dalam masalah, jadi mohon berhati hatilah.”

“Oh, begitu.”

Kirito sepertinya terkesan oleh ekspresi Recon, dan dia menganggukkan kepalanya.

“Juga, aku ingin memberitahumu kalau dia adalah –ack!”

Kata kata terakhir berasal dari teriakan oleh injakan Lyfa pada kaki Recon.

“Jangan katakan hal tak perlu! Kupikir aku akan tetap di zona netral untuk beberapa saat, tapi kalau ada sesuatu terjadi, kirimi aku e-mail.”

Lyfa mengatakan itu dengan cepat, sebelum dia membentangkan sayapnya dan berayun lembut di udara. Melihat ke arah wajah Recon yang penuh oleh penyesalan, Lyfa melambaikan tangan kanannya tanda perpisahan.

“.....Bahkan tanpa aku, latihlah Voluntary Flight sampai kamu bisa melakukannya dengan sempurna, dan jangan dekat dekat ke wilayah Salamander! Da da!”

“Hati hati Lyfa! Aku akan segera mengejarmu!”

Si avatar meneriakkan itu disamping fakta kalau orang di dalamnya akan menemui Lyfa kembali di sekolah; tetap saja, perasaan kuat dari perpisahan itu membuatnya emosional, dan Lyfa menjadi gugup dan tiba tiba mengubah arahnya. Ia menatap ke arah timur laut sebelum memasang sayapnya menjadi sudut lebar dan mulai meluncur.

Kirito segera mengejarnya, dan, dengan senyum di wajahnya, berkata:

“Apa dia temanmu dari dunia nyata?”

“Ya, begitulah.”

“Mmm.”

“....Ada apa?”

“Bukan apa apa; aku hanya menganggapnya bagus.”

Setelah apa yang Kirito ucapkan, pixie yang bersembunyi di sakunya juga berkata;

“Aku sangat sadar perasaan orang itu: dia menyukai Lyfa. Lyfa, bagaimana kamu melihatnya?”

“Entahlah!”

Lyfa berteriak keras keras, dan meningkatkan kecepatannya untuk menyembunyikan wajah tersipunya. Meski dia sudah terbiasa dengan ekspresi blak blakan dari Recon seperti itu, entah kenapa, saat di depan Kirito, ia menjadi sangat malu.

Setelah pulih ia mendapati kalau mereka sudah meninggalkan kota dan tengah terbang di atas hutan. Lyfa menoleh untuk melihat kota emerald menghilang seiring dia terbang menjauhinya.

Oleh pemikiran meninggalkan Sylvain setelah tinggal sekitar satu tahun di jalanannya, perasaan nostalgia memasuki hatinya dan rasa sakit menusuk dadanya, namun rasa penasaran untuk terbang ke dunia tak diketahui melegakan rasa sakit itu. Selamat tinggal, ujar Lyfa pada dirinya sebelum kembali mengarahkan wajahnya ke depan.

“.....Ayo! Aku ingin mencapai danau itu dalam satu penerbangan!”

Lyfa menunjuk danau yang berkilau dari kejauhan, dan mempercepat sayapnya.


* * *


Sentuhan dingin di jemarinya membuat tangannya merinding, namun Asuna menahannya.

Di tengah sangkar burung terdapat ranjang besar. Oberon berbaring di ranjang dengan toga longgar hijaunya, ia mengambil tangan kiri Asuna dan membelai kulitnya dengan Asuna duduk di sampingnya menghadap ke lain arah. Ia menikmati situasi dimana dia bisa menyerangnya kapanpun dia mau. Wajahnya yang tampan sempurna memiliki senyum palsu yang melekat padanya.

Beberapa saat yang lalu, Oberon memasuki sangkar dan berbaring di ranjang, dan memberitahu Asuna untuk datang ke sisinya. Asuna tak ingin apa apa dengan pria ini dan menolak, namun melihat tangannya memanipulasi sesuatu, Asuna merasakan bahaya mengarah padanya.

Ia masih mencoba melawan rasa jijiknya dan patuh; pria itu memiliki perubahan mood yang aneh, namun Asuna takut kalau kebebasannya akan semakin dirampas, namun, Oberon justru menantikan perlawanan Asuna. Dia ingin mencicipi penolakan Asuna padanya, sebelum memakai hak administrator untuk mengekang pergerakannya. Asuna setidaknya ingin mempertahankan kebebasannya di dalam sangkar. Sehingga untuk kabur dari sana adalah mustahil.

Namun ada batasnya. Kalau ia berani menyentuh tubuhnya, Asuna akan segera memukulkan tinju ke wajahnya. Namun Asuna tak bereaksi; tak peduli berapa kalipun Oberon membelainya, tubuhnya seperti batu. Melihat itu, Oberon kecewa karena tak bisa membuatnya marah, dan melepaskan tangannya.

“Oh oh, ternyata kau perempuan yang keras kepala.”

Oberon mengatakan itu dengan kecewa. Asuna merasa terpukul bahkan oleh suaranya, karena itu adalah replika sempurna dari Sugou, sehingga hal ini membuatnya semakin tidak suka.

“Yang jelas, tubuh ini palsu. Apapun yang kulakukan takkan menyisakan luka. Berada di tempat seperti ini sepanjang hari, tidakkah kau bosan? Hei, tidakkah kau ingin sedikit bersenang senang?”

“Kau sepertinya tak paham juga. tak masalah meski tubuh ini adalah daging dan darah, atau virtual; ini adalah kenyataan, setidaknya untukku.”

“Apa kau ingin berkata kalau pikiran akan menjadi kotor?”

Tawa Oberon yang seperti kakatua muncul dari tenggorokannya.

“Yang pasti, sampai aku mengamankan posisiku di RECTO, aku takkan membiarkanmu keluar. Jadi kupikir kau harus bijaksana untuk memahami maksudku. Sistem ini sebenarnya sangat kuat, apa kau paham?”

“Aku tak tertarik. Dan aku tak ingin disini selamanya......dia pasti akan datang menolongku.”

“Eh? Siapa? Dia? Pahlawan, Kirito?”

Mendengar namanya, tubuh Asuna sedikit bergetar. Oberon tertawa dan berdiri. Sepertinya dia berhasil menemukan tombol untuk menghancurkan hati Asuna.......dan dia mulai berkoar koar.

“Nama aslinya adalah Kirigaya Kazuto kan? Aku menemuinya, berhadap hadapan beberapa hari yang lalu.”

“!!”

Setelah mendengar itu, Asuna menatap Oberon.

“Oh, anak ingusan itu tak kusangka menjadi pahlawan SAO.......ah, jujur saja, aku tak bisa mempercayainya! Atau karena dia adalah orang semacam itu, yang disebut dengan Fanatik Game!?”

Oberon nampak kegirangan, dan duduk seraya melanjutkan;

“Aku menemuinya.....dan bisa kau tebak dimana? Dia berada di bangsalmu, dimana tubuh aslimu berada. Saat dia duduk di sebelahmu, aku memberitahunya kalau aku akan menikahimu minggu ini. Wajahnya saat aku mengatakan itu sangat menakjubkan! Seperti anjing tanpa tulang, ekspresi ketidakberdayaan yang sangat menyenangkan. Aku merasa ingin tertawa sekeras mungkin!”

Tubuh Oberon berguncang ketika suara tawanya menggetarkan udara.

“Jadi kau benar benar percaya orang itu akan datang dan menolongmu? Mari kita bertaruh, kupikir orang itu takkan lagi punya nyali untuk menyentuh Nerve Gear! Kesempatan dia untuk mengetahuimu berada dalam Game ini juga tipis! Oh iya, aku juga akan memberinya undangan pernikahan. Dia akan melihat bagaimana penampilanmu saat mengenakan gaun pengantin. Kupikir level konflik semacam ini akan membuatnya hancur, sang pahlawan itu!”

Asuna membungkukkan kepalanya sekali lagi, perlahan memalingkan punggungnya ke Oberon, dan melihat cermin besar di samping ranjang. Kemudian dia dengan sedih menjatuhkan bahunya, dengan tangan menggenggam erat kasur.

Melihat Asuna seperti ini, Oberon sangat puas. Asuna menatap cermin saat ia meninggalkan ranjang dan berdiri.

“Pada saat itu, kamera pengintaian sedang mati, jadi sayang sekali aku tak bisa mengambil foto ekspresinya. Aku akan membawanya kalau punya fotonya. Kalau ada kesempatan, akan kucoba lagi lain kali. Itu perpisahan yang diperlukan, Titania, dan meskipun sedikit kesepian, tahanlah sampai besok lusa.”

Setelah tawa terakhir, Oberon berbalik, dan dengan toga berayun, berjalan ke arah pintu.

Di cermin, Oberon perlahan pudar, namun Asuna menyeka air mata kebahagiaan dan mencoba menghibur dirinya.

Kirito-kun! Kirito-kun masih hidup dan baik baik saja!

Sejak terpenjara disini, itu adalah satu satunya kecemasan Asuna. Ketika dia ditransfer ke dunia ini, dia menyangka kalau Kirito telah lenyap dan kesadarannya telah hancur. Tak peduli seperti apapun dia menyangkalnya, pemikiran ini terus menerus meracuni ke dalam pikirannya.

Namun, sekarang, ucapan Oberon mementahkan semua pemikiran itu.

Bodoh, pria itu berpikir kalau dia pandai, namun faktaya, dia tolol. Sejak dulu sudah seperti itu. Ia tak pernah bisa berhenti mengecilkan orang lain dengan ucapannya. Meski dia sering bermain hipokrit di depan orang tua Asuna, di depan Asuna dan kakak laki lakinya, lidah beracun Sugou dalam melawan orang lain selalu digunakan.

Hal yang sama juga terjadi saat ini. Kalau dia memang ingin menghancurkan hati Asuna, dia tak seharusnya memberitahu tentang Kirito di dunia nyata. Dia seharusnya memberitahu kalau Kirito sudah mati.

Kirito masih hidup dan masih sehat di dunia nyata.

Asuna mengulangi satu kalimat itu dalam kepalanya. Tiap kali dia mengulangi itu, cahaya di dalam hatinya menjadi semakin kuat dan lebih stabil.

Kalau dia masih hidup, tak mungkin dia akan duduk diam saja. Dia akan menemukan dunia ini, dia pasti akan datang. Sehingga, Asuna tak mau terus menjadi tahanan. Dia harus mencari tahu apa yang bisa dia lakukan dan mengambil tindakan.

Asuna terus memasang wajah sedih. Melalui cermin, dia bisa melihat kalau Oberon telah mencapai pintu dan berbalik sejenak untuk meliriknya, untuk mengkonfirmasi situasi Asuna.

Pintu itu memiliki lempeng logam kecil dengan dua belas tombol diatur berdampingan. Pintu akan terbuka dengan memasukkan nomor dengan urutan yang tepat.

Itu membuat Asuna keheranan kenapa dia masih melakukan hal merepotkan semacam itu ketimbang memakai hak istimewanya sebagai administrator untuk membuka pintu secara langsung. Ternyata, Oberon memiliki rasa estetika sendiri, dia tak ingin membawa hal hal yang berkaitan dengan sistem kemari. Dia hanya ingin menjadi Raja Peri, dengan Ratu Peri terpenjara untuk dilecehkan.

Itu adalah pagelaran yang bodoh.

Oberon mengangkat tangannya, mengoperasikan di depan pelat logam. Dari tempatnya berdiri, Asuna tak bisa melihat rincian semua tindakannya karena efek jarak sistem, sehingga saat dia menekan tombol, Asuna tak bisa menebak nomor apa itu. Oberon pasti juga sudah memperhitungkan hal itu, bahwa sel dengan kunci semacam itu adalah aman.

Ini benar, bagi pandangan Oberon.

Oberon memakai Nerve Gear untuk tersambung ke dunia virtual, namun waktunya di dunia virtual terbatas. Sehingga, ada banyak hal yang dia tak pahami. Misalnya, di dunia virtual, cermin tak menuruti aturan optik.

Asuna berpura pura menangis, menekankan matanya ke cermin dari jarak dekat. Disana, terpantul dengan jelas, adalah Oberon, imej dengan kejelasan jauh terlalu tinggi. Di dunia nyata, tak peduli betapa dekatnya dirimu dengan cermin kau tak bisa melihat objek yang terlalu jauh. Disini cermin adalah layar resolusi ultra tinggi dan efek jarak tidak berlaku. Sehingga, bahkan aktivitas jemari Oberon bisa terlihat jelas.

Ini adalah ide yang Asuna pikirkan sejak dulu. Namun, saat Oberon meninggalkan penjara, ia tak memiliki kesempatan untuk mendekati cermin. Saat ini, Asuna mampu mengambil keuntungan dari kesempatan ini.

...8...11...3....2....9.....

Asuna melihat dengan seksama pada jari Oberon yang menekan kode, dan Asuna dengan cepat menyimpannya dalam hati. Pintu terbuka, Oberon keluar, dan pintu menutup kembali. Dengan sayap peri gioknya berguncang, dia berjalan sepanjang jalan di atas pohon, sampai akhirnya menghilang.

Asuna tetap berada di tempatnya, menatap pintu pemeriksa di sangkar.

Dia baru bisa mendapatkan informasi sejauh ini:

Ini berada di dalam tipe VRMMO, mirip dengan SAO, bernama «ALfheim Online» dan Game dioperasi secara resmi untuk menarik banyak pemain. Oberon/Sugou menggunakan server ALO untuk mengambil alih sejumlah pemain SAO, sekitar tiga ratus orang, disandera melalui «Pemenjaraan Otak» untuk dipakai sebagai subjek dalam eksperimen manusia. Itu saja.

Saat ditanya kenapa dia melakukan eksperimen berbahaya dan ilegal semacam itu di Game publik Sugou dengan santai berkata “Apa kau tahu berapa banyak uang untuk menjalankan sistem ini? Memerlukan sepuluh juta hanya untuk satu server ini! Dengan begini perusahaan akan tetap untung, dan eksperimenku tetap berjalan, dua burung dengan satu batu!”

Jadi itu semua soal uang, yang sangat bagus untuk Asuna. Kalau ia berada di lingkungan tertutup sempurna, maka tak ada yang dia bisa lakukan. Karena dunia ini memiliki hubungan dengan dunia nyata, maka masih ada harapan.

Sehari dalam Game berlalu lebih cepat dari di dunia nyata, seperti yang Asuna dengar dari Oberon. Perhitungan pastinya sulit, namun kata kata Oberon itu memberinya petunjuk.

Oberon sering berkunjung setiap hari. Saat bisnisnya selesai, dia akan memakai sistem terminal di dalam perusahaan untuk masuk kemari. Asuna tahu kalau dia punya kecenderungan tetap memakai siklus hidup yang ia anggap familiar, sehingga ia tak berpikir kalau jadwalnya pernah berubah. Sehingga, waktu terbaik untuk melakukan sesuatu adalah setelah dia pulang ke rumah untuk tidur.

Tentu saja, ada lebih banyak orang yang berkaitan dengan plot ini daripada dia saja. Namun, ini jelas jelas kriminal, sehingga sulit dibayangkan kalau seluruh perusahaan yang berkaitan dengan ALO juga ikut dilibatkan. Mereka mungkin hanya sejumlah kecil orang, dan semuanya dibawah perintah langsung Sugou. Meski begitu, takkan mungkin memonitor interior ALO sepanjang waktu karena tak seorangpun pegawai mau bekerja semalam suntuk.

Untuk lolos dari sangkar ini, akan sangat perlu untuk menyelinap dari pandangan mereka dan menemukan terminal yang terletak entah dimana dalam sistem. Sekali aku memiliki akses, aku pasti bisa log out, kalau tidak aku bisa mengirim pesan keluar. Asuna berbaring di ranjang, menempatkan wajahnya di bantal, dan menunggu waktu berlalu.

Penulis : Rulli Rhamananda ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Sword Art Online Jilid III Bab III ini dipublish oleh Rulli Rhamananda pada hari Senin, 19 November 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Sword Art Online Jilid III Bab III
 

0 komentar:

Posting Komentar