Pemenjaraan Asuna/ Yuuki Asuna, memiliki dua makna sejak Januari 2025.
Makna ‘penjara’ yang pertama adalah terkurung di dalam sebuah sangkar emas. Meskipun sangkar ukuran manusia ini mewah dan cantik, ia tidak bisa dihancurkan, tidak peduli metode apa yang digunakan.
Alasannya adalah karena batang-batang setebal 1cm itu bukan terbuat dari logam, tetapi benda 3D virtual tersusun dari data digital. Sangkar itu telah digolongkan sebagai ‹‹indestructible›› oleh sistem, jadi meskipun seandainya batang-batang itu dihantam dengan martil, tidak satu goresanpun akan ditemukan.
Pemenjaraan yang kedua adalah pengurungan kesadaran Asuna, yang dikurung dalam dive di dunia virtual itu sendiri.
Nama dunia ini adalah ‹‹ALfheim Online››, yang disingkat menjadi ALO. ALO merupakan sebuah network RPG skala besar yang dikelola oleh ‹‹RECTO Progress›› - sebuah tipe game yang dikenal sebagai VRMMO.
ALO sendiri beroperasi sebagai net game tanpa seorangpun mengetahui perbedaannya; puluhan ribu pemain regular membayar biaya koneksi dan menikmati game ini. Akan tetapi, dibalik game ini, karena niat jahat seorang lelaki, ini digunakan dalam sebuah proyek masif ilegal dan tidak manusiawi.
Core dari OS ALO sebenarnya merupakan sebuah salinan dari ‹‹Sword Art Online›› yang menggoncang dan mengejutkan seluruh Jepang selama dua tahun dari 2022 sampai 2024.
Pengembangan SAO waktu itu dikendalikan oleh‹‹Argus››, yang sudah membiarkan sepuluh ribu orang, tanpa memandang umur atau jenis kelamin, menjadi sandera di dunia virtual, dengan angka kematian mencapai hampir 40%. Setelah insiden mengerikan tersebut, Argus mengalami kebangkrutan. ‹‹RECTO››, Divisi Penelitian FullDive sebuah perusahaan produsen elektronik besar, ditugaskan untuk melakukan pemeliharaan terhadap server SAO. Pria yang ditunjuk memiliki posisi penting dan menggunakan sebuah salinan data SAO yang asli untuk secara berhasil menciptakan ALO. Setelah death game itu berhasil diselesaikan, alam pikiran dari seluruh pemain yang tersisa seharusnya dibebaskan, tapi dia, menggunakan ‹‹Penculikan Kesadaran››, memenjarakan kesadaran dari tiga ratus pemain dalam server ALO.
Tujuan dari pria itu adalah untuk menggunakan otak dari ketiga ratus orang pemain sebagai materi eksperimen, menggunakan system FullDive untuk mempelajari emosi manusia dan manipulasi ingatan.
Pria itu juga memenjarakan kesadaran Asuna dalam dunia ALO. Avatarnya dikurung dalam sebuah sangkar burung yang tergantung di salah satu cabang ‹‹World Tree›› di tengah Alfheim, pada ketinggian yang mana tak seorang pemain pun dapat mencapainya. Motif pria itu adalah untuk memastikan keadaan tidak sadar Asuna, dan untuk menjadi suaminya di dunia nyata sehingga dia dapat menjadi pewaris CEO RECTO, ayah Asuna, Yuuki Shouzou. Sekarang dua bulan setelah penyelesaian insiden SAO, dia sebentar lagi dapat mencapai tujuannya.
Nama pria itu adalah Sugou Nobuyuki. Nama lainnya adalah penguasa ALfheim, ‹‹Raja Peri Oberon››.
Menggunakan passcode yang didapat dengan susah payah, Asuna membuka pintu sangkar dan melangkah ke jalan kecil yang mengarah dari sangkar burung emas. Ia melirik matahari yang terbenam di ufuk sembari perlahan berjalan maju.
Diukir dengan pola melingkar sebuah pohon, dahan-dahan ‹‹World Tree›› membentuk jalan yang panjang dan lebar. Ranting-ranting yang lebih kecil berperan sebagai pagar memberikan kesan organik. Sebagai tambahan, ada juga berung-burung dan binatang-binatang kecil lain yang kadang memperlihatkan diri, menambah ilusi bahwa ini adalah ‹‹di dalam game››.
Khawatir bahwa monster-monster akan muncul, Asuna terus maju dengan berhati-hati. Setelah berjalan selama beberapa menit, sebuah dinding besar, batang utama dari World Tree, mulai terlihat dibalik tirai dedaunan. Sebuah lubang hitam muncul ditempat dimana dahan dan batang utama bertemu, menuju ke bagian dalam World Tree. Tanpa sadar memperkecil langkah kakinya, Asuna mendekati lubang itu dengan awas.
Ketika ia sampai di depan lubang berbentuk oval itu, yang menyerupai sebuah simpul pohon alami, ia melihat yang tidak diragukan lagi merupakan sebuah pintu persegi buatan. Satu-satunya perbedaan adalah pintu ini tidak memiliki pegangan pintu, melainkan panel sentuh. Berdoa dengan sepenuh hatinya agar pintu tersebut tidak dikunci, Asuna menyentuh pintu itu dengan ujung-ujung jarinya.
Tanpa suara, pintu itu bergeser ke kanan. Setelah memeriksa adanya tanda-tanda kehidupan, ia segera masuk.
Jalan yang ia temukan di dalam berwarna putih murni dan langsung menuju ke kedalaman pohon. Cahaya redup terpantul pada dinding non-organik dari cahaya-cahaya orange di langit-langit. Tidak seperti koridor pepohonan yang indah menakjubkan, disini sepertinya tidak ada orang yang mau repot-repot meletakkan objek, meninggalkan koridor itu kosong tak didekorasi.
Seakan-akan seseorang sudah secara tiba-tiba menukar dunia game dengan sebuah kantor atau perpustakaan. Dari lantai yang putih, udara yang dingin mengalir ke telapak kakinya, mengirimkan sensasi dingin ke seluruh tubuhnya. Seakan ia dipaksa untuk menyadari bahwa dia memasuki wilayah musuh. Asuna mengigit bibirnya dan melanjutkan.
Tidak seperti Kayaba Akihiko, Sugou Nobuyuki memiliki kewarasan yang berbeda.
Sugou, yang merupakan pegawai di RECTO, menggunakan posisinya untuk merencanakan secara sembunyi-sembunyi pemenjaraan 300 pemain dari SAO dan memulai percobaan manusia yang berbahaya dengan otak mereka. dia tidak hanya gila tapi juga hampir merupakan penjelmaan dari keserakahan. Tidak peduli berapa banyak yang sudah dia miliki, keserakahannya yang tidak berujung menggerakkannya untuk terus mendapat lebih. Asuna yang tumbuh di dekat laki-laki itu mengerti hal ini lebih baik dari siapapun.
Saat ini Sugou memiliki kendali atas sebagian dari Asuna dan sangat senang mengetahui dia akan memiliki seluruhnya tidak lama lagi. Kalau laki-laki itu tahu Asuna telah kabur dari sangkar, amarahnya tidak akan berbatas. Dia akan melakukan segala penghinaan yang mungkin pada Asuna sebelum menjadikannya sebagai subjek eksperimen. Hanya memikirkannya saja sudah membuat lutut Asuna melemah.
Tapi jika ia kembali sekarang, jika ia kembali ke dalam sangkar, ia berarti harus menyerah pada Sugou. Seandainya Kirito yang berada dalam keadaan Asuna sekarang, dia tidak akan menyerah, meski seandainya dia tidak memiliki pedang.
Asuan meluruskan punggungnya, dan melihat pada jalan lintasan. Entah bagaimana, ia berhasil melangkah dengan kaki-kaki yang seperti terbuat dari timah. Setelah ia mengambil langkah pertama, Asuna tidak berhenti lagi.
Jalan itu tampak seperti tak berujung. Dinding panel di atas, bawah, kiri, atau kanan tidak memiliki lapisan atau tanda. Menjadi semakin sulit untuk mengetahui apakah ia memang benar bergerak. Mengikuti cahaya orange yang kadang muncul di langit-langit, Asuna dengan sungguh-sungguh terus maju. Saat ia akhirnya melihat pintu lain di depan, ia secara refleks menghela napas lega.
Pintu ini sama dengan pintu sebelumnya. Lagi, ia dengan hati-hati menyentuh panel dengan ujung-ujung jarinya. Pintu itu bergeser terbuka tanpa suara.
Dibelakangnya adalah jalan yang sama, sekarang jalan itu berlanjut ke kiri dan kanan. Merasa tertekan, Asuna berjalan melewati pintu. Hal yang mengejutkan adalah, setelah beberapa detik pintunya tertutup secara otomatis, menyatu dengan dinding, dan tak meninggalkan bekas. Asuna dengan panic menyentuh pintu itu disana-sini, tapi pintu itu tidak terbuka lagi.
Pundak Asuna merosot dan ia putuskan untuk melupakan pintu tersebut. Lagipula dia tidak berencana untuk kembali. Ia mengangkat kepalanya dan melihat ke kanan dan kiri.
Jalan yang tadinya jalur yang lurus sekarang sepertinya menikung dalam lengkungan yang halus. Setelah berpikir sebentar, Asuna berjalan ke kanan. Dengan langkah kaki yang pelan, ia terus melangkah maju. Ia mulai meragukan dirinya ‘Apakah aku terus berjalan berputar-putar sepanjang waktu’. Saat Asuna berpikir begitu – sesuatu yang bukan dinding akhirnya terlihat.
Di bagian dalam dinding berwarna abu-abu muda pada tikungan, ada sesuatu yang terlihat seperti poster. Setelah dengan tergesa melihatnya, ternyata itu adalah sebuah peta pemandu. Asuna menatap lekat-lekat peta itu, mencoba untuk memasukkannya dalam ingatannya.
Di atas peta persegi itu tertulis ‹‹Complete Laboratory Map: Floor C›› dengan font yang tidak ia kenali. Dibawahnya, adalah ilustrasi sederhana. Terdapat tiga lantai sirkular, dan Asuna sekarang berada di jalur luar di lantai paling atas.
Hanya ada jalur melingkar di lantai ini. Jalan lurus yang mengarah ke sangkar burung tidak ditampilkan. Bagaimanapun, di lantai-lantai di bawah, A dan B terdapat berbagai macam ruangan di bagian dalam yang diberi label, seperti ‹‹Data Reading Room››, ‹‹Main Monitor Room››, ‹‹Sleep Room›› dan lain-lain.
Pergerakan antar lantai sepertinya dilakukan oleh sebuah elevator di atas jalan melingkar lantai ini. Satu garis vertical menghubungkan ketiga lantai dan berlanjut panjang untuk melanjutkan ke suatu tempat di bawah.
Mengikuti garis elevator, di bawah adalah sebuah ruangan persegi yang besar. Rasa ngeri mundul ketika ia membaca label disebelah ruangan itu: ‹‹Experimental Body Storage Facility››.
“Experimental body…”
Kata-kata itu meninggalkan sisa rasa yang pahit di mulut Asuna.
Sepertinya tidak diragukan lagi ini adalah fasilitas penelitian illegal Sugou. Memang, apabila seluruh tes dilakukan di dunia virtual, maka akan menjadi mudah menyembunyikannya. Seandainya sepertinya mereka akan terbongkar, dengan sentuhan ujung jari, semua bukti akan hilang, meninggalkan tidak selembarpun kertas.
Apabila kegunaan fasilitas sirkular dan ruangan itu dipertimbangkan, satu frasa akan menyerahkan semuanya, ‹‹Experimental Body››. Ini adalah tempat dimana Sugou menyimpan para pemain yang dia culik dari SAO. Kesadaran mereka dikunci di fasilitas penyimpanan yang ditunjukkan pada peta.
Asuna berpikir sebentar lalu berbelok dan terus berjalan menyusuri jalan yang menikung. Setelah berjalan beberapa menit dengan langkah yang cepat, sebuah pintu geser polos muncul di sisi kiri jalan. Disebelah pintu, sebuah segitiga terbalik kecil menonjol dari dinding.
Asuna mengambil napas dalam dan menekan tombol tersebut dengan jarinya. Pintu itu mendadak bergeser terbuka, membuka ke sebuah ruangan persegi kecil. Asuna masuk ke dalam, berputar dan melihat panel kendali, sangat mirip dengan di dunia nyata.
Setelah ragu sebentar, Asuna memilih dan menekan tombol paling bawah dari empat tombol yang berbaris. Pintunya tertutup dan secara mengejutkan tubuhnya dilingkupi perasaan seperti terjatuh. Kotak yang Asuna naiki turun tanpa suara dalam pohon virtual itu, berhenti dengan sensasi virtual seperti melambat setelah beberapa detik. Sebuah celah vertical muncul, yang sebelumnya hanya pintu putih padat, dan pintunya terbuka dengan daun pintu bergeser ke kiri dan kanan.
Asuna melangkah keluar pintu dengan langkah yang ringan.
Yang yang terlihat di depan matanya adalah jalan yang polos yang sama dengan lantai atas, menuju jalur yang lurus. Setelah memastikan tidak ada tanda-tanda kehidupan, Asuna mulai berjalan.
Oberon hanya memberi Asuna one piece dress yang tipis dan sederhana yang tidak Asuna sukai, tapi bertelanjang kaki dalam situasi ini bukanlah hal yang buruk. Seandainya ia memakai sepatu, pasti akan timbul efek suara. Ketika di dalam SAO, untuk memastikan bahwa monster-monster tidak menyadari keberadaannya sehingga ia bisa menyergap atau menyerang dari belakang, ia sering pergi bertelanjang kaki, menerima turunnya kemampuan bertahannya.
Selain pada pertarungan sungguhan, dengan daerah reruntuhan di Aincrad sebagai panggungnya, Kirito, Cline, Lizbet dan Asuna sering bermain sebuah ‹‹Surprise Attack Game››. Untuk Asuna yang biasanya memakai perlengkapan ringan yang tidak membuat suara, ia selalu berada di rangking atas. Tapi kapanpun ia mencoba untuk menyerang Kirito dari belakang, itu tidak pernah berhasil, tidak satu kali pun, jadi suatu kali ia mencoba mendekatinya diam-diam dengan melepas sepatunya dan saat Asuna hendak memukulnya di kepala dengan pedang kayu, Kirito menyadarinya dan menghindar, setelah menghindari serangan, Kirito memegang kaki Asuna dan mulai mengelitikinya tanpa henti. Ia tertawa begitu keras dia pikir ia akan mati.
Daripada dunia nyata yang tidak pasti sekarang ini, dia berharap ia dapat kembali ke masa itu – ide itu tak tercegah muncul dalam pikiran Asuna dengan air mata terbentuk di matanya. Asuna menggelengkan kepalanya untuk menyingkarkan perasaan sedih.
Kirito menunggunya di dunia nyata. Satu-satunya tempat ia ingin berada adalah dalam pelukan Kirito. Oleh karenanya, yang dapat dia lakukan hanyalah terus maju.
Jalannya tidak begitu panjang. Sambil berjalan sebuah pintu polos mulai terlihat.
Kalau dikunci, dia akan kembali ke lantai sebelumnya untuk mencari system kendali. Sambil berpikir begitu, dia sampai di depan pintu, kebalikan dengan perkiraannya pintu itu terbuka bergeser ke kiri dan ke kanan. Didalamnya cahaya begitu kuat sehingga secara instingtif ia menyipitkan matanya.
“…?!”
Seketika ia melihat ke dalam ruangan, Asuna menghela napas.
Ruangan itu amat sangat luas.
Bahkan bisa dikatakan ruangan putih bersih itu mungkin seukuran dengan sebuah aula acara yang besar. Jaraknya tidak bisa diukur karena luasnya ruangan dan detil yang kurang. Langit-langitnya bercahaya dengan cahaya putih, senada dengan lantai yang putih – yang memiliki banyak benda seperti pilar pendek yang tersusun rapi.
Memastikan bahwa tidak ada yang bergerak dalam jarak pandang, Asuna masuk ke dalam ruangan dan dengan awas melangkah maju.
Dari yang Asuna lihat, benda-benda seperti pilar itu disusun dalam barisan-barisan yang terdiri dari 18 pilar. Jika ruang itu persegi, maka ada sekitar 300 pilar. Melawan rasa takutnya, Asuna mendekati salah satu pilar.
Mencapai setinggi dada Asuna, benda itu cukup lebar mungkin butuh dua tangan untuk mengelilinginya. Permukaannya halus, meskipun terdapat celah-celah dimana sesuatu terapung. Itu, bagaimanapun kau melihatnya – adalah otak manusia.
Meskipun ada dalam ukuran yang sebenarnya, warnanya tidak nyata. Otak itu terbuat dari sebuah bahan semi tembus pandang berwarna biru keunguan. Benda tersebut sangat terperinci, daripada dibilang sebagai tampilan hologram, itu lebih mirip dengan ukiran batu nilam
Melihat dari dekat, dia menyadari cahaya bermunculan secara periodic dan menyebar di seluruh model, ketika cahaya-cahaya itu hilang ledakan kecil kembang api berwarna-warni menyebar. Terlihat seperti kembang api ultra mini.
Mengerutkan dahi, Asuna mengamatinya dari samping, ia menyadari sebuah cahaya bergerak di salah satu bagian mendadak menguat. Kilatan akhir yang tadinya berwarna kuning menjadi merah dan berkilat lebih terang, dan sekuensnya berulang kembali. Di bawah objek mirip otak terdapat sebuah diagram transparan yang merekam aktivitas puncak barusan. Melihat log untuk menit berikutnya, berbagai angka dan simbol ditampilkan, bersama dengan kata-kata seperti nyeri dan teror.
…Ia menderita.
Intuisi Asuna menyadarinya.
Otak itu sedang disiksa, oleh nyeri yang hebat, kesedihan dan ketakutan. Kilatan-kilatan cahaya itu seakan teriakan yang datang dari si otak. Di depan mata Asuna muncul wajah si pemilik otak tersebut . wajahnya berubah sampai batasnya, dengan mulut terbuka setelah teriakan tanpa suara.
Tidak sanggup menanggung imajinasinya, Asuna mundur beberapa langkah. Di kepalanya dia melihat peta dari lantai atas, ‹‹Experimental Body Storage Facility››, dan mendengar kata-kata Oberon ‹‹Teknik untuk Memanipulasi Perasaan›› dalam flashback. Adegan didepannya akhirnya menyatukan potongan-potongan puzzle, dan sebuah gambaran muncul.
Itu artinya, ratusan otak itu bukan objek virtual ciptaan komputer, melainkan real-time monitoring para mantan pemain SAO. Orang-orang ini seharusnya dibebaskan ketika game itu selesai, tetapi mereka malah dikurung oleh Sugou untuk digunakan dalam penelitian jahatnya dalam pikiran, perasaan dan ingatan.
“Ini… ini terlalu kejam…”
Asuna menutupi mulutnya dengan kedua tangannya sambil berbisik dalam dari tenggorokannya.
Dilakukannya penelitian seperti ini, bersama dengan percobaan kloning manusia merupakan tabu yang absolut, sesuatu yang manusia tidak boleh menyentuhnya. Tidak hanya merupakan tindakan kriminal. Itu seperti menginjak-injak pikiran jiwa seseorang, martabat terakhir orang itu seperti sedang dihancurkan.
Asuna berpaling ke kanan karena tidak tega. Sejauh dua meter terdapat kontainer yang sama, diatasnya juga mengapung sebuah otak transparan warna biru. Dengan perhatian terhadap detil yang sama, tetapi cahaya yang berkedip di otak ‹‹seseorang›› itu lebih lambat. Warna yang berjalan melaluinya adalah kuning dengan bayangan merah, dan terlihat hampir seperti cairan yang keruh.
Di sisi yang lain… dan disebrang sana, otak-otak yang seperti tak terhitung jumlahnya, semuanya diwarnai dengan warna yang berbeda-beda, dan semuanya mungkin menangis putus asa.
Menekan rasa paniknya, Asuna menghapus air mata yang terbntuk di sudut matanya.
Tidak bisa dibiarkan. Tidak, ia tidak akan memaafkannya. Dia dan Kirito mempertaruhkan nyawa mereka dalam pertarungan, dan hasilnya digunakan oleh Sugou untuk eksperimennya, hal itu tidak akan pernah bisa dimaafkan. Kejahatannya akan terbongkar, tidak ada hukuman yang cukup bagus untuknya.
“Tunggulah… aku akan segera menyelamatkan kalian…”
Setelah mengatakan demikian, Asuna dengan lembut menyentuh kontainer yang menyangga otak yang disiksa. Lalu ia mengangkat kepalanya, dan berjalan diantara pilar menuju bagian belakang ruangan.
Setelah berjalan melewati sepuluh kolom , ia mendengar suara manusia. Asuna segera menyandarkan dirinya dibelakang sebuah container. Melihat ke sekitar dengan hati-hati, ia mencari sumber suara. Suara tersebut datang dari jauh di sebelah kanannya. Hampir merangkak, ia berjalan menuju arah suara.
Setelah mencapai sisi belakang sebuah pilar, ia melihat sesuatu yang aneh didepan.
“…!?”
Panik, ia buru-buru mundur ke belakang. Setelah berkedip beberapa kali dengan takut ia melihatnya lagi.
Lantai 61 Aincrad yang sekarang telah hilang, kenal juga sebagai ‹‹Insect Land››. Seperti namanya, itu adalah lantai yang dipenuhi oleh monster-monster serangga. Untuk mayoritas populasi perempuan, termasuk Asuna tempat itu sama dengan neraka. Salah satu yang paling buruk adalah monster siput raksasa disebut ‹‹Blue Slug››. Dengan kulit abu-abu berlendir dan titik-titik hitam, mereka punya tiga tangkai mata kecil, dan tentakel-tentakel keluar dari mulut mereka untuk menyerang, mereka benar-benar sebuah mimpi buruk - .
Sekarang, beberapa meter dari Asuna, ada dua makhluk yang membelakangi Asuna sedang berbincang. Kedua makhluk itu benar-benar mirip dengan Blue Slug.
Monster-monster besar mirip siput itu seperti sedang bertukar ide sambil melihat sebuah otak. Siput di sebelah kanan menggoyangkan matanya dan bicara dalam suara yang berciut-ciut.
“Oh, orang ini memimpikan tentang Spica-chan lagi. Daerah B13 dan B14 semuanya keluar grafik. B16 juga tinggi… dia benar-benar senang.”
Siput di sebelah kiri menjawab sambil menggunakan tentakelnya untuk menyodok holo-window di sebelah otak itu.
“Apa bukan kebetulan? Ini masih percobaan ketiga, bukan?”
“Well, formasi ini merupakan hasil sebuah sirkuit yang diinduksi emosi. Aku memasukan gambar Spica-chan ke dalam ingatannya, hasil ini melampaui ambang frekuensi.”
“Ok, kita akan melanjutkan memantau sampel…”
Merasa jijik pada suara bernada tinggi yang menyebalkan dari kedua siput, ia mundur ke belakang pilar lagi.
Mereka adalah anak buah Sugou, ikut serta dalam eksperimen tidak manusiawi ini meskipun tidak jelas mengapa mereka berpenampilan seperti itu. dari kata-kata mereka, dia bisa merasakan tidak ada keraguan moral di dalamnya.
Asuna mengepalkan tangan kanannya. Jika saja ia memiliki pedang di tangan kanannya saat ini maka… dia akan memberikan kematian yang pantas dengan penampilan mereka.
Meredam dorongan untuk melakukan apa yang kemarahannya inginkan, Asuna menjauh pelahan-lahan dan setelah mendapat jarak yang cukup dari para siput itu, melaju ke bagian lebih dalam dari ruangan.
Dengan awas bergerak maju pada kecepatan penuh ia terus berjalan melewati pilar-pilar silinder dan akhirnya mencapai bagian terdalam ruangan. Di ujung ruangan— di depan dinding-dinding putih, Asuna menemukan sebuah kotak hitam yang terapung.
Ini membuat Asuna memikirkan waktu ketika ia berada di system kendali labirin bawah tanah Aincrad. Jika saja ia bisa mengaksesnya dengan hak istimewa administrator, akan memungkinkan untuk log out dari dunia yang gila ini.
Tapi dari tempat itu, tidak ada tempat untuk sembunyi. Asuna mengambil napas dalam, dan meloncat keluar dari belakang pilar dengan tekad siap mati.
Berlari kearah console tanpa suara sebisa mungkin. Jarak sepuluh meter terasa teramat jauh.
Setiap langkah yang dia ambil, ia merasakan perasaan takut bahwa seseorang mungkin akan berteriak untuk menghentikannya datang dari belakang, tapi ia terus menggerakkan kakinya, dan akhirnya, dia mencapai console-nya. Pada titik itu, dia menoleh, dan melihat ke seberang silinder-silinder. Dengan antena mereka bergerak-gerak, siput-siput itu sepertinya masih berada ditengah perdebatan.
Asuna berpaling lagi menghadapi console hitam tersebut. Bagian atas yang miring gelap dan diam, di sisi sebelah kana nada celah tipis yang diisi oleh kartu kunci warna perak. Sambil berdoa, Asuna mengulurkan tangannya, memegang kartu tersebut, dan menggesekkannya ke bawah.
Sebuah efek suara ‘poon’ berbunyi dan Asuna menundukkan kepalanya. Di sebelah kiri slot kartu, sebuah holo-window berwarna biru muda dan holo-keyboard muncul.
Terdapat banyak, menu yang padat berimpitan di dalam holo-window. Asuna menekan kecemasannya, dan dengan hati-hati membaca font kecil bahasa dalam bahasa inggris. Di kiri bawah terdapat tombol berlabel [Tansport], Asuna menggunakan jarinya yang bergetar untuk menekan tombol ini. Dengan suara ‘bun’, muncul jendela baru. Pada jendela itu, terdapat peta yang menampilkan seluruh laboratorium. Sepertinya, adalah memungkinkan untuk langsung «jump» kemanapun di dalam laboratorium menggunakan system tersebut. Tetapi ia tidak ingin menggunakannya untuk saat ini. Mati-matian mencari, Asuna menemukan tombol kecil bersinar disisi kanannya berlabel [Exit Virtual Lab]. “This is it…!” Dengan teriakan kecil, Asuna menyentuhnya. Di atasnya mundul jendela lain. Pada jendela persegi tersebut muncul kata-kata [Execute log-off sequence?] diikuti oleh tombol ‘OK’ dan ‘CANCEL’.
Tuhan―
Dengan hatinya berdoa dengan kuat, ia menggerakkan tangan kanannya untuk menekan tombol―
Tiba-tiba saja, dari belakang muncul tentakel abu-abu yang memegang tangan kanannya.
“…!!”
Asuan bertahan, menahan teriakan, sementara ia berusaha memaksa menggerakkan jarinya lebih dekat ke tombol, tapi tentakel itu memeganginya seperti kawat baja dan tidak bergerak sama sekali. Ia mencoba menggunakan tangan kirinya, tapi saat dia mulai menggerakkannya, tentakel lain melilit lengannya. Tangan Asuna ditarik ke udara, dan bagian tubuhnya yang lain mengikuti.
Para penahan Asuna memutar badan Asuna dengan perlahan. Seperti yang dikira, mereka adalah dua siput barusan.
Keempat mata seukuran bola tenis mereka memiliki iris berwarna orange, bergerak ke depan dan ke belakang diatas batangnya. Mata yang tanpa ekspresi berputar untuk memeriksa tubuh dan wajah Asuna, lalu mulut bundar siput di sebelah kiri bergerak dengan aneh, sebuah suara yang parau keluar.
“— Siapa kau? Apa yang sedang kau lakukan ditempat ini?”
Asuan melawan rasa takutnya, dan berpura-pura tidak ada apa-apa menjawab dengan suara yang santai.
“Turunkan aku sekarang! Aku adalah temannya Sugou. Aku datang kesini untuk observasi dan sekarang hendak pergi.”
“Oh? Hei, kami tidak mendengar apapun soal itu?”
Siput disebelah kanan, memutar kedua matanya untuk melihat ke arah Asuna dan memiringkan kepalanya .
“Apa kau dengar soal itu?”
“Sama sekali tidak, tapi berbahaya membiarkan orang luar melihat ini semua!”
“Oh… Tunggu…”
Salah satu batang matanya memanjang, mata yang bulat semakin lekat menatap wajah Asuna.
“…Itu kamu, bukan. Orang yang dikurung Sugou-chan di puncak World Tree…”
“Iya. Aku dengar soal itu. Egois sekali, si Bos menahan seorang gadis manis untuk dirinya sendiri.”
“Arg…”
Asuna melihat dari pundaknya ke console dan memanjangkan kaki kirinya untuk mencoba untuk menekan tombolnya, tapi usahanya sia-sia.
Karena melebihi batas waktu, ia kembali ke tampilan awal.
“Hei, hei, jangan mencoba bertindak kasar.”
Siput itu memanjangkan lebih banyak tentakel, dan membungkus seluruh tubuh Asuna. Diselubungi tanpa ampun, tentakel yang seperti kawat memotong ked aging di perut dan paha Asuna.
“Aw…! Hentikan… Lepaskan aku, dasar monster!”
“Oh, kejam sekali. Apalagi saat aku sedang mencoba pemetaan bathyesthesia.”
“Benar. Memanipulasi tubuh ini seperti ini butuh banyak latihan.”
Diselubungi rasa sakit yang seperti sutera yang hanya ada di dunia ilusi ini, Asuna mengerutkan dahinya dan dengan putus asa mengatakan:
“Kalian berdua ini ilmuwan, bukan…!? Berpartisipasi dalam… penelitian illegal, tidak manusiawi ini, memangnya kalian tidak merasa malu!?”
“Ah, aku ini merasa lebih manusiawi dari pada ketika kami bereksperimen dengan dengan otak binatang yang dibuka dengan menggunakan elektroda. Orang-orang ini benar-benar hanya sedang bermimpi.”
“Iya, iya. Kadang-kadang kami memberikan mereka mimpi yang bagus. Mereka harusnya berterima kasih pada kami!”
“…Kalian gila…”
Bisik Asuna, tubuhnya dikelilingi rasa dingin yang membekukan. Orang-orang ini, wujud mereka yang sesungguhnya adalah siput tidak berperasaan ini.
Tanpa menghiraukan Asuna, kesua siput mulai berunding satu sama lain.
“Si Bos sedang dalam perjalanan bisnis ‘kan? Kau kembalilah ke dunia nyata dan minta instruksi lebih lanjut.”
“Cih, sepertinya memang tidak ada pilihan lain. Yana, jangan bersenang-senang sendirian sementara aku tidak ada.”
“Aku tahu, aku tahu. Cepat pergi sana.”
Siput itu melepaskan sebagian dari tentakelnya dari tubuh Asuna dan dengan terampil mengoperasikan console dengan satu tentakel. Setelah menekan tombol beberapa kali, tubuh besarnya hilang tanpa suara.
“…!!”
Setelah melihat itu, Asuna dikuasai oleh rasa frustasi yang membakar, ia menggerak-gerakkan tubuhnya yang terikat dengan sembarang. Disitu, didepannya – adalah pintu keluar menuju dunia nyata yang ia mimpikan. Pintu itu terbuka sedikit, dan cahaya yang terangdari luar menyinari lantai itu.
“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi! Biarkan aku pulang!”
Asuna berteriak hampir gila, tapi tentakel-tentakel itu tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengendur.
“Aku tidak bisa, si Bos akan membunuhku kalau aku melakukannya. Dari pada itu, tidakkah kau merasa bosan dengan tempat yang tidak ada apa-apanya ini? Bagaimana kalau kita bermain dengan beberapa obat-obatan elektronik? Toh aku juga sudah mulai bosan dengan boneka-boneka itu.
Saat dia mengatakan kata-kata itu, tentakel yang basah dan dingin membelai wajah Asuna.
“Hen… Hentikan!! Apa yang kau…!?”
Asuna mati-matian melawan, tetapi siput tersebut segera mengeluarkan tentakel lain. Menyentuh kulit di kaki Asuna, si tentakel perlahan-lahan bergerak ke atas ke dalam pakaian Asuna.
Asuna menahan perasaan tidak menyenangkan ini dan berpura-pura kehilangan tenaga, dan kemampuan untuk melawan. Si siput memanfaatkan itu, memindahkan satu tentakel ke arah mulut Asuna. Saat ia akan menyentuh bibirnya –
Asuna mengangkat wajahnya dan menggigit kuat-kuat pada tentakel itu.
“Ayhaa! Awww!!”
Asuna mengabaikan teriakan siput tersebut dan terus menggigitnya tanpa ampun.
“He, Hentikan! Aw! Aku mengerti, aku mengerti!!”
Setelah memastikan bahwa tentakel-tentakelnya telah keluar dari pakaiannya, Asuna membuka mulutnya. Si siput segera menarik tentakel yang terluka.
“Aw, aku lupa memutus penyerapan nyerinya…” Siput itu mengundurkan satu tangkai mata dan mengeluh, lalu sebuah tiang cahaya muncul disampingnya. Siput yang lain muncul dengan beberapa efek suara.
“…? Apa yang sedang kau lakukan?”
“Tidak ada. Apa kata Bos?”
“Dia benar-benar marah, dia ingin kita segera menaruhnya kembali ke sangkar di atas laboratorium, mengganti passcode pintunya, dan mengawasinya 24 jam untuk hari ini.”
“Cih, saat aku akhirnya punya sesuatu untuk dimainkan…”
Kesedihan yang luar biasa menyebabkan pandangan Asuna mengabur. Sebuah kesempatan emas sudah menyelinap keluar dari jari-jarinya.
“Paling tidak kita bisa mengantarnya kembali dengan berjalan daripada menggunakan fungsi teleportasi. Aku masih ingin menyentuhnya sedikit lagi.”
“Kau juga menyukainya.”
Kedua siput sekali lagi membungkus tubuh Asuna dengan tentakel-tentakel mereka, menggunakan tubuh yang tidak memiliki kaki untuk bergerak menuju pintu masuk ruangan. Pada saat itu, ketika kedua siput tidak melihat, Asuna dengan cepat meregangkan kaki kanannya, dan dengan ujung jarinya, menarik keluar kartu kunci yang masih dalam celah di console.
Layarnya hilang, namun sepertinya kedua siput tidak menyadarinya. Membungkukan tubuhnya seperti udang, ia memindahkan kartu itu dari jari kakinya ke tangannya.
“Hei, kau tidak boleh bertindak kasar.”
Siput itu sekali lagi mengangkat tubuh Asuna dan menuju pintu keluar.
Dengan sebuah ‘clank’, pintu sangkar burung yang berkisi tertutup. Siput itu menggunakan tentakel-tentakelnya untuk memanipulasi kunci angka lalu melambaikannya ke Asuna.
“Sampai jumpa. Kalau kau ada kesempatan datang dan mainlah lagi.”
“Aku tidak mau melihat wajah kalian lagi.”
Setelah mengatakannya dengan tegas, Asuna berjalan ke sisi lain sangkar. Kedua siput terus memperhatikannya, tapi mereka akhirnya berputar dan berjalan pergi melalui ranting-ranting.
Setelah beberapa saat, dunia dikelilingi gelapnya malam. Asuna menatap cahaya kota yang berkedip-kedip jauh di bawah sana. Ia berbisik pada dirinya sendiri:
“Aku tidak akan kalah, Kirito-kun. Aku tidak akan pernah menyerah. Aku pasti akan keluar dari sini.”
Dia berganti melihat ke kartu berwarna perak ditangannya. Ia tidak berguna tanpa console-nya, namun saat ini hanya inilah harapannya.
Asuna berjalan ke tempat tidur, berpura-pura tiduran, dan menyembunyikan kartu tersebut dibawah bantal.
Saat dia menutup matanya, kelelahan menutupinya dan perlahan menyelubunginya dengan kerudung tidur.
0 komentar:
Posting Komentar